Ketika saya mengajar dulu, salah satu kenangan yang paling berkesan adalah drama keribetan mencari tempat untuk pertemuan.
Entah pertemuan dengan wali murid, pengawas sekolah, atau tokoh masyarakat penting. Kalau pertemuan tersebut sudah dijadwalkan beberapa hari atau beberapa minggu sebelumnya, tentu tak masalah.
Seringkali, pertemuan tersebut digelar secara mendadak. Kadang satu hari sebelumnya atau satu jam sebelumnya. Lebih rumitnya lagi, jika ada lebih dari 2 pertemuan atau kegiatan yang mengumpulkan massa banyak dilakukan dalam waktu satu hari. Kami sering bingung akan menggunakan ruangan mana.
Awalnya, ada aula yang cukup besar dan mampu menampung sekitar 100 orang. Namun, pada suatu waktu, ketika ada renovasi ruang guru, aula tersebut mau tidak mau digunakan sebagai ruang guru. Alhasil, aula yang awalnya hanya terisi piano klasik yang digunakan siswa untuk berlatih band pun penuh dengan barang-barang dari para guru.
Saya saja yang bisa dibilang simpel dalam menyimpan barang-barang eh ternyata saat pindahan banyak juga barang yang harus saya bawa. Mulai perangkat pembelajaran seperti RPP, silabus, dan kawan-kawan, hingga pernak-pernik soal koreksian yang belum bisa saya selesaikan. Belum juga buntelan laporan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang juga menumpuk dan melambai-lambai untuk disentuh.
Aula pun menjadi penuh dan untuk sementara waktu sekolah saya tidak memiliki aula untuk pertemuan. Akhirnya, jika ada pertnemuan besar, maka mau tak mau kami harus menyiapkan ruang kelas. Karena dekat dengan ruang kepala sekolah, maka kelas saya juga sering ketempatan untuk menjadi aula dadakan.Â
Namanya saja jadi tuan rumah, saya harus mengerahkan siswa-siswi saya membersihkan kelas satu jam terakhir sebelum pulang. Terlihat memberatkan memang bagi mereka, tapi nyatanya mereka selalu senang.Â
Alasannya tak lain karena jam pelajaran kosong dan saya sering lupa meminta mereka untuk mengumpulkan tugas pelajaran pada jam tersebut. Pikiran ini sudah tak bisa menyimpan memori lagi untuk meminta tugas dari mereka. Yang penting kelas segera bersih dan bisa ditempati untuk rapat atau kegiatan lainnya.
Sayangnya, kapasitas kelas saya terbatas. Meski untuk ukuran kelas bisa menampung sekitar 40-50 orang, nyatanya kegiatan sering dilakukan dengan mengumpulkan massa lebih dari 100 orang. Biasanya, acara istighosah wali murid dan siswa kelas 6 yang membutuhkan ruangan luas.
Ruangan kelas ini khas dan biasanya ada di setiap sekolah. Antara satu kelas dengan kelas yang lain dipisahkan oleh sekat papan kayu yang bisa digeser. Jadi, ketika sekat tersebut dibuka, maka dua ruang kelas akan bergabung menjadi satu.Â