Pun demikian dengan prioritas kebutuhan pokok. Entah kenapa, memasuki usia kepala 3, memprioritaskan kebutuhan dan menyesuaikannya dengan keinginan adalah salah satu hal yang diutamakan.Â
Sebelum nongkrong di kafe, semakin lama semakin banyak pertimbangan untuk mengalokasikan uang yang didapat dari hasil bekerja kepada kebutuhan lain. Kebutuhan makan, cicilan, baju, dan internet misalnya.
Beberapa di antaranya adalah satu porsi ayam penyet, satu porsi pizza, satu porsi steak, dan lain sebagainya. Menginjak usia kepala 3, hukum ekonomi dengan mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya akan lebih dominan daripada mengutamakan gengsi.Â
Makan satu porsi ayam akan terasa lebih lega jika dibandingkan dengan membeli satu cangkir kopi walau tak dapat tempat yang menarik atau foto yang kekinian. Kegemaran minum kopi pun bisa diganti dengan minuman kemasan atau botol.
Alasan kenyamanan menjadi alasan selanjutnya. Memasuki usia kepala 3, rasa nyaman untuk memanfaatkan waktu luang dengan bersantai kerap menjadi pilihan.Â
Dulu, di usia 20-an, rasa nyaman itu memang bisa terbayarkan dengan nongkrong di kafe sembari bercengkrama dengan teman sebaya yang cukup banyak. Sambil ditemani alunan lagu yang mengalir dan suasana yang khas, kegiatan itu akan menghasilkan emosi positif yang nyaman. Ber-haha-hihi dengan suara kencang sambil meledek satu teman dengan teman lain menjadi hal seru yang ditunggu.
Tidak hanya itu, semakin bertambahnya usia, maka ketidakinginan untuk terlibat dalam urusan yang cukup merepotkan sebelum nongkrong di kafe menjadi besar.
Beberapa diantaranya adalah keengganan ketika mencari kafe yang sesuai selera. Tidak hanya itu, kadang ketidakinginan pergi ke kafe juga berasal dari malasnya mencari tempat parkir.Â
Kegiatan booking tempat dan memillih kursi pun juga menjadi beberapa alasan. Menginjak usia kepala 3, rasanya hidup ini tidak lagi berkeinginan mencari kenikmatan sementara tetapi harus mengorbankan banyak waktu dan tenaga.