Keinginan rekan saya ke Surabaya ternyata sebenarnya ingin ke Gedung Intiland Tower. Gedung ini ia lihat saat menonton film Aruna dan Lidahnya di Netflix. Ia begitu terkesan dengan arsitektur gedung tersebut yang berbentuk X tight guna menyesuaikan bentuk tanah di sekitarnya. Kami juga memiliki kegemaran sama terhadap gedung tua. Makanya, selain gedung tersebut, ia juga meminta saya ke kawasan kota tua Surabaya dalam hal ini kawasan Rajawali dan Jembatan Merah. Di sana, kami bisa menemukan empat macam gaya arsitektur yang dibangun menurut linimasanya.
Ada kejadian unik ketika kami duduk istirahat sembari minum es degan di Jalan Rajawali. Pedagang es degan kaget karena mengira teman saya ya dari jawa. Ia baru ngeh kalau wajah orang Filipina mirip dengan orang Indonesia. Ia juga heran mengapa menjadikan Surabaya sebagai daerah tujuan wisata padahal menurutnya tidak banyak tempat menarik di Surabaya.
Saya pun menjawab memang teman saya senang dengan bangunan bersejarah. Makanya, ia menjadikan Surabaya sebagai tujuan utamanya. Tidak semua wisatawan asal luar negeri datang ke Indonesia untuk menikmati bentang alamnya saja. Mereka juga ingin menikmati bangunan bersejarah yang ada di negara kita.
Sayangnya, beberapa museum di Surabaya masih tutup. Salah satunya adalah Museum Bank Indonesia. Saat kami datang ke sana, seorang satpam mengatakan bahwa museum tersebut sedang dalam perbaikan dan tidak tahu kapan akan dibuka. Pun demikian dengan Museum Kesehatan atau Museum Santet. Saya sebenarnya ingin mengajaknya ke sana karena kebetulan lagi ia adalah seorang perawat. Barangkali dengan kami datang ke sana, kami bisa bertukar pikiran mengenai tata cara pengobatan, baik dari Indonesia maupun Filipina.
Untung saja, kami sempat ke Museum Dokter Soetomo. Di sana, kami dilayani dengan baik oleh petugas museum yang menjelaskan berbagai koleksi sang pahlawan pergerakan nasional. Saya mengatakan kepadanya jika kamu punya Dokter Jose Rizal, maka kami punya Dokter Soetomo. Ia kagum dengan dedikasi sang dokter yang membantu banyak warga ketika terjadi wabah pes di Malang.
Perjalanan kami harus kami akhiri di Monumen Kapal Selam yang juga membuatnya takjub. Saya memang mencoba menyusun perjalanan sesuai rute Suroboyo Bus dan Trans Semanggi agar lebih mudah. Kebetulan yang terakhit hampir semua rute wisata sejarah di Surabaya bisa dituju dengan kedua moda transportasi umum tersebut. Jadi, perjalanan pun bisa lebih efektif dan murah.