Menjalani puasa Ramadan dengan penyakit GERD - penyakit refluks asam lambung - Â yang diderita bukanlah hal mudah. Bayangan rasa sakit yang amat sangat lantaran perut melilit dan sendawa yang tiada akhir menjadi momok tersendiri. Belum lagi rasa lemas yang timbul akibat tubuh melawan rasa sakit tersebut juga tak bisa dipungkiri menjadi halangan utama para penderita GERD untuk bisa kuat menjalani puasa.
Namun, puji syukur pada Tuhan, selama saya menderita GERD sejak 7 tahun lalu saya tidak pernah bolong sama sekali menjalani ibadah puasa. Saya malah baru menderita GERD ini pada beberapa hari selepas puasa berakhir lantaran pola makan saya yang tidak karuan pada hari pertama dan kedua Idulfitri. Dari sini saya belajar bahwa sebenarnya bahwa menderita GERD bukanlah halangan untuk menjalankan ibadah puasa.
Tentu, modal utama untuk menjalani ibadah ini adalah niat yang kuat. Niat untuk benar-benar berserah diri pada Tuhan agar bisa menjalani puasa dengan kuat. Tanpa niat yang kuat, tidak hanya penderita GERD saja, orang yang sehat pun tak akan mampu menjalankan puasa.
Niat ini saya utamakan. Saya selalu berpasrah diri dan berharap ada karya dari Tuhan yang akan bekerja pada saya selama puasa Ramadan. Walau sering, beberapa hari sebelum puasa, penyakit ini pernah kambuh.
Selepas niat dimantapkan, tentu saya memiliki logika yang masuk akal untuk menghindari makanan yang bisa menimbulkan gas di lambung atau menciderai dinding lambung saya. Mie instan dan santan adalah dua bahan makanan yang menjadi pemicu lambung saya bisa sakit dalam jangka waktu lama. Menghindari dua makanan itu adalah hal utama yang saya lakukan selama sebulan penuh.
Saya pun menahan diri untuk tidak berbuka dengan es dawet, es buah, dan lain sebagainya. Cukup air putih hangat dan gula yang menjadi menu andalan berbuka. Terlihat tidak mengenakkan tetapi jika sudah dijalani dengan rutin, maka akan terbiasa dan manfaatnya sangat terasa.
Untuk makanan pedas, saya masih bisa menoleransi. Yang penting, tidak memiliki level pedas yang tinggi sehingga gas di dalam lambung bisa terproduksi dengan berlebihan. Minuman yang asam pun juga benar-benar saya hindari.
Hal lain yang menjadi perhatian bagi para penderita GERD adalah mengenai porsi makan. Menghantam lambung dengan makanan dengan jumlah yang sangat banyak adalah hal yang sangat tidak dianjurkan selama berbuka puasa.Â
Makanya, selepas azan berkumandang, selain minum air putih hangat, saya hanya makan beberapa roti kecil. Lalu, melanjutkan makan nasi dengan porsi sedikit selepas salat Maghrib. Kalau masih lapar, saya makan roti lagi sebelum tidur. Tapi ini jarang sekali terjadi karena selepas saya makan nasi, perut rasanya sudah begah.
Menderita GERD ternyata juga memberi efek bagus mengenai masalah porsi makan ini. Dulu, sebelum saya menderita GERD, rasanya ingin melahap apa saja makanan di depan saya beberapa saat setelah azan magrib berkumandang. Kini, setelah mengetahui efek tersebut tidak baik bagi lambung dan efek tersebut secara nyata sudah saya rasakan dengan tidak bisa khusyuk saat salat Tarawih, pola makan yang buruk itu pun saya tinggalkan. Ini juga sesuai anjuran Rasulullah untuk memberikan ruang di dalam lambung untuk air, makanan, dan udara.
Tidak langsung tidur selepas sahur juga kunci bisa bertahan dengan penyakit GERD selama puasa. Ini sangat penting karena refluks asam lambung akan langsung terjadi jika kita tidur selepas sahur. Bagi penderita GERD yang klep lambung bagian atasnya sudah aus, malah akan membuat penyakit ini makin parah.