Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Corona Menyebabkan Kita Berpikir Ulang untuk Membuat Buka Puasa Bersama Hanya Sekadar Wacana

23 April 2020   07:49 Diperbarui: 23 April 2020   08:16 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buka puasa bersama siswa dan wali murid sebelum saya risen. - Dokumen Pribadi

Dua orang mahasiswi bolak-balik menghubungi entah siapa di sebuah warung makan lesehan di Sleman Jogja, pertengahan puasa tahun lalu. Waktu berbuka sudah hampir tiba dan pelayan warung makan tersebut terus menghantarkan makanan piring demi piring di atas meja makan.

Saya melihat ia tampak gugup karena ternyata dari sekian banyak rekan yang akan buka bersama bersama keduanya, tidak lebih dari sepuluh orang yang hadir. Padahal, kapasitas tempat makan bersama itu sekitar 25 orang. Atau, tak sampai separuh dari anggota buka bersama yang hadir.

Bersamaan dengan itu, saya membaca beberapa utasan di Twitter mengenai orang-orang yang harus menelan kekecewaan karena buka bersama yang dihadirinya tidak banyak yang datang. Yang membuat miris, makanan sudah tersaji dan akhirnya bingung untuk diapakan. Pastinya, bingung siapa yang akan membayar makanan sebanyak itu.

Pengalaman pribadi, saya pernah mengadakan acara makan bersama bersama teman lama yang diawali dengan berderma di sebuah panti asuhan. Rekan-rekan sudah menyusun rencana dan kami semua sepakat akan buka bersama di salah seorang teman. Kebetulan, ibu teman saya tersebut bersedia memasak untuk kami semua.

Eh, saat hari-H, satu per satu teman yang awalnya berniat hadir membatalkan acara begitu saja. Terutama, yang berasal dari luar kota. Yang datang pun ya yang dari dalam kota saja. Ya loe lagi loe lagi. Dalam hati saya sangat menyesal terutama saat melihat aneka masakan yang sudah dihidangkan oleh teman saya. Namun ya bagaimana lagi.

Berbagai kejadian tak mengenakkan mengenai buka bersama itu selayaknya jadi pelajaran terutama pada musim pandemi korona ini. Saat acara kumpul-kumpul bersama sangat mahal harganya dan tidak mungkin dilakukan. Ini menjadi waktu yang tepat untuk instropeksi diri bagi mereka yang senang membuat acara buka bersama hanya sekadar wacana.

Buka bersama yang maksud sebenarnya baik untuk menjalin silaturahmi malah dapat membuat tali silaturahmi itu putus. Bagi sebagian orang, tidak mudah untuk menerima mereka yang gampang sekali membatalkan janji. Padahal, janji adalah hutang yang harus dipenuhi.

Memang, ada kalanya kita sibuk dengan pekerjaan kita dan berbagai permasalahannya. Dalam hati kecil, untuk meredakan ketegangan itu, buka bersama adalah salah satu solusi. Tetapi, dengan melihat penatnya pekerjaan, sudah sepantasnya kita bisa memperkirakan waktu luang kita dengan baik. Jika memang tidak bisa hadir ya lebih baik berkata tidak. Atau, bisa menjadi 50:50 dan memberikan janji untuk memberi kabar sebelum buka puasa bersama dilakukan.

Kita tidak tahu apakah yang mengorganisasi buka bersama benar-benar memiliki waktu atau uang. Kadang, mereka berkorban waktu dan uang untuk mengadakan acara itu dengan harapan ada banyak temannya yang datang. Kalau melihat pengorbanan mereka dalam mencari tempat dan meluangkan waktu dan ada banyak anggota yang tidak hadir, rasanya kok zalil sekali.

Ada adagium pula buka bersama akan menjadi wacana bagi para pelemparnya. Tidak akan tindakan lanjut dari sang pelempar wacana itu. Malah, anggota pertemanan lain yang secara aktif mengadakan kegiatan ini. Sementara, hingga akhir puasa, sang pelempar wacana entah hilang ke mana. Ini tentu banyak sekali dialami oleh banyak orang. Saat awal puasa, suara "Ayo bukber" menyeruak.

Corona mengubah segalanya. Kegiatan buka bersama menjadi kegiatan yang terlarang dilakukan. Entah sampai kapan, untuk tahun ini wacana buka bersama akan menjadi utopia. Namun, di balik itu, ada hikmah pula yang bisa diambil.

Buka bersama keluarga jadi lebih intens. Percakapan antar anggota keluarga menjadi lebih baik karena dalam sebulan penuh ini berbuka puasa akan dilakukan di rumah saja. Jikalau pada tahun-tahun sebelumnya hampir tiap bulan setiap anggota keluarga pergi berbuka puasa dengan komunitasnya sendiri-sendiri, kini hal itu tak akan terjadi.

Corona juga membuat kegiatan buka bersama yang dilanjutkan dengan nongkrong bersama pun tak akan bisa terjadi. Biasanya, bukannya ibadah, setelah buka puasa bersama malah dilanjutkan dengan kongkow bersama. Alasan jarang bertemu pun jadi acuannya. Padahal, kalau mau, kegiatan itu bisa dilakukan sebelum waktu berbuka dimulai.

Ini juga jadi renungan untuk memanfaatkan waktu ibadah tarwih dan ibadah lainnya dengan sebaik-baiknya. Ibadah yang sering terganggu dengan acara buka bersama kini bisa lebih difokuskan. Tak ada lagi distraksi buka bersama yang menjadi alasan untuk tidak salat tarawih.

Terakhir, lantaran wacana buka puasa bersama akan hilang akibat wabah corona ini, maka ini momen terbaik untuk berbagi kepada sesama. Dana yang digunakan untuk buka bersama bisa teralihkan untuk membantu mereka yang sedang mengalami kondisi sulit di musim pandemi ini. Hitung saja, jika setiap buka puasa bersama menghabiskan sekitar 20.000 hingga 25.000 rupiah, berapa rupiah yang bisa kita sisihkan untuk membantu bersama. Lantaran, makan bersama keluarga akan jauh lebih murah.

Bisa jadi, corona adalah tamparan keras bagi kita yang suka mempermainkan acara buka bersama dan menggunakannya sebagai wacana. Sesuatu yang terlihat remeh, tetapi jika direnungkan secara mendalam, adanya penyakit ini benar-benar memiliki pelajaran yang bermakna. Bagi mereka yang suka menggampangkan acara buka bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun