Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Banyak yang Belum Paham Aturan, Lebih Tinggi dari Ego Saat Naik Transportasi Umum

2 November 2023   08:47 Diperbarui: 2 November 2023   19:21 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap minggu, rasanya ada saja potongan video perselisihan di dalam transportasi umum.

Mulai dari adu mulut soal rebutan bangku, rebutan siapa yang masuk, hingga hal-hal remeh yang sebetulnya tidak layak diperselisihkan. Sudah rahasia umum, adu mulut bahkan adu otot tersebut terjadi di KRL Jabodetabek. Sebuah wahana uji nyali yang butuh keberanian tingkat tinggi untuk menaikinya.

Namun nyatanya, perselisihan di dalam transportasi umum tidak hanya didominasi di dalam KRL Jabodetabek atau wilayah DKI Jakarta Raya. Di daerah-daerah pun, perselisihan juga bisa terjadi dan cukup membuat diri ingin mengelus dada.

Salah satu kota yang juga kerap terjadi perselisihan di dalam transportasi umum dalah Surabaya. Dibanding DKI Jakarta, kota ini masih tertinggal mengenai layanan transportasi umum. 

Ketertinggalan Surabaya ini juga membuat ketertinggalan pemahaman mengenai aturan naik transportasi umum. Maklum, beberapa waktu belakangan kota ini memang cukup serius dalam menata transportasi umum, termasuk menata perilaku warganya.

Perselisihan yang terjadi memang tidak seheboh di dalam KRL Jabodetabek. Walau demikian, beberapa aksi perselisihan yang terjadi juga membuat miris. Jika ditelisik lebih dalam, sebenarnya perselisihan itu terjadi lantaran kurang pahamnya pengguna transportasi umum terhadap aturan yang ada yang ditunjang dengan egoism dalam diri.

Salah satu contoh utama yang sering terjadi adalah kegiatan naik dan turun di dalam bus. Sesuai aturan, sebenarnya penumpang yang akan turun mendapatkan prioritas dibandingkan penumpang yang naik. Prioritas ini termaktub dalam tulisan di kaca pinut untuk mendahulukan penumpang yang turun.

Namun, namanya manusia yang tidak sabaran, ada saja oknum-oknum yang memaksa merangsek masuk meski ada penumpang yang akan turun. Kalau sudah begini, biasanya saya yang berada di paling depan akan berinisiatif membei isyarat dengan lima jari tangan terbuka.

Bagi mereka yang sudah paham, maka akan memberi jalan terlebih dahulu. Apesnya, seringkali saya bertemu dengan mereka yang tidak sabaran. Kalau sudah begini, mulut rasanya juga ikut memberi pemahaman agar mereka mengalah dulu.

Pernah suatu ketika, di belakang saya ada seorang ibu dengan dua anak balita yang akan turun. Saat akan turun di sebuah halte, tiba-tiba ada rombongan keluarga yang merangsek masuk. Walau saya suah memberi isyarat tangan, tetap saja mereka berlarian masuk dan salah satu dari mereka mengijnak kaki anak dari ibu tersebut. Sontak anak tersebut menangis.

Sebelum turun, saya pun berkata kepada ibu dari keluarga tersebut agar punya aturan ketika naik. Bukannya minta maaf, ibu tersebut malah tertawa kecut sambil bingung mencari tempat duduk. Untung saja, anak tersebut tidak kenapa-kenapa.

Kejadian paling parah sering terjadi saat naik bus Trans Semanggi. Jika Suroboyo Bus masih ada kondektur yang sering mengingatkan penumpang, tidak demikian dengan Trans Semanggi. Hanya ada seorang sopir yang juga bertugas menjaga ketertiban di dalam bus. Kejadian tadi pun terjadi di dalam bus Trans Semanggi.

Nah, pernah juga terjadi perselisihan antara sopir bus Trans Semanggi dengan rombongan penumpang. Ceritanya di sebuah halte ada sebuah rombongan keluarga yang naik. Mereka berpindah-pindah posisi tempat duduk. Pada halte berikutnya, ada dua orang mahasiswi yang naik. Mereka sebenarnya ingin duduk di kursi yang masih kosong tetapi tidak diperbolehkan oleh salah satu anggota keluarga tersebut.

Mereka pun berdiri dan perjalanan masih jauh. Sopir bus kemudian meminta dua orang mahasiswi itu untuk duduk. Salah satu dari keduanya lantas menuju ke dekat sopir dan mengatakan apa yang terjadi. Tak lama, sopir pun bersuara keras dengan menggunakan mikrofon agar keluarga tersebut memberi tempat duduk dan tidak seenaknya berpindah. Bukannya menerima, eh malah mereka makin ramai dan seakan mengejek sang sopir. Sontak sopirnya marah dan mengancam akan memaksa menurunkan mereka. Saya ngakak di dalam hati.

Hal paling absurd adalah kegiatan menitip bangku di bus-bus AC Tarif Biasa (ATB) jurusan Surabaya-Malang di akhir pekan. Saat akhir pekan memang saat krusial. Banyak pekerja asal Malang yang pulang ke rumahnua setelah seminggu bekerja di Surabaya.

Seringkali, ada oknum yang titip bangku di dalam bus. Mereka biasanya naik dari luar terminal atau di dekat pintu mausk tol, daerah yang sebenarnya tidak boleh digunakan untuk menaikturunkan penumpang. Kadang, kondektur yang dititipi bangku lupa menjaga bangku tersebut dan diduduki oleh penumpang yang naik dari dalam terminal.

Otomatis, saat si empunya yang merasa berhak naik, adu mulut terjadi. Kalau ada yang mengalah biasanya mereka akan duduk di kursi VIP di dekat sopir menggunakan bangku seadanya. Kalau tidak, ya pasti umpatan Jancxxx akan keluar. Umpatan ini seakan sering saya dengar ketika pulang di akhir pekan. Yah untungnya tidak ada yang merekam dan saya pun malas melakukannya karena buat apa dan sama-sama sudah capai. Sebenarnya, jika ikut aturan siapa yang datang dulu maka ia akan mendapat prioritas.

Cekcok juga kerap terjadi jika kita naik KA lokal seperti Penataran. Kalau ini sepertinya hampir setiap perjalanan yang saya lakukan pasti ada cekcok. Kalau ikut aturan, sebenarnya kita tidak boleh berpindah posisi tempat duduk. Kita wajib duduk pada nomor bangku.

Apesnya, ada saja oknum keluarga besar yang seenaknya menukar bangku dengan alasan mereka tidak mau terpisah dengan anggota keluarga lain. Biasanya mereka membeli tiket mepet. Kalau penumpang lain tidak keberatan sih tidak masalah.

Masalah akan muncul jika penumpang tersebut tidak mau ditukar tempat duduknya. Rata-rata ya juga dari keluarga besar juga yang sudah niat membeli tiket kereta jauh-jauh hari. Pasti mereka juga tidak mau dong ditukar tempat duduknya. Enak aja mungkin begitu kata mereka dalam hati. Maka, adu mulut pun terjadi dan PKD menjadi solusinya. Ia akan bertindak tegas dengan melarang kegiatan pindah-pindah bangku.

Selain menempelkan berbagai aturan di halte, bus atau kereta, sebenarnya pembuatan konten mengenai larangan untuk melanggar di dalam transportasi umum perlu diperbanyak. Media sosial pengelola transportasi umum seyogyanya tidak hanya menampilkan ucapan selamat peringatan momen tertentu tetapi juga video edukasi semacam ini.

Salah satu pengelola transportasi umum yang cukup apik menampilkan hal tersebut adalah Trans Semarang dan Feeder Wira-wiri Surabaya. Trans Semarang kerap membuat sketsa komedi mengenai warga yang belum paham aturan naik bus ini. Sementara, Feeder Wira-wiri juga kerap memberi informasi mengenai aturan naik dan turun mobik feeder seperti larangan menyentuh pintu mobil.

Dengan konten yang masif, maka perlahan masyarakat akan mengerti bahwa ketika mereka naik transportasi umum ada batasan kegiatan yang harus mereka taati.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun