Selasa (5/11/2019) kemarin, masyarakat dikejutkan dengan adanya sebuah SD Negeri yang ambruk di Pasuruan.
Peristiwa yang menyebabkan jatuhnya 2 korban jiwa dan puluhan lainnya luka-luka itu terjadi begitu cepat. Empat ruang kelas belajar luluh lantak dan menyisakan puing-puing dan kisah kepiluan.Â
Peristiwa ini juga membuat daftar panjang peristiwa serupa yang kebanyakan berlangsung di Sekolah Dasar. Memberi bukti nyata bahwa masih ada bangunan sekolah yang tak aman untuk dijadikan ruang belajar.
Mirisnya, bangunan sekolah yang ambruk tersebut baru saja mengalami rehab. Menurut pihak kepolisian, bangunan itu direhab sekitar tahun 2017. Logikanya, kondisi bangunan masihlah baru dan harusnya tahan hingga puluhan tahun ke depan. Nyatanya, tanpa ada gangguan -- seperti gempa bumi dan angina kencang -- empat kelas di SD tersebut ambruk seketika. Masyarakat pun bertanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang salah dengan sistem rehabilitasi gedung yang membuat banyak siswa SD dan guru menjadi korbannya?
Sekilas Tentang Rehab Gedung SD
Proses rehab gedung sekolah merupakan pekerjaan yang membutuhkan banyak biaya. Pekerjaan ini tidak boleh dibiayai oleh Dana BOS. Sekolah yang ingin bangunan kelas atau bangunan lokalnya direhabiltasi biasanya mengajukan proposal kepada Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten untuk diteruskan ke pusat.Â
Propasal ini berisi kondisi fisik bangunan sekolah yang sudah tak layak pakai beserta segala identitas sekolah terutama ukuran dan letak ruang yang ingin direhabilitasi.
Jika proposal disetujui, maka akan ada dari pihak Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten dan beberapa instansi terkait yang akan meninjau kondisi fisik bangunan. Beberapa waktu kemudian, barulah pihak sekolah diminta untuk mengosongkan gedung yang akan direhab tersebut dan mempersiapkan diri sebelum gedung direhab.
Biasanya, dana rehabiltasi sekolah ini berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Tiap sekolah bisa jadi berbeda sumber pendanaannya. Yang pasti, biaya rehab gedung sekolah ini bukan dari dana BOS.
Sekolah Bukan Penanggung jawab Utama
Mengingat dana yang digunakan bukan dari dana BOS, maka pihak sekolah tidak menjadi penanggung jawab utama dalam proses rehabilitasi gedung ini. Penanggung jawab tentu pada pemerintah dan pihak kontraktor yang telah ditunjuk. Meski demikian, bukan berarti pihak sekolah bisa lepas tangan saat proses rehabilitasi gedung berlangsung.
Pihak sekolah harus tetap memantau segala hal yang terjadi selama dan setelah proses rehabilitasi gedung. Biasanya, pihak Dinas Pendidikan akan mengontak secara berkala kepala sekolah mengenai pembangunan gedung. Mereka akan bertanya apa ada kendala teknis selama proses rehabilitasi gedung.