Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Dikacangin"? Jangan Diambil Pusing

1 November 2018   09:12 Diperbarui: 1 November 2018   13:17 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. - Navex Global

Seiring berjalannya waktu, saya semakin sadar bahwa saya sering sekali "dikacangin" dalam pergaulan antar teman.

Perlakuan yang merupakan bentuk acuh terhadap orang yang sedang berbicara ini biasanya saya terima kala sedang ngobrol bareng teman di suatu tempat. Ketika mereka asyik bercerita, saya juga ingin mengungkapkan pikiran dengan beberapa kalimat. Tapi, ternyata tak ada satu teman pun yang menanggapi. Suara saya langsung hilang tertelan angin atau deru kendaraan yang berlalu-lalang.

Tak hanya dalam percakapan di dunia nyata, sering pula saya mendapat perlakuan "dikacangin" saat membalas pesan di Grup WA. Ataupun kala saya melempar pertanyaan atau sedikit joke, maka sering pula saya tak mendapat satupun respon dari penghuni Grup WA. Meski, jumlah peserta di dalam grup tersebut lebih dari 100 orang. Kadang pula saya berpikir, apa iya tak satupun dari peserta tersebut yang membaca dengan seksama dan ada niat untuk membalas pesan saya?

Dengan seringnya saya mendapat perlakukan "dikacangin" semacam itu, saya sempat berpikir kalau memang omongan saya tidak penting. Atau, apa yang ada di dalam otak saya tidak bisa dicerna dengan baik dengan lawan bicara saya. Tapi seringkali, saya juga mencoba berintrospeksi kala saya tak membaca rangkaian pesan di dalam Grup WA dengan baik. Jadi, apa yang saya lemparkan di dalam grup tersebut kala percakapan sudah mengalami fase jenuh, di situlah obrolan saya terasa "garing".

Apakah saya sakit hati?

Jujur, pada awal-awal memasuki masa remaja dulu, saya sempat down. Sempat merasa memiliki harga diri lebih rendah, saya bahkan sempat berniat bukan untuk bunuh diri. Namun, benar-benar membatasi pertemanan. 

Sempat pula berpikiran kalau pertemanan yang saya jalani, baik dengan teman sekolah atau kuliah hanya bersimbiosis parasitisme. Artinya, mereka akan mendengarkan apa yang saya bicarakan jika mereka butuh. Semisal, kala mereka meminjam buku catatan ataupun menanyakan sesuatu dari saya.

Tapi lama-kelamaan saya sadar bahwa ada circle pertemanan yang tidak bisa saya masuki dengan baik. Terlebih, saya adalah orang introvert yang susah sekali masuk di dalam lingkungan baru. Meskipun, sebenarnya saya tak terlalu sulit untuk membuka percakapan dengan orang yang baru saya kenal. Artinya, kadar introvert saya tidaklah terlalu parah.

Selain alasan keintrovertan saya, ada satu hal lagi yang membuat percakapan yang saya buka jarang sekali mendapatkan respon. Terkadang, lawan bicara saya membutuhkan waktu lebih lama untuk menangkap apa yang saya bicarakan. Walaupun, ada pula teman yang cukup cepat menangkap apa yang saya utarakan. 

Teman-teman seperti ini biasanya merupakan teman terdekat saya yang biasanya sehati dan sepenanggungan. Sama-sama sulit untuk berkomunikasi dengan banyak orang di dalam sebuah kelompok.

Jadi, saya sadar bahwa tidak semua perkataan atau pembicaraan yang saya sampaikan bisa tersampaikan dengan baik secara langsung. Ada kalanya, beberapa dari teman baru menanggapi apa yang saya bicarakan beberapa waktu atau beberapa hari kemudian. Saya sering menerima pesan dari mereka, "Eh yang pas elu omongin tempo hari itu seru juga ya!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun