Di sebuah kantor kelurahan di Kota Malang, tampak ramai oleh anak-anak seusia SD yang duduk di pinggir jalan di samping kantor tersebut. Mereka sedang tidak akan mengikuti sebuah acara di tempat itu karena saat itu sedang tutup.
Dengan duduk manis dan tanpa menghiraukan lalu lalang orang di sekitarnya, mereka seakan sedang bersantai di rumah sendiri.
Mulanya, saya bertanya dalam hal apa kiranya anak-anak itu mendatangi kantor kelurahan? Tak adakah acara lain yang lebih bermafaat? Bersepeda misalnya ataupun bercengkrama bersama keluarga. Mendekati mereka dengan seksama, barulah saya paham. Mereka sedang memperebutkan kuasa atas sinyal Wifi publik yang dipancarkan dari kantor kelurahan tersebut.
Memang, saat ini di Kota Malang terdapat beberapa area bebas internet bagi masyarakat terlebih di kantor pemerintahan dan taman kota. Di kota lain pun sama. Semua orang berhak mendapatkan hak yang sama di bidang komunikasi ini.
Sayangnya, tanpa disadari, adanya tempat-tempat semacam ini justru digunakan secara leluasa oleh anak-anak untuk meneruskan kegiatannya di depan layar gawai. Apalagi, hari Sabtu dan Minggu, dua hari libur sekolah dapat mereka gunakan sepuasnya mengakses internet di fasilitas umum.
Lebih mirisnya lagi, orang tua yang kebanyakan sibuk bekerja, sering kurang awas menjaga putra-putrinya semacam ini. Kalau mereka main gim daring ataupun membuka video hiburan biasa, tentu tak masalah.
Yang jadi masalah adalah jika mereka membuka hal-hal tak baik yang bisa saja dilakukan karena di tempat-tempat tersebut tanpa ada aturan ketat mengenai apa saja yang boleh dibuka dan tidak.
Maksudnya, tak ada pengawasan yang komperhensif kepada anak-anak di tempat semacam ini. Selain itu, adanya orang dewasa yang juga ikut mengakses internet di tempat umum. Bisa saja, ada oknum orang dewasa yang mengajarkan kepada anak-anak di tempat tersebut untuk membuka hal-hal yang tidak baik.
Atau, kala ada orang dewasa membuka situs semacam itu, ada anak-anak yang ingin tahu. Namanya juga anak-anak pasti ada rasa ingin tahu yang tinggi. Ketika ada sebuah video atau meme yang viral dan dimulai dari orang dewasa, maka anak-anak juga bisa saja ikut mengunduh bahkan menyebarkan ke temannya.
Ketika masih mengajar dulu, saya kerap membaca status WA yang tidak senonoh diunggah oleh anak-anak didik saya. Ketika saya menanyakan dari mana dia mendapatkan hal itu, dengan entengnya ia berkata dari temannya yang sering berselancar di dunia maya di tempat umum.
Temannya sering datang ke sana lantaran jika di rumah tak mendapatkan fasilitas internet. Artinya, adanya tempat-tempat semacam ini, meski baik untuk akses informasi dari masyarakat, namun riskan jika tidak diimbangi dengan upaya untuk memantau anak-anak yang juga ikut menggunakan fasilitas ini.