Selain menggemari kontes kecantikan, saya dan dirinya memiliki kegemaran yang sama yakni senang akan tempat bersejarah. Makanya, dalam list kunjungannya, ia meminta saya untuk mendatangi tempat-tempat bersejarah. Museum, candi, dan gedung bersejarah adalah tujuan utamanya.
Kami pun mengunjungi beberapa tempat bersejarah di Malang, mulai Candi Badut, Candi Singosari, Museum Mpu Purwa, dan Museum Brawijaya. Perjalanan kami harus berhenti hari itu di Museum Brawijaya karena hujan turun dengan deras. Meski demikian, saya cukup puas karena sudah membawanya ke tempat yang ia inginkan.
Ia cukup takjub dengan bangunan candi di Malang yang masih kokoh berdiri. Bangunan seperti ini tak ada di negaranya. Ia paling takjub melihat Candi Badut yang begitu unik tersusun dari batu andesit. Berkali-kali ia bertanya bagaimana ya caranya batuan seperti itu bisa disusun sedemikian rupa. Ketakjubannya lebih kepada waktu pembuatan candi yang berkisar pada abad ke-8. Pada zaman sejadul itu, tentu belum banyak bangunan megah bisa dibangun. Tak hanya itu, keberadaan Candi Badut juga masih asing baginya karena yang ia tahu selama ini tentang candi di Indonesia ya hanya Candi Borobudur. Saya pun mengatakan bahwa candi ini dibangun lebih tua dari Borobudur.
Kesamaan topik kegemaran kami lainnya adalah mengenai toponimi atau bidang keilmuan yang membahas asal usul nama suatu tempat. Saya pun bercerita banyak mengenai toponimi di Malang Raya sesuai dengan kisah yang melatarbelakanginya. Ternyata, di Filipina juga ada daerah bernama Kota Batu yang juga ada di Malang meski mereka menyebutnya sebagai Cotabato.
Ia juga memberikan beberapa makanan khas Filipina. Salah satunya, saat saya menyajikan Putu Ayu saat sore hari, ia malah mengenalinya sebagai Puto. Hanya saja di sana warna yang digunakan cenderung gelap tidak cerah seperti di sini. Ia juga mengatakan di pagi hari, jajanan semacam itu juga dijual di pinggir jalan terutama di pasar.
Terkait makanan berat, sebenarnya cukup mudah untuk menjamunya. Ia sangat suka soto karena soto memiliki banyak variasi rasa. Di Jakarta, ia mengatakan bahwa sudah mencoba Soto Betawi dan Soto Banjar. Kali ini, saya pun mengajaknya makan Soto Lamongan yang menurut saya tiada duanya. Alhasil, ia pun memakan soto tersebut sampai habis. Perasan jeruk nipis pada Soto Lamongan jika dipadukan dengan kuah soto menurutnya sangat nikmat. Terlebih, saat itu cuaca di Malang sedang dingin akibat hujan yang terus turun.
Hanya semalam ia berada di Malang karena keesokan harinya ia meminta saya untuk menemaninya ke Surabaya. Dengan naik bus Patas, kami pun menuju Surabaya di pagi yang dingin dan gerimis. Tentu, sesampainya di Terminal Bungurasih saya mengajaknya naik Suroboyo Bus. Namun, sebelum itu ada sedikit kendala yakni penginapan yang akan kami gunakan tidak bisa dititipi barang teman saya yang begitu banyak. Sebenarnya, saya mau mengajaknya dulu ke tempat saya di Wiyung tetapi hal tersebut akan memakan banyak waktu.
Untung saja, ketika saya melihat mbak-mbak yang sedang menunggu warung nasi Padang, ia mau diberi amanah untuk dititipi barang. Ia menolak ketika kami beri uang sebagai imbalan. Akhirnya, teman saya mengatakan sebagai rasa terima kasih kami pun akan sarapan di sana. Kebetulan, kami juga belum sarapan.