Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bagaimana Pendidikan Karakter Siswa Bisa Dijalankan Jika Guru Bebas Keluar Masuk Area Sekolah Seenaknya Sendiri?

16 Juni 2021   09:30 Diperbarui: 16 Juni 2021   11:06 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sama dengan pekerjaan lain, guru juga diperbolehkan meninggalkan area sekolah ketika jam pelajaran berlangsung.

Alasan kegiatan tersebut beragam. Dari urusan pribadi hingga urusan dinas. Untuk urusan pribadi, ada banyak alasan seorang guru meninggalkan sekolah. Diantara yang sering terjadi adalah pergi ke bank untuk mengurus administrasi. Jam pelajaran sekolah yang berakhir hingga jam tutup bank membuat alasan ini menjadi salah satu alasan yang kerap diberikan.

Jika tidak, biasanya para guru keluar area sekolah untuk pergi berobat, membayar rekening tagihan bulanan, hingga menjemput putra/putrinya di sekolah lain. Untuk urusan dinas, biasanya tugas atau keperluan ke Kantor Dinas Pendidikan menjadi alasan utama. 

Kalau sekolah sedang ada hajatan, biasanya para guru meninggalkan sekolah untuk membeli barang-barang tertentu. Pun demikian jika ada rapat dinas yang mendadak, ibu-ibu guru biasanya keluar sekolah sebentar untuk mencari konsumsi.

Uniknya, berbeda dengan instansi kantor yang memiliki aturan ketat untuk keluar masuk, tidak semua sekolah memiliki aturan yang jelas dan ketat dalam mengatur kegiatan keluar-masuk para guru dan karyawan ini. Hanya beberapa sekolah yang memiliki aturan secara tertulis semacam ini.

Rekan saya yang menjadi guru di sekolah swasta menceritakan bahwa sekolahnya memiliki aturan ketat untuk mengatur kegiatan ini. Selain dalam rangka bentuk penegakan disiplin, kegiatan ini juga dilakukan untuk menjunjung kode etik bagi guru agar tidak meninggalkan area sekolah seenak sendiri. Kembali lagi, guru adalah sosok yang digugu dan ditiru.

Perilaku mereka kerap menjadi teladan yang akan dicontoh oleh murid-muridnya. Jika mereka keluar --masuk sekolah seenaknya, terutama ketika pelajaran sedang berlangsung, apakah pantas dicontoh oleh para muridnya?

Alasan itulah yang mendasari sebuah sekolah dengan ketat memberikan aturan ini. Biasanya, mereka mencatat dalam sebuah buku administrasi khusus yang berisi para guru yang terpaksa meninggalkan sekolah pada jam tertentu. Apabila kegiatan tersebut dilakukan untuk kegiatan kedinasan, semisal mengantar surat, menghadiri pelatihan, atau kegiatan lain, maka guru harus menyertakan surat tugas dari Kepala Sekolah.

Pengarsipan seperti ini bisa dilakukan secara sederhana oleh staf Tata Usaha (TU). Nantinya, jika ada pihak lain, semisal Kepala Sekolah, Pengawas, atau wali murid yang menanyakan keberadaan sang guru ketika pelajaran tengah berlangsung, maka mereka dapat mengerti. 

Jika keperluan pribadi yang mendesak, maka aturan izin keluar tersebut biasanya hanya diperbolehkan jika sang guru sedang tidak mengajar atau jam kosong. Jadi, tidak bisa keluar-masuk seenak hati kecuali jika dalam hal gawat darurat.

Sayangnya, tidak semua sekolah menerapkan aturan ketat seperti itu. Sekolah saya dulu adalah salah satunya. Tidak ada aturan tertulis mengenai bagaimana seorang guru bisa keluar sekolah saat jam pelajaran sedang berlangsung. Hanya aturan tidak tertulis berupa izin lisan datang menemui Kepala Sekolah langsung di ruangannya sembari memberikan alasan kenapa sang guru keluar.

Biasanya, saat sedang riweh ngeprint di ruang TU ketika jam kosong di hari Senin-Selasa, saya  kerap menemui Bapak Ibu Guru yang akan izin keluar sekolah. Uniknya, saya yang dianggap tangan kanan sang Kepala Sekolah kerap dimintai kode apakah kira-kira izin mereka akan diberikan. Kalau Bapak KS sedang akan meminta rapat pada jeda jam istirahat, saya biasanya meminta mereka mengurungkan niat dahulu.

Lantaran, Bapak KS tidak suka jika ada rapat mendadak sang guru tidak bisa hadir karena urusan pribadi. Kalau sedang longgar, maka beliau akan senang hati memberi izin dengan keterangan lengkap kapan sang guru akan kembali dan apakah kondisi kelas sudah tertangani dengan baik.

Meskipun saya cukup dekat dengan Kepala Sekolah, itu bukan berarti saya juga bisa keluar-masuk seenaknya sendiri untuk urusan pribadi. Saya masih menghargai beliau sebagai atasan saya. 

Biasanya, saya izin makan siang sebentar pada saat selesai mengajar dan menunggu waktu pulang. Atau, jika ada jam kosong pada jadwal pelajaran terakhir, saya juga menggunakan kesempatan itu sembari mengambil surat atau keperluan lain. Jika waktunya mendesak, maka makanan sering saya bungkus dan saya makan di kelas.

Untunglah, Bapak Kepala Sekolah biasanya paham karena saya juga butuh istirahat sebentar untuk makan dan salat. Beliau bahkan mengingatkan saya untuk makan tepat waktu karena mengerti saya memiliki penyakit GERD. Kalau saya sakit karena makan terlambat, yang rugi juga beliau.

Masalahnya, jika saya keluar sekolah dan masih memakai seragam lalu makan di warung, kadang pikiran saya tidak bisa plong. Selain sering dilihat oleh orang sekitar, beberapa wali murid juga pernah memergoki saya di warung tersebut. Meski tidak menggunjingkan secara langsung, tetapi saya juga tidak enak hati. Apalagi mereka tidak tahu kondisi saya sedang break mengajar dan kebetulan ada tugas dinas luar sekolah.

Makanya, pada suatu kesempatan, saat saya harus meninggalkan siswa di kelas atau saat jam kosong, saya biasanya memberi tahu kepada siswa saya tentang keperluan saya. 

Saya memberikan pengertian bahwa karena urusan yang benar-benar mendadak, maka saya harus pergi. Saya juga mengatakan bahwa akan datang kembali ke sekolah setelah urusan saya selesai dan ishoma. Kepergian saya juga telah mendapat izin dari Bapak Kepala Sekolah. Kebetulan, siswa saya sudah kelas 5 dan cukup mengerti akan hal ini.

Pemahaman ini paling tidak menjadi acuan pendidikan karakter sederhana di sekolah. Siswa memang dilatih sejak dini agar displin, termasuk tidak meninggalkan kelas seenak sendiri. Lalu, bagaimana mereka melihat sang guru yang keluar-masuk sekolah? Sudahkah ada pemahaman mengenai hal ini?

Dalam sebuah kesempatan pelatihan bersama dengan guru sekolah lain, ada seorang guru senior yang berkeluh kesah tentang beberapa guru juniornya yang seenaknya sendiri keluar-masuk sekolah. Mereka pergi ke warung untuk makan dan merokok pada jam kosong. 

Yang membuat miris adalah perilaku mereka diketahui oleh beberapa siswa kelas kecil (kelas 1,2,3) yang kebetulan sudah pulang sekolah dan berada di warung tersebut. Tentu, tindakan ini cukup menciderai nama baik sekolah tersebut. 

Di sekolah saya sendiri, memang ada beberapa guru junior yang gemar bersantai di basecamp ruang olahraga atau rumah dinas sekolah. Mereka biasanya bermain gim atau bernyanyi yang tentu saja mengundang kehadiran siswa.

Seorang guru senior bahkan sempat memarahi mereka karena perilaku ini. Lebih baik waktu luang digunakan untuk mengoreksi siswa atau kegiatan lain semisal menanam bunga dan mempersiapkan bahan ajar. Alasannya, waktu jam pelajaran belum usai dan tidak baik jika dicontoh oleh para siswa.

Meski begitu, ada juga guru junior baru yang belum tahu mengenai aturan keluar-masuk sekolah. Dalam suatu hari, saya melihat wajahnya yang cemas seakan menanggung beban berat. Ketika ditanya oleh guru lain, ternyata ia harus mengurus ATM-nya yang terblokir dan sedang butuh uang segera. Ia sungkan untuk meminta izin padahal saat jam kosong. 

Guru itu pun menyuruhnya untuk minta izin ke Kepala Sekolah. Jika tidak ada, ia bisa meminta izin guru yang paling dituakan -- semacam wakasek -- agar bisa keluar dan menyelesaikan urusannya. Ini juga jadi pembelajaran bagi para guru muda yang baru saja bekerja di sebuah sekolah mengenai etika keluar-masuk sekolah saat pelajaran berlangsung.

Dalam masa pandemi ini dan pembelajaran tatap muka yang terbatas, aturan keluar-masuk sekolah yang dilakukan para guru sebaiknya lebih diperjelas lagi. Selain mencegah penularan covid-19, waktu PTM yang singkat sudah seyogyanya dijadikan dasar sekolah memberi arahan agar para guru menunda untuk melakukan urusan pribadi hingga sekolah usai. 

Toh kini kebanyakan sekolah usai hanya sampai jam 11 siang. Meski ada guru yang masih harus berada di sekolah hingga sore hari, mereka masih bisa keluar sekolah selepas pelajaran usai. Waktu mereka masih cukup banyak jika dibandingkan sebelum pandemi.

Berbeda dengan kegiatan kantor, urusan keluar-masuk area sekolah memang tidak sesederhana itu. Kembali lagi ke kaidah guru yang jadi contoh, gerak-gerik guru akan dilihat langsung oleh siswa. Kita boleh menyusun teori pendidikan karakter yang begitu berat dan sulit dilakukan. Akan tetapi, lewat kesadaran sederhana semacam ini, pendidikan karakter inilah yang sebenarnya diperlukan oleh para generasi penerus bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun