Pada pertengahan November ini, ada yang baru dari jalur kereta api Solo-Jogja.
Tidak lain adalah rencana uji coba pengoperasian Kereta Rel Listrik (KRL) Jogja Solo. KRL ini akan menggantikan Kereta Rel Diesel (KRD) Prambanan Ekspres (Prameks) yang sudah eksis selama bertahun-tahun. Kedua wilayah yang menjadi jantung dari kebudayaan Jawa ini akan menjadi wilayah pertama di luat Jabodetabek yang memiliki layanan KRL.
Uji coba ini tentu amat dinanti. Tidak saja bagi pecinta kereta, tetapi warga di kedua kota tersebut yang dikenal memiliki tingkat penglajuan yang cukup tinggi. Meski uji coba KRL Jogja-Solo ini akan dilakukan pada 10 November nanti, tetapi KRD Prameks tetap akan beroperasi seperti biasa. Sembari menunggu ujicoba itu, ada beberapa catatan yang menjadi pertimbangan dalam uji coba rangkaian ini.
Pertama, masih adanya insiden yang terjadi sebelum uji coba dilakukan. Beberapa hari yang lalu, rangkaian kereta yang dibawa dari Depok mengalami gesekan alias tersangkut di wilayah Kalioso Karanganyar. Insiden ini sontak menuai banyak tanggapan dari pecinta kereta. Ini tak lepas dari insiden beruntun yang dialami oleh kereta tersebut. Selepas atapnya tersangkut di Jembatan Kalioso, Â badan kereta pun menggores peron Stasiun Kadipiro yang ada di Solo.
Insiden goresan tersebut menandakan bahwa masih ada stasiun di wilayah Daerah Operasi VI yang akan menjadi wilayah operasi kereta ini tidak dirancang untuk KRL eks buatan Jepang. Badan kereta yang lebih lebar dibandingkan jenis kereta diesel pada umumnya membuat insiden pun terjadi.
Maka, selama uji coba dilaksanakan, alangkah lebih baik penataan jalur KRL yang sekiranya menganggu juga bisa dilakukan dengan baik. Tujuannya agar saat pengoperasian penuh nanti, berbagai insiden yang malah dapat memicu gangguan perjalanan kereta lainnya bisa diminimalisasi.
Kedua, pertimbangan mengenai stasiun yang akan menjadi pemberhentian KRL Jogja-Solo. Dari beberapa sumber resmi yang beredar, nantinya akan ada beberapa stasiun tambahan pemberhentian KRL ini dibandingkan dengan KRD Prameks. Seperti diketahui, KRD Prameks hanya berhenti di Stasiun Yogyakarta, Lempuyangan, Maguwo, Brambanan, Klaten, Purwosari, dan Solo Balapan.
Rencananya, KRL Solo juga akan singgah di Stasiun Srowot, Klaten, Ceper, Delanggu, dan Gawok. Stasiun-stasiun tersebut banyak berada di wilayah Klaten. Sementara ini, para penumpang justru banyak yang naik dari Stasiun Maguwo. Saya sendiri juga salah satu penumpang Prameks yang lebih sering naik dari stasiun yang berada di komplekas Bandara Adi Sucipto itu.
Alasan penumpang banyak naik dari staisun ini adalah aksesnya mudah dan bisa ditempuh dengan Trans Jogja. Dengan integrasi moda transportasi ini, penumpang bisa beralih dengan cepat ke wilayah lain tanpa harus memasuki Kota Jogja. Semisal, saya yang tinggal di wilayah Tempel dan berbatasan dengan Magelang akan lebih mudah turun dan naik dari stasiun ini dibandingkan staisun Tugu atau Lempuyangan jika akan atau dari Solo.
Pengaktifan stasiun yang dekat dengan Stasiun Maguwo juga bisa dilakukan. Stasiun Kalasan misalnya. Stasiun yang tak jauh dari Candi Kalasan ini juga bisa diaktifkan untuk menampung penumpang yang akan naik sehingga tidak perlu naik dari Stasiun Maguwo. Ini juga selaras dengan konsep KRL yang memuat beberapa stasiun aktif dengan jarak yang tak terlalu jauh.
Dengan pengoperasian KRL Solo-Jogja diharapkan akan banyak lagi jadwal kereta yang beroperasi terlebih pada jam-jam sibuk. Untungnya, harapan ini akan bisa terwujud karena menurut Kepala DAOP 6 PT KAI Jogja Asdo Artriviyanto, nantinya akan ada 20 perjalanan setiap hari. Jumlah ini ini hampir dua kali lipat dibandingkan KRD Prameks yang hanya 10 kali perjalanan saja.
Pertimbangan lain yang juga perlu diperhatikan adalah mengenai perlintasan sebidang di wilayah ini yang bisa mengganggu keselamatan. Berbeda dengan kereta diesel yang memiliki suara nyaring, KRL cenderung memiliki intensitas suara yang lebih rendah saat melintas. Akibatnya, banyak pemakai jalan tak menyadari jika ada kereta sedang melintas terutama jika daerahnya baru saja diujicobakan KRL.
Terakhir, mengenai sistem pembayaran tiket juga menjadi pertimbangan.Memang nantinya kereta ini akan menggunakan tiket otomatis. Meski demikian, perlu pertimbangan bagi para calon penumpang yang belum terbiasa dengan model pembelian tiket semacam ini seperti para simbah yang biasa membeli tiket beberapa jam sebelum berangkat. Untuk itu, sekali lagi, sosialisasi dengan efektif mengenai hal ini sangat diperlukan.
Pengoperasian KRL Solo-Jogja memang menjadi sesuatu yang amat diperlukan karena penglajuan warga di dua daerah ini cukup tinggi. Hanya saja, alangkah lebih baik jika pengoperasian ini dilakukan dengan cermat dan tidak tergesa agar bisa dinikmati dengan nyaman oleh banyak kalangan.
Salam.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H