Majalah dinding atau mading adalah salah satu wadah kreativitas siswa di sekolah.
Mading memuat karya siswa dan berbagai informasi penting yang ditujukan kepada para siswa. Sejak dulu kala, mading kerap menjadi salah satu pusat perhatian warga sekolah terutama siswa dalam mendapatkan informasi. Meski, kini pusat penyebaran informasi tersebut mulai tergantikan dengan aplikasi perpesanan.
Tidak sebatas itu, jika ditelisik lebih dalam, mading juga tanda eksistensi sebuah sekolah terhadap dunia literasi. Walau peran itu juga tak luput dari perpustakaan sekolah, tetapi mading masih memegang peranan penting dalam kaitannya dengan aktivitas membaca dan menulis. Sekolah yang memiliki tingkat literasi baik salah satunya ditandai dari aktivitas mading yang kontinyu.
Mading menjadi sarana siswa untuk berani menulis dan berekspresi. Ketika karya siswa tampil dalam sebuah mading, paling tidak ada rasa bangga karena ia telah menjalani seleksi. Sebuah pembelajaran yang amat penting ketika mereka dewasa nanti. Mereka belajar bagaimana tulisan mereka bisa dibaca dengan jelas dan menarik banyak kalangan untuk membacanya. Atau, jika dalam bentuk gambar, maka karya mereka pada majalan dinding adalah inisiasi dari karya hebat di masa mendatang.
Dulu, ada serial televisi yang menceritakan tim mading sebuah sekolah dasar di Jakarta. Serial bertajuk ABC dan D tersebut diperankan oleh Giovanni, Nadia Vega, dan Angel Karamoy. Keseruan mereka dalam menyusun mading sekolah bisa jadi pelajaran bahwa mading adalah sesuatu yang penting. Sesuatu yang amat bernilai dan menjadi modal sekolah tersebut mencetak lulusan yang berkualitas.
Sayangnya, tidak semua sekolah -- terutama SD -- memiliki tim mading yang baik. Mading pun kerap hanya menjadi pajangan tanpa isi atau bahkan sudah lumutan bertahun-tahun.
Saya pernah datang di sebuah SD yang isi madingnya sudah hampir 7 tahun. Barangkali, anak yang menulis mading tersebut sudah kuliah, bekerja, atau bahkan sudah menikah. Saat saya baca, mading tersebut berkisah kegiatan bersama sang mantan Kepala Sekolah yang sudah pensiun. Artinya, ketika sebuah sekolah mengalami peralihan pimpinan, bisa jadi berpengaruh juga pada eksistensi mading di sekolah tersebut.
Untuk itulah, paling tidak dalam sebulan atau dua bulan sekali kami mengganti mading tersebut. Tiap kelas kami pilih beberapa anak yang sanggup pulang sedikit lebih siang saat hari Jumat atau Sabtu untuk menata mading. Kadang, jadwal tersebut bergiliran untuk semua siswa agar ada rasa keadilan.