Karomah terhadap Santrinya yang Unik
Menjadi seorang kiai yang disegani, Kiai Ali juga memiliki karomah unik. Salah satunya, seperti kisah yang diceritakan oleh Ahmad Majidun, santri di Krapyak sekaligus mahasiswa di IAIN Suka. Majidun yang dikenal sebagai aktivis kampus kerap meninggalkan pondok termasuk untuk kegiatan keluar kota. Ia akhirnya sering membolos kegiatan pengajian di pondok termasuk saat dibimbing Kiai Ali sendiri.
Suatu pagi, Kiai Ali memanggilnya. Majidun sempat khawatir sang kiai akan marah. Namun, bukan amarah yang didapat lantaran sering membolos, justru kejutan yang didapat oleh sang santri tersebut. Sang kiai malah menawarkan kepada santrinya untuk berjalan-jalan. Beliau akan menjadi sopir secara khusus bagi sang santri.
Kekagetan santrinya bertambah ketika mobil yang mereka tumpangi malah menuju IAIN Suka. Dengan tenang, saat ditanya oleh sang santri mengapa beliau menuju kampus tersebut, sang kiai menjawab alasan kedatangannya ke kampus tersebut bertujuan mengantarkan santri kesayangannya untuk kuliah.
Sungguh, jawaban ini kembali menjadi pukulan telak bagi sang santri yang sudah menanggung malu. Betapa tidak, ia sebenarnya juga jarang ikut perkuliahan lantaran lebih aktif berorganisasi. Selidik punya selidik, sang kiai ternyata juga pengajar di kampus tersebut. Suatu fakta yang baru diketahui sang santri tersebut. Cerita ini adalah salah satu bukti kedekatan Kiai Ali kepada santri-santrinya.
Di akhir masa hidup beliau, ada sebuah kisah miris yang dialami Kiai Ali. Pada suatu hari, ketika sedang menyampaikan ceramah, seseorang yang naik ke panggung acara. Orang tersebut membawa sesuatu yang dibungkus kain surban berwarna putih. Ternyata, bungkusan tersebut berisi linggis. Benda tersebut langsung dihantamkan kepada Kiai Ali secara membabi buta.
Sang kiai segera tersungkur dan terluka parah. Beliau bahkan harus menjalani opname selama hampir dua bulan selepas tindakan persekusi tersebut. Di tengah perawatan medis yang beliau jalani, ada sebuah pelajaran yang diberikan oleh sang kiai. Salah seorang santrinya, KH Abdul Karim, menerima pesan istimewa dari sang kiai. Pesan itu berbunyi:
"Kabeh anak-anakku lan santriku, ora keno dendam lan ora keno anyel (semua anakku dan para santriku, tidak boleh dendam dan benci)," kenang kiai yang akrab disapa Gus Karim itu, menirukan ucapan dari sang guru.
Berkat pesan ini, satu pelajaran berharga berupa sebuah kekuatan besar yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Kekuatan itu adalah sikap memaafkan, tidak saling membenci, dan tidak menyimpan dendam. Kekuatan ini jauh lebih ampuh dibandingkan kekuatan fisik apapun.