Hari-hari belakangan, laman YouTube saya lebih banyak memutar tayangan Sinetron Cinta Fitri Season 3.
Walau masih tertinggal beratus-ratus episode dari episode terbaru yang ditayangkan oleh channel production house sinetron tersebut, saya masih istiqomah melihat adegan demi adegan tiap malam.Â
Keseruan cerita yang dimainkan artis Teuku Wisnu, Shireen Sungkar, dan Dinda Kanya Dewi dalam beradu akting seakan membuat tangan tak bisa lepas dari genggaman gawai.
Kadang, jika sedang bosan, saya juga mulai menjelajahi sinetron-sinetron lain sebagai selingan. Ada Tersanjung, Tersayang, dan beberapa sinetron komedi seperti Jin dan Jun, Tuyul dan Mbak Yul, ataupun Jinny oh Jinny.Â
Entah, sejak mendeklarasikan diri anti sinetron Indonesia beberapa waktu terakhir, nyatanya saya masih betah menikmati sinetron jadul yang diputar sepuluh tahun lalu ataupun lebih.
Mungkin, apa yang saya rasakan juga terjadi pada beberapa penonton lain. Nostalgia, keinginan untuk mendapat hiburan rasa lokal, hingga satu hal yang tidak bisa dimunafikkan adalah jawaban utama mengapa sinetron jadul digemari kembali. Jawaban itu adalah kualitas sinetron Indonesia saat ini tak terlalu baik.
Sebelum saya kemukakan beberapa alasannya, sebuah iklan dari TV Malaysia yang menyinggung sinetron Indonesia tayang beberapa waktu lalu. Di dalam iklan tersebut, dinarasikan seseorang asal Malaysia yang sedang gemas melihat sebuah sinetron Indonesia.
Adegan sinetron memperlihatkan seorang pria yang sedang terikat karena diculik. Lucunya, meski sang penculik sedang tertidur dan terlihat jelas ikatan pria tersebut tak terlalu kuat, ia malah terlalu lama berpikir keras dan melakukan monolog.Â
Apalagi, efek zoom in dan zoom out khas sinetron Indonesia malah menambah keruwetan. Pria Malaysia yang sangat gemas tersebut akhirnya masuk ke dalam adegan sinetron tersebut dan memarah-marahi aktor pria yang sedang diculik.Saya terpingkal dan benar-benar sehati dengan iklan tersebut dalam memaknai sinetron Indonesia. Lebay dan ide cerita yang tidak masuk akal.Â
Cerita yang terlalu dibuat-buat, miskin eksplorasi cerita, mempertentangkan kisah setan dan malaikat (tokoh antagonis dan protagonis), hingga penanaman nilai-nilai yang tidak masuk akal seperti keajaiban di tengah jalannya cerita.
Beberapa alasan tersebut membuat saya tidak lagi melihat sinetron Indonesia bahkan TV Nasional. Saya malah lebih mengikuti sinetron Filipina yang menurut saya jauh lebih menarik seperti yang pernah saya ulas di sini.Â