Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Harkitnas, Momen Menyudahi Upaya Saling Menyalahkan dalam Menghadapi Wabah Corona

20 Mei 2020   11:09 Diperbarui: 20 Mei 2020   11:08 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jejak dr. Soetomo dalam naskah di Museum Perjuangan Yogyakata. - Dokpri

Hari Kebangkitan Nasional diperingati setiap tahun. Namun, saya seakan kehilangan banyak makna dalam setiap peringatan tersebut. Entah, apa yang mendasarinya, yang jelas semakin hari makna "bangkit" dari peringatan ini seakan mulai pudar.

Barangkali, ketika saya menjelajahi jejak sejarah mengenai peristiwa kebangkitan nasional tersebut adalah bukti nyatanya. Salah satunya adalah saat saya menjejaki Museum Perjuangan Yogyakarta. Di museum yang terletak di sebelah selatan Kota Jogja ini, makna kebangkitan nasional seakan tinggal benda yang tak terkubur dalam pergantian masa.

Di museum ini, tepatnya di lantai bawah, ada sebuah ruang khusus bertajuk jejak dr. Sutomo dalam naskah. Jejak dalam naskah ini berarti segala cerita mengenai tonggak perjuangan dalam upaya menyatukan perjuangan bangsa yang bersifat nasional terekap apik dalam berbagai catatan tertulis.

Saya memulai dari sebuah replika berupa ruangan kelas STOVIA, tempat para calon dokter pada masa kolonial itu menempuh pendidikan. Di sana, mereka adalah para penggerak semangat untuk menyatukan bangsa melalui sebuah organisasi. Dari bangku STOVIA ini, bibit-bibit pergerakan nasional dimulai.

Replika kelas STOVIA. - Dokumen Pribadi
Replika kelas STOVIA. - Dokumen Pribadi
Ruang kelas itu amat sederhana. Hanya berupa bangku yang ditata dengan papan tulis di depannya. Sebuah petikan dari dr. Soetomo terpampang jelas agar kita bekerja dan berjuang bagi nusa dan bangsa. Nusa dan bangsa di sini berarti Indonesia yang pada tahun-tahun tersebut mulai didengungkan sebagai simbol perlawanan bersifat nasional.

Dokter Soetomo yang memupuk rasa nasionalisme bangsa Indonesia kerap menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan. Salah satunya ketika didirikan Indonesiche Studei Club (ISC). Perkumpulan ini menerbitkan majalah bulanan bertajuk Soeloh Rakyat Indonesia. Majalah ini kerap menghadirkan artikel propaganda mengenai semangat kebangsaan.

Sayang, berbagai peninggalan tersebut benar-benar tak banyak dimaknai oleh banyak orang. Buktinya, ketika saya berkunjung ke sana, suasana amatlah sepi. Tak ada satu pengunjung pun selain saya yang datang. Padahal, lokasi museum tidak jauh dari Malioboro dan Keraton yang sering dikunjungi oleh wisatawan.

Sepinya pengunjung museum ini paling tidak memberikan sedikit gambaran bahwa makna Hari Kebangkitan Nasional mulai pudar. Tidak usah jauh-jauh, berapa banyak dari kita yang sadar bahwa hari ini adalah Hari Kebangkitan Nasional? Berapa banyak televisi yang mengingatkan kita untuk bisa memaknai Harkitnas di tengah kesulitan yang kini dialami bangsa Indonesia?

Soeloeh Rakyat Indonesia, media propaganda nasionalisme awal pergerakan nasional. - Dokpri
Soeloeh Rakyat Indonesia, media propaganda nasionalisme awal pergerakan nasional. - Dokpri
Padahal, jika sedikit merenungkan apa yang dilakukan oleh dokter Soetomo dan kawan-kawan dalam menggalang dukungan agar bangsa ini bisa bersatu amatlah berat. Mereka kerap mendapat intimidasi dari penjajah Belanda lantaran kerap mempropagandakan persatuan bangsa Indonesia. Bangsa Belanda takut jika bangsa Indonesia bersatu maka akan menuntut kemerdekaan dan bisa mengusir mereka.

Namun, apa yang dilakukan para tokoh pergerakan nasional amatlah patut ditiru. Mereka tetap semangat dalam menyebarkan propaganda persatuan dan menggalang dukungan dari elemen bangsa di berbagai daerah. Puncaknya, momen Sumpah Pemuda yang kemudian juga menjadi tonggak bangsa Indonesia pun terjadi. Berkat momen kebangkitan nasional dengan pendirian Budi Utomo, bangsa kita sadar bahwa untuk menghadapi segala rintangan, maka bersatu adalah kunci. Sesulit apa pun tantangan yang dihadapi, maka kita akan bisa menghadapinya.

Sayang seribu sayang, dengan pudarnya momen kebangkitan nasional ini, maka bangsa kita yang kini sedang mengalami banyak cobaan malah kehilangan momen itu. Bukannya bersatu untuk bangkit, kita malah sibuk memperkeruh dengan saling menyalahkan antara satu dengan lainnya. Kita malah sibuk menyelamatkan diri kita masing-masing dan mencari panggung padahal banyak sekali saudara sebangsa kita yang harus dibantu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun