Teruntuk kalian semua. Iya, kalian semua.
Hai, apa kabar kalian semua?
Kalian yang tinggal menghitung jam untuk merayakan Idulfitri. Ini mungkin menyenangkan bagi beberapa diantara kalian. Saat kalian bisa bertemu ayah, ibu, maupun sanak saudara. Tapi ini juga tak mudah bagi kalian yang entah sudah merasakan apa saja di bulan suci ini. Yang mungkin di hari yang seharusnya kalian bisa bersua dengan orang tercinta, tapi masih berkutat dengan tugas yang entah kapan selesainya.
Tahukah kalian, aku pernah sekali ingin mempercepat laju waktu di bulan suci ini. Kala aku tidak bisa menikmati apa itu puasa, bekerja, dan segala hal di dalamnya. Entah, apa yang membuat aku pernah merasakan itu.
Kala itu aku hanya merasa hampa. Di bulan suci yang harusnya penuh suka cita, hari-hariku malah penuh dengan bermuram durja. Di pikiranku kala itu, kalau bulan ini segera berlalu, rasanya segala jerih payah, lapar dan dahaga, kesukaran, dan kesakitan yang tanpa henti melanda bisa segera hilang begitu saja.
Namun apa yang kubayangkan ternyata tidaklah seindah yang kudapatkan. Bulan suci memang tak lagi di depan mata. Walau aku berharap kesukaran itu tak sebesar saat berpuasa, justru ia semakin bertambah besar dan besar. Ia semakin ganas dan membuatku menjadi berpikir ulang untuk segera meninggalkan bulan ini.
Aku rasa, lemburku semakin bertambah saja. Waktu bersama keluarga juga makin tak tentu dan tak bisa ditebak kapan jua. Dan yang membuat aku sedih, kebersamaanku dengan Sang Pencipta malah semakin banyak tersita.
Lantas, aku menyesal pernah merasa ingin segera meninggalkan bulan ini. Aku menyesal dan takut kalau saja tak akan bertemu dengannya lagi. Aku takut jika ia enggan menemui nyawa di dalam tubuhku ini. Ya, aku menyesal.
Aku memang menemui banyak kesulitan di bulan ini. Aku hampir tak punya banyak waktu untuk sekadar beristirahat. Aku hampir memejamkan mata kala mencoba berkonsentrasi untuk melakukan sesuatu. Tapi aku menyadari, di balik segala kesukaran di bulan suci ini, ada sesuatu hal yang tak kudapat di bulan-bulan lainnya.
Apa yang kudapat itu adalah hikmah. Rahmat, pengampunan, dan tentunya kebahagiaan. Aku lebih banyak mendapat semangat kala aku mulai mengerjakan apa yang aku suka di bulan suci ini. Meski terasa berat pada permulaan, namun semuanya terasa ringan pada akhirnya. Aku mulai menikmatinya.
Aku tahu, kita, dan beberapa teman kita telah memasuki seperempat abad kehidupan tengah menjalani ujian di dalamnya. Entah, apa yang menjadi kesukaran kehidupan di masa ini, yang jelas ada satu hal yang ingin aku sampaikan. Apapun yang kita kerjakan, dengan segala kesukaran itu, kita akan baik-baik saja. Percayalah, tak akan terjadi hal buruk pada kita.