Tahun 2020 bisa jadi pengapesan sekaligus berkah bagi pengelola jasa travel antar kota.
Betapa tidak, bisnis yang biasanya mulus tiba-tiba saja hampir terhenti seketika saat pandemi covid-19 berlangsung. Terlebih, beberapa kota di Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB). Praktis, pergerakan manusia pun menjadi terbatas.
Setiap kota akan dijaga dengan ketat perbatasannya. Tak boleh ada aktivitas keluar masuk manusia satu pun yang melewati perbatasan tersebut. Kecuali, untuk urusan mendesak seperti kesehatan, keamanan, infrastruktur, dan bahan pangan. Jasa travel antar kota yang melayani pergerakan manusia pun menjadi mati suri.
Meski demikian, bagi beberapa oknum, celah untuk tetap menjalankan usahanya masih bisa dilakukan. Semisal menyembunyikan penumpang seunik mungkin hingga melewati jalan-jalan tikus perbatasan antar kota. Nyatanya, meski berbagai trik tersebut dilakukan, masih banyak diantaranya yang akhirnya ketahuan dan berujung sanksi dari petugas yang berjaga.
Kini, dengan pembukaan kembali aktivitas manusia, keadaan pun mulai berbalik lagi. Jasa travel kembali dicari karena beberapa kemudahan yang ditawarkan.
Saya menjadi salah satu konsumen setia jasa travel ini walau harga tiketnya naik cukup fantastis. Dulu, sebelum pandemi mewabah, harga travel Malang-Jogja hanya 140-150 ribu rupiah.Â
Selepas pandemi ini, hampir semua travel mematok harga 200 ribu rupiah. Ada juga beberapa travel yang mematok hingga 250 ribu rupiah sekali jalan karena melewati Tol Trans Jawa. Waktu tempuh Malang-Jogja yang biasanya sampai 8-9 jam kini bisa diperpendek menjadi 5-6 jam saja.
Mengindari rapid tes sebelum perjalanan
Alasan pemilihan saya sebenarnya untuk menghindari kewajiban rapid test yang diberlakukan pada penumpang kereta api jarak jauh. Ini cukup memberatkan saya jika saya harus terpaksa bolak-balik dengan intensitas cukup sering karena alasan mendesak.Â
Kalau sebulan 2 kali bolak-balik, berapa kali jari saya ditusuk jarum untuk diambil darahnya. Kok ya ngilu gitu di samping kantong jebol karena mengeluarkan uang ekstra sebesar 85 ribu rupiah. Maka, menghindari naik kereta api untuk sementara waktu adalah pilihan yang bagi saya dan beberapa orang cukup tepat.
Saya juga menghindari bus untuk mencegah kerumuman di terminal. Tidak hanya itu, saya belum memiliki mental yang kuat untuk bisa melakukan perjalanan bus AKAP Jatim-Jateng-DIY yang terkenal saling balapan antara satu PO dengan PO lainnya. Nyawa saya cuma satu.