Pemilu 2019 ini saya cukup antusias mengikuti
Bukan lantaran saya menjadi salah satu tim pemenangan di media sosial salah satu paslon capres-cawapres, namun antusiasme saya bermuara kepada hadirnya partai baru.Â
Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai yang diisi anak-anak muda dan keterwakilan perempuan tinggi dengan segala kontroversi yang mengiringi.Â
Berkat PSI, untuk pertama kalinya, saya tidak asal-asalan memilih calon anggota legislatif seperti yang saya lakukan pada 2 pemilu sebelumnya.
PSI memang beda. Kemunculan partai ini menyita banyak perhatian umum. Saya sendiri tertarik dengan PSI dari sebuah rekomendasi video di Youtube mengenai wawancara perekrutan calon anggota DPR RI.Â
Berbagai kalangan, mulai artis, akademisi, profesional, karyawan, dan beberapa pekerjaan lain hadir mengisi ruang calon yang akan duduk di Senayan.
Bermula dari ketidaksepahaman dengan PSI
Awalnya memang saya cukup skeptis. Partai ini pasti sama dengan kebanyakan partai baru lain yang semangat di awal namun tak akan terdengar di akhir.Â
Belum lagi, beberapa kali petinggi partai kerap memberikan pernyataan blunder. Semisal, keputusan mengenai penolakan terhadap perda syariah islam dan anti poligami. Jelas, dua hal ini bertentangan dengan apa yang saya yakini sebagai seorang muslim.
Namun, perlahan tapi pasti, saya mencoba menelaah kembali maksud dari pernyataan-pernyataan tersebut. Hati saya berkata bahwa keputusan PSI melakukan hal tersebut lantaran melindungi kaum wanita dan kelompok minoritas yang menjadi isu dan bahan jualan partai mereka. Anti intoleransi dan menjujung tinggi feminisme.
Saya mencoba menggunakan beberapa parameter untuk mencari tahu apa dan siapa PSI. Bagaimana saya meyakinkan bahwa partai ini berbeda dari partai lain.Â
Berjalannya waktu membuat saya lebih menyelami kembali bahwa partai ini memang diisi dengan para kader militan yang masih berusia muda.