Peringatan HUT RI memang sudah lewat lama. Namun, kita akan memasuki bulan-bulan yang juga mengingatkan kita pada peristiwa sejarah. Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober dan Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November nanti adalah beberapa diantaranya.
Tentu, dua momen bersejarah tersebut sangat penting bagi bangsa Indonesia. Terlepas dari pandemi  yang kini mewabah, momen kedua peringatan tersebut seakan menjadi salah satu momen yang baik untuk mengisi pembangunan dalam masa sulit semacam ini.
Tiap tahun, banyak sekali kegiatan untuk memperingati momen peringatan hari besar nasional. Entah di sekolah, kampus, maupun di lingkungan kantor dan masyarakat. Biasanya, ada lomba memakai baju perjuangan, lomba puisi, dan sebagainya. Sama halnya dengan lomba-lomba yang dilakukan saat 17 Agustus lalu, praktis lomba-lomba tersebut  menjadi terhenti seketika.
Ini tak lepas dari larangan berkumpul dalam jumlah banyak. Perayaan pun biasanya hanya dalam bentuk poster dan spanduk yang terpasang saja. Itu pun acapkali hanya sambil lalu saja. Bahkan, saking sibuknya kita dengan aktivitas yang kita lakukan, maka tulisan semangat dan mengingatkan makna hari besar nasional tersebut seakan menguap begitu saja. Tak tampak meriah dan hanya sebagai momen penggugur kewajiban saja.
Amat disayangkan jika momen berharga tersebut hanya lewat begitu saja. Padahal, kedua momen tersebut hanya berlangsung setahun sekali. Tidak hanya itu, jika kita memaknai berbagai kisah perjuangan di dalamnya, rasanya sangat disayangkan.
Kalau dulu para pejuang bisa melewati momen-momen sulit dalam kondisi perang bahkan bencana alam dan kelaparan, mengapa kita tidak bisa mengambil spiritnya?
Maka, salah satu cara untuk bisa mengingat kembali berbagai peristiwa tersebut adalah dengan menampilkan aksi teatrikal. Mungkin ada kebingungan lantaran saat ini masih pandemi. Bagaimana bisa melakukan kegiatan teatrikal? Siapa yang akan menjadi pemainnya?
Sebenarnya bisa saja. Momen belajar dan bekerja di rumah saja sejatinya mempererat hubungan keluarga. Nah, bisa saja, anggota keluarga yang ada menampilkan teatrikal mengenai perjuangan para pahlawan. Entah ada yang menjadi Bung Tomo atau para pahlawan lain yang menggelorakan sumpah pemuda.
Saya selalu terkesima dengan diorama yang dipajang di setiap museum. Diorama yang terbuat dari patung tersebut tampak nyata dengan suara yang menggelegar. Saya yang melihat dari dekat seolah menjiwai isi dari cerita yang tengah diangkat. Suara teriakan, suara tembakan, dan suara derap langkah para pejuang membangkitkan adrenalin saya untuk tetap berjuang demi negara.
Dulu, ketika masih mengajar, sekolah kerap mengadakan acara teatrikal perjuangan. Walau secara sederhana dan tak banyak diikuti siswa, tetapi bagi saya ini lebih seru dibandingkan lomba lainnya. Sensasi perjuangannya dapat serta penjiwaan akan sejarah perjuangannya pun bisa divisualisasikan dengan baik walau tentu ada keterbatasan.
Kini, kegiatan ini bisa dilakukan di rumah saja. Tak harus dilakukan dalam orang banyak, dengan sendirian pun sebenarnya bisa. Apalagi, sekarang marak berbagai aplikasi semacam Tik Tok yang bisa digunakan untuk berkreasi. Daripada menghabiskan waktu ber-Tiktok dengan goyangan tak pantas, alangkah lebih baik diiisi dengan teatrikal perjuangan yang penuh makna.