Makanya, saya termasuk diantara sedikit blogger yang tidak memiliki FP Facebook dan menuliskan bio saya di berbagai media sosial apa adanya. Ya hanya suka menulis.Â
Saya tidak ingin dikenal sebagai blogger yang tampak anggun dalam kulitnya tapi isinya mengecewakan. Saya hanya ingin dikenal lewat tulisan saya, yang meski orang tidak membaca dulu siapa yang menulis tetapi akan langsung mengenali itu adalah tulisan saya.
Ini tidak mudah tetapi akan sangat menyenangkan jika kita bisa melakukannya. Di kala gempuran perkembangan dunia digital yang membuat banyak blogger berlomba-lomba untuk  mendapatkan job, award, dan sederet prestasi lain.Â
Tetapi, mereka kadang lupa bahwa tujuan mula blogger menulis sebenarnya bukanlah mengejar itu semua. Kalaupun semua itu didapat, itu hanyalah bonus yang seharusnya menjadi pelecut semangat untuk meningkatkan kualitas lebih baik lagi.
Dus, kala seseorang disebut blogger, maka tulisan yang lahir dari pemikirannya yang seharusnya  lebih dititikberatkan. Walau perkembangan dunia digital juga menyaratkan kualitas gambar di Instagram dan kualitas video di YouTube harus dikuasai oleh seorang blogger, tetapi tulisan tetaplah yang terdepan.Â
Ia akan selalu menjadi pembeda blogger dengan pekerja konten lain, semisal selebgram ataupun YouTuber. Kadang, hati ini merasa miris ketika melihat seseorang yang melabeli dirinya blogger tetapi jumlah tulisannya sungguh minim. Berbanding terbalik dengan foto instagramnya yang jauh mendominasi.
Di suatu komunitas blogger yang saya ikuti, sang pengurus kerap mengadakan kegiatan One Day One Post (ODOP) untuk mendongkrak tulisan organik. Untuk meningkatkan produktivitas anggota dan membuat penilaian blog lebih tinggi di mat mesin pencari. Tentu, kegiatan ini sangatlah baik dan harus diapresiasi.
Sayangnya, tak banyak blogger yang mau mengikutinya. Grup ODOP yang dibentuk pun kehilangan satu per satu anggotanya. Ada yang beralasan sibuk dan tak mampu memenuhi tugas menulis yang dirasa temanya sulit.Â
Ada yang merasa, topik yang diberikan terlalu sulit untuk mereka tulis. Padahal, topik yang diberikan ya seputar kehidupan sehari-hari. Â
Lantas, sebuah petikan ujaran dari pengurus komunitas pun saya amini. Ia menyatakan kemirisannya lantaran ketika ada usaha untuk menggalakkan kegiatan menulis malah tidak ada yang berminat. Alasannya, apa lagi kalau tak ada uang yang didapat.
Antusiasme ODOP ini berbanding terbalik dengan ajakan untuk kampanye produk tertentu yang seperti semut mengerubungi gula. Kuota yang disediakan habis dalam hitungan detik.Â