Bahkan, ada juga guru yang menjemput bola menghubungi siswa dengan tipe seperti ini atau siswa yang memang butuh perhatian lebih di kelas. Ini pernah terjadi saat saya melakukan les virtual dengan salah satu siswa yang kemudian ia mendapatkan pesan agar segera mengangkat telepon dari guru kelasnya.
Saya pun menjeda kegiatan les virtual kemudian menanyakan apa yang dibicarakan mereka dalam waktu sekitar 15 menit itu. Rupanya, sang guru bertanya tentang kegiatan siswanya dan memastikan apakah ia paham dengan materi yang tengah dipelajari. Saat siswa saya menjawab bahwa ia sedang belajar virtual bersama saya, sang guru kelas pun semakin memberikan semangat. Guru tersebut bahkan meminta kontak saya dan kami menjalin komunikasi untuk bisa memberi treatment terbaik bagi siswa tersebut lantaran ia ditinggal ayahnya meninggal dan ibunya bekerja di luar negeri. Ia hanya tinggal bersama sang nenek.
Model-model guru semacam inilah yang sebenarnya dibutuhkan saat ini. Ia harus menjemput bola terhadap perkembangan belajar siswa-siswinya. Ia yang paham dengan kondisi muridnya akan bisa memperkirakan siapa saja yang akan kesulitan belajar lantaran tidak semua siswa mampu meneyrap materi dengan hanya membaca buku. Ada banyak siswa yang harus diterangkan berulang agar bisa paham, terutama untuk pelajaran matematika. Dan tidak semua siswa tinggal bersama orang dewasa yang mampu membantu mereka menghadapi kesulitan tersebut.
Sayangnya, tipe guru seperti sangat bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan, tipe guru memberikan soal dan menghubungi siswanya saat pengumpulan adalah tipe terbanyak. Mengapa ini bisa terjadi?
Karena kebanyakan laporan guru kepada sekolah atau pengawas hanya berupa google form yang bisa dimanipulasi. Seperti yang harus dilaporkan ibu saya setiap hari. Di sana, guru hanya diminta untuk melaporkan apa yang dilakukan selama sehari dengan 4 kali jenis kegiatan. Mirisnya, kegiatan yang dilaporkan hanya seputar memberi semangat, mengajak berdoa, mengingatkan untuk berjemur pagi, mengingatkan siswa untuk mengerjakan serta memneri pengumuman bahwa sudah saatnya mengumpulkan tugas. Ada pula kolom jumlah siswa yang sudah menanggapi instruksi dari sang guru.
Namun, pada formulir tersebut, tidak ada laporan berapa siswa yang kesulitan mengerjakan tugas, berapa siswa yang berhasil menyelesaikannya, dan apa yang telah dilakukan guru untuk membantu siswa yang kesulitan belajar. Serta, kolom mengenai bagaimana bagaimana metode yang telah dilakukan guru agar siswa bisa belajar, semisal melakukan video konferensi atau menelepon siswa satu per satu.
Memang, ini kembali kepada kebijakan sekolah dan pengawas masing-masing. Beberapa hari yang lalu, ibu saya juga diminta mengisi google form dari pengawas seputar perkembangan kegiatan pembelajaran. Alih-alih memberi masukan, kegiatan ini hanya sebatas menggugurkan kewajiban supervisi kelas yang memang menjadi tanggung jawab pengawas. Kolom google form pun juga hampir serupa walau ada bagian yang menanyakan masalah yang dihadapi guru saat pembelajaran. Untuk tindak lanjutnya, hingga hari ini ibu saya belum mendapatkan kabar.
Sebenarnya, kepala sekolah dan pengawas bisa melakukan supervisi secara daring dengan masuk WAG kelas. Mereka bisa memantau kegiatan pembelajaran selama beberapa hari. Tentu, dengan jadwal yang telah dibuat sebelumnya lantaran keterbatasan jumlah pengawas sekolah. Kegiatan ini setidaknya bisa menjadi salah satu cara untuk mengetahui kesulitan yang dialami guru. Dan tentunya, mereka bisa mengecek apakah guru yang bersangkutan melaksanakan tugasnya dengan baik atau belum. Sudahkah mereka memberi penjelasan kepada siswanya terutama yang belum paham atau hanya sekadar menyapa dan menagih tuga siswa.
Belajar di rumah juga termasuk memantau kegiatan pembelajaran dari rumah. Ini yang harus dipahami dan digarisbahwahi. Guru dan siswa tidak bisa bertempur sendirian dalam pertarungan pandemi layaknya perawat dan dokter. Perlu dukungan dari pihak lain terutama pemangku kebijakan.
Terakhir, untuk guru bimbel di seluruh Indonesia, tetap semangat bertahan berjuang menghadapi gelombang pertanyaan siswa yang belajar di rumah entah sampai kapan. Tetap jaga kesehatan terutama jempol dan mata agar tetap bisa melayani mereka. Tetap jaga kuota internet karena bisa jadi kita semua adalah salah satu garda terdepan saat pembelajaran virtual ini.