Semakin hari, semakin banyak guru senior yang telah purna tugas.
Di sekolah-sekolah, baik negeri maupu swasta, guru-guru tersebut harus ada penggantinya. Sang pengganti bisa merupakan guru yang telah menempuh Pendidikan Profesi Guru (PPG) maupun bukan. Para pengganti tersebut tentu para guru muda yang rata-rata masih berusia 20-an awal. Penuh energi, kreativitas, dan tentunya masih memiliki jalan panjang dalam mendidik siswa-siswinya.
Guru-guru muda tersebut rata-rata mendapat sematan "melek IT" dari guru senior. Mereka paling tidak bisa dengan baik mengolah perangkat lunak Microsoft Office. Baik hanya sekedar untuk melakukan pengetikan dan pencetakan dokumen, mengolah nilai siswa dalam aplikasi rapor, dan sederet kegiatan yang menurut guru senior adalah kegiatan yang sangat sulit untuk mereka lakukan.
Di dalam pembelajaran, guru-guru muda, atau bisa disebut guru milenial ini juga memiliki aneka ide yang mungkin tak dimiliki oleh guru senior. Mereka memiliki banyak cara agar siswa di kelasnya betah belajar dengan maksimal. Berbagai permainan, cara mengajar, hingga model pembelajaran pun bisa dimiliki oleh guru milenial.
Salah satu contohnya adalah ketika saya meminta siswa-siswi untuk mencari kosa kata baku dalam KBBI. Beberapa dari mereka saya minta untuk mencarinya dalam notebook dan gawai yang saya punya. Namun, kelas sebelah yang masih diampu oleh guru senior cukup gaduh karena harus berebut buku KBBI di perpustakaan dengan jumlah terbatas.
Kala saya menengok ke sana dan berbincang dengan Bu Guru yang sudah senior, saya menyarankan untuk menggunakan KBBI daring saja. Dan beliau pun cukup antusias dan berujar," Kok gak kepikiran ya?"
Satu contoh tersebut memang menjadikan guru milenial selangkah lebih maju dibandingkan guru senior. Meski begitu, ada banyak catatan mengenai keberadaan guru milenial di sekolah-sekolah.
Ada kalanya, guru milenial memiliki hubungan cukup dekat dengan murid. Tak seperti guru senior yang masih cukup menjaga jarak dengan murid, banyak di antara mereka yang tak segan berbincang banyak hingga bersenda gurau dengan muridnya terutama di jam-jam sekolah.
Sebenarnya, tak salah mereka bersikap dekat dan tidak terlalu kaku kepada sang murid. Tapi, jika kedekatan tersebut berlebihan, maka akan menjadi bumerang bagi sang guru. Murid-muridnya tak akan menaruh rasa hormat lagi.
Citranya sebagai guru akan berubah menjadi "teman". Kala sudah menjadi teman, apapun sah-sah saja dilakukan, termasuk mengolok-ngolok sang guru yang seharusnya tak boleh terjadi.
Tak hanya itu, dengan kedekatan tersebut, mereka akan sulit mengontrol muridnya ketika berada di dalam kelas. Murid-muridnya akan banyak yang tak takut terhadap aturan yang seharusnya terjadi di dalam kelas.