Saya itu sebenarnya tipikal orang yang tidak terlalu suka jika diamanahi segala hal yang berhubungan dengan uang. Banyak atau sedikit kalau bisa saya menghindari tugas ini. Semisal, menjadi bendahara.Â
Alasannya, selain saya tidak mau mendapatkan beban kerja ekstra dengan menghitung dan mencatat pemasukan serta pengeluaran, saya takut kalau uang yang saya bawa katut. Alias, terpakai untuk kebutuhan pribadi.
Memang, dalam hati kecil jangan sampai ada niatan sedikit pun untuk mengambil uang tersebut, tetap saja godaan itu ada. Terlebih, saat ada kebutuhan mendadak dan tidak ada uang cash yang cukup di tangan. Uang yang dibawa pun biasanya akan dipakai terlebih dahulu dan kemudian akan digantikan nanti jika sudah ke ATM atau mendapat uang cash.
Jujur, pengalaman semacam ini cukup banyak dialami oleh siapa pun. Termasuk, para guru yang kerap membawa uang tabungan siswanya. Ketika kita bersekolah dulu, pasti sering mendapat pengalaman menabung di buku tabungan bergambar belakang Garuda Pancasila aneka warna tersebut.Â
Kita pun menabung kepada wali kelas yang hasilnya biasanya digunakan untuk membeli buku pekajaran pada kenaikan kelas lantaran dulu buku pelajaran tidak disubsidi oleh pemerintah.
Nah, ketika saya pernah menjadi wali kelas, maka giliran saya yang mengumpulkan tabungan dari siswa-siswi saya. Awalnya, memang ada peraturan bahwa wali kelas sebaiknya tidak mengumpulkan tabungan dari siswanya dengan beberapa alasan tertentu.Â
Salah satunya, selain takut digunakan untuk kepentingan pribadi, pengumpulan tabungan ini juga malah menambah beban kerja wali kelas yang sudah sangat banyak. Terlebih, saat ini tugas administrasi guru kelas juga sudah seabrek. Jika ditambah mencatat dan menghitung tabungan siswanya, bisa-bisa waktu sang guru habis untuk itu.
Untuk itulah, di sekolah saya dulu, tabungan yang bersifat pribadi dikumpulkan melalui bank yang datang ke sekolah. Siswa yang ingin menabung bisa membuka di bank tersebut dan menyetrokan tabungannya dengan minimal 10.000 rupiah.Â
Tiap minggu petugas bank akan mencatat siapa saja siswa yang menabung, mulai kelas 1 hingga 6. Nantinya, jika siswa sudah berada di kelas 6, tabungan tersebut bisa diambil sebagai bekal pendidikan pada jenjang yang selanjutnya. Dengan demikian, wali kelas sudah tidak lagi mengurusi masalah tabungan ini.
Meski demikian, ternyata ada saja momen saat wali kelas juga masih harus mengurusi buku tabungan. Salah satunya adalah tabungan yang digunakan siswa untuk kegiatan darmawisata atau outbound.Â
Lantaran ada kebijakan bahwa tidak ada tarikan untuk kegiatan semacam itu yang akan membebani wali murid, maka pihak paguyuban kelas pun memiliki ide untuk menabung sedikit demi sedikit.