Bagaimana Bisa Kami Melupakan Malam yang Mencekam di Malang?
Hingga hari ini saya masih merasa hampa. Tidak bisa berpikir terlalu jernih, menerawang, dan seakan malas untuk melakukan apa saja. Sejak mengetahui berita kerusuhan di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu kemarin, rasanya hidup saya setengah mati rasa. Tidak bisa berkata-kata dan berkonsentrasi untuk melakukan hal-hal yang biasanya menjadi kebahagiaan saya.
Dulu, ketika ada sebuah kejadian kerusuhan massal, entah demo atau sepak bola, rasanya terjadi di tempat yang jauh. Seakan hal tersebut hanya bisa terjadi di suatu tempat nan jauh di sana. Tidak sampai melibatkan orang-orang yang saya kenal atau pernah saya temui sebelumnya.
Beberapa kejadian tersebut juga seakan menjadi hal yang membuat saya berpikir bahwa selama tinggal atau hidup di daerah yang aman-aman saja, maka pasti saya hanya membacanya dari berita dan berempati dengan mereka.
Namun, tidak dengan kejadian sabtu malam kemarin. Kejadian itu benar-benar terjadi di kota kelahiran saya sendiri. Di tempat yang tak jauh dari tempat tinggal saya. Dialami sendiri oleh orang-orang yang saya kenal. Orang-orang yang sebelumnya begitu bersemangat dalam hidupnya tetapi kini tinggal nama.
Serius, pada tahap mengetik kata ini, saya masih bergetar.
Malam itu hingga sekarang saya masih berada di Surabaya. Sudah menjadi tradisi bagi saya jika ada pertandingan antara Arema FC dengan Persebaya Surabaya, baik di Malang atau di Surabaya, saya menghindari dahulu perjalanan diantara dua kota tersebut. Entah menggunakan bus maupun kereta api.
Tensi yang tinggi sudah terasa bahkan dua minggu sebelum hari-H pertandingan. Jika di Surabaya, maka bisa merasakan nuansa kebencian terhadap Arema FC. Pun sebaliknya, jika berada di Malang, umpatan terhadap Persebaya pun kerap saya dengar. Itu sudah biasa. Sudah saya dengar sejak kecil bahkan mungkin sejak balita. Suatu hal yang juga mungkin biasa jika Anda lahir di Malang atau Surabaya.
Sampai sini, saya tidak bermaksud membenarkan apa yang sudah terjadi selama bertahun-tahun tersebut. Walau saya orang Malang dan memiliki beberapa kaos Arema, bukan berarti saya membenarkan tindakan oknum Aremania yang begitu membenci Persebaya atau sebaliknya. Bagi saya, sepakbola adalah hal yang harusnya membuat kita bergembira.