Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Berdamai dengan Hormon Pengatur Lapar agar Tidak Kalap Belanja Makanan

2 Mei 2020   04:00 Diperbarui: 2 Mei 2020   06:21 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ada ayam goreng, ada nasi lemak, ada serabi, ada ini, ada itu hmmmmmm........ nak makan semua..."

Kalimat di atas mengingatkan saya pada Ipin, adik dari Upin yang begitu bergairah ketika menunggu waktu berbukan puasa. Rasanya, segalanya ingin sekali disantap dan dimasukkan dalam lambung. Rasanya pula, tubuh ini bak manusia berukuran raksasa yang siap melahap apa saya yang ada di depan kita.

Padahal, kala azan maghrib sudah berkumandang, baru saja seteguk air hangat masuk ke dalam kerongkongan dan dilanjutkan dengan beberapa buah roti atau kudapan lain, perut ini seakan sudah begah. Sudah tak berniat lagi makan makanan berat yang harusnya disantap selepas salat.

Yakin seribu yakin, keinginan makan dan berbelanja makanan menjadi keinginan sebagian besar umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa. Bau harum masakan tetangga dan foto Instagram mantan yang terekam juga menjadi salah satu faktor di dalam diri untuk membeli, memasak, atau mengumpulkan makanan dalam jumlah banyak sebelum azan berkumandang.

Hmmmmm...... siapa coba yang tidak merasa lapar? - Dokumen pribadi
Hmmmmm...... siapa coba yang tidak merasa lapar? - Dokumen pribadi
Jika ditelisik lebih mendalam, sebenarnya ada sebuah fenomena di dalam tubuh kita yang disebut sebagai lapar palsu. Lapar palsu atau lapar semu ini terjadi karena kita sudah merasa bosan dengan menunggu waktu berbuka yang cukup lama. Menunggu dengan bermain media sosial atau pun dengan duduk terdiam sambil dipandu bau masakan.

Apa pasal?

Di dalam tubuh kita, ada beberapa hormon yang bekerja. Salah satunya memiliki peran untuk meningkatkan keinginan makan. Hormon ini akan semakin terpacu dengan penurunan kadar glukosa dalam tubuh saat hipotalamus melepaskan impuls ke batang otak. Efek ini akan semakin besar jika kita berada pada waktu tertentu semisal puasa.

Hormon tersebut bernama ghrelin. Pada waktu normal saat tubuh sedang tidak berpuasa, produksi hormon ini akan cenderung stabil. Namun, ketika berpuasa, hormon ini akan sedikit meningkat dan cukup lama untuk berkurang kembali. Nah, sebenarnya kadar ghrelin di dalam tubuh ini bisa dikontrol dengan makanan yang mengandung nutrisi yang tepat.

Makanya, ketika tubuh kita menerima sinyal lapar semu ini dan ingin makan makanan yang kurang bernutrisi seperti gorengan, kadar ghrelin ini sebenarnya akan tetap tinggi pada hari-hari selanjutnya. Ini juga akan memicu lapar semu yang menyebabkan kita cenderung untuk membeli makanan dalam jumlah banyak terutama saat siang hari atau menjelang berbuka puasa.

Uniknya, kebanyakan orang tidak menyadari bahwa pengaturan rasa lapar di dalam tubuh tidaklah semudah itu. Ada banyak hormon yang bekerja secara stimultan sehingga kita benar-benar memiliki keinginan yang kuat untuk menyantap makanan dalam jumlah banyak meski tubuh kita sudah menolak. Selain ghrelin, ada juga leptin yang mengirimkan sinyal kenyang ke otak di dalam tubuh.

Rasa lapar tidak semudah membayangkan ketika kita berpuasa maka kita akan terus merasa lapar. Hormon ghrelin akan memuncak pada hari pertama dan kedua puasa. Pada dua hari pertama ini, rasanya keinginan untuk belanja makanan sangat kuat. Banner "Marhaban Ya Ramadan" dengan embel-embel diskon makanan semakin membuat kita benar-benar ingin berbelanja. Pada hari-hari selanjutnya, jika tubuh kita normal, hormon ini akan mulai turun meski kadarnya tentu lebih tinggi dari hari biasa.

Makanya, pada hari keempat dan seterusnya, keinginan untuk berbelanja makanan dengan jumlah banyak mulai menurun. Saya pun pada hari keempat dan seterusnya lebih pasrah kepada apa yang dimasak oleh ibu atau adik perempuan saya dan tidak memiliki keinginan menggebu membeli bahan makanan yang rencananya saya masak selepas salat Tarawih.

Ilustrasi kadar hormon ghrelin saat tinggi dan diikuti nafsu makan tinggi (kiri) dan saat rendah (kanan). ask-jansen.com
Ilustrasi kadar hormon ghrelin saat tinggi dan diikuti nafsu makan tinggi (kiri) dan saat rendah (kanan). ask-jansen.com
Mengonsumsi makanan tinggi protein menjadi salah satu cara agar hormon ini tetap terjaga dengan baik dan kita tidak mengalami lapar semu berlebihan.  Sebenarnya, selain mengonsumsi makanan yang bernutrisi, lapar semu ini bisa saja dikontrol dengan banyak hal. Tidur yang cukup adalah salah satu solusinya. Kurang tidur dapat menyebabkan kadar ghrelin meningkat dan saat kita terjaga pada siang hari, rasa lapar itu akan memuncak. Kurang tidur juga membuat hormon leptin yang dibutuhkan untuk merasa kenyang menjadi kurang optimal dan kita akan terus merasa lapar dan lapar.

Konsumsi air dan mengurangi stress juga bisa menjaga kita tidak kalap berbelanja makanan saat berpuasa ini. Ketika tubuh kita stress, hormon di dalam insulin bekerja tidak secara optimal. Kadar glukosa pun yang sebenarnya cukup menjadi kurang dan kita akan merasa lapar dan ingin membeli banyak makanan.

Intinya, kalap belanja makanan sebenarnya berhubungan dengan pengaturan hormon di dalam tubuh. Semakin kita berdamai dengan hormon tersebut dengan melakukan berbagai tindakan yang sesuai diajarkan Rasulullah, maka kita akan terhindar dari fenomena tersebut.

Sebaliknya, jika kita tetap memiliki pola hidup yang tidak sehat, meski berpuasa, kita tidak akan bisa menjaga makanan yang kita beli dan kita konsumsi. Bahkan, beberapa diantaranya malah terbuang akibat rasa kenyang yang datang tiba-tiba. Kalau sudah begini kan jadi mubazir padahal masih banyak saudara kita yang membutuhkan makanan akibat pandemi ini.

Jadi, mari berdamai dengan hormon di dalam tubuh kita agar tidak kalap belanja makanan.

Sumber:
(1) (2) (3) (4)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun