Pada beberapa kesempatan, Dinas Pendidikan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan mengundang pengelola kantin sekolah dan guru koordinator kantin dalam acara penyuluhan kantin sehat.
Semisal, adanya duta kantin yang secara berkala melakukan imbauan di kelas maupun lapangan sekolah hingga kegiatan perlombaan kelas yang bebas dari sampah plastik makanan. Semua kegiatan tersebut bermuara kepada target nol sampah plastik di dalam kantin.
Sayangnya, kembali lagi kerap kali aneka kegiatan tersebut mengalami kegagalan. Fokus pada hasil yang diraih dan tidak melihat proses berkala membuat program yang apik tersebut terhenti atau bahkan berjalan di tempat.
Apalagi, jika sekolah hanya berfokus mendapat hasil yang memuaskan dan dituntut oleh waktu untuk bisa lolos dalam penilaian Adiwiyata. Tentu, perubahan pola pikir siswa tidak bisa terjadi begitu saja. Perlu upaya yang berkesinambungan agar masalah ini bisa dipecahkan.
Di dalam sekolah yang sedang melakukan kegiatan Adiwiyata sendiri, sebenarnya telah disusun kelompok kerja (pokja) dalam menangani berbagai isu. Salah satunya tentu isu mengenai kantin.
Dari beberapa analisis kegagalan pengurangan sampah yang dipaparkan oleh Tim Adiwiyata Mandiri dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) yang pernah saya ikuti, seringkali pokja tersebut tidak memetakan masalah penggunaan plastik ini dengan serius.
Justru, kebijakan langsung seperti pelarangan plastik makanan yang menjadi fokus. Padahal, di dalam penilaian adiwiyata, proses sekolah dalam melakukan praktik di dalam kegiatan nol sampah plastik di dalam kantin ini harus mengalami kenaikan dalam setiap tahap penilaian.
Misal, jika dalam penilaian tingkat kota/kabupaten, sekolah masih diperbolehkan mengurangi penggunaan plastik di kantin sebesar 10-20%. Lalu, pada penilaian tingkat provinsi harus ada kenaikan persentase tersebut hingga tingkat nasional.
Progres kenaikan inilah yang sebenarnya menjadi inti dari penilaian. Pokja sebenarnya bisa menganalisis seberapa tingkat keberhasilan mereka dalam usaha ini. Tingkatan kelas mana yang dirasa belum berhasil menjalankan program ini.
Dalam rapat tim Adiwiyata, mereka bisa mendiskusikan hal ini secara berkala, baik dalam jangka waktu harian maupun mingguan. Mindset untuk mengubah pola konsumsi dengan cepat ini seringkali berujung pada kegagalan.
Banyak sekolah berpola pikir mengutamakan kegiatan perbaikan taman namun tidak menyentuh kantin dengan baik. Padahal, dalam komponen penilaian Adiwata, termuat pula kegiatan pembelajaran terintegrasi dengan kantin sehat yang harus dijadikan prioritas.