Awal bulan ini, WhatsApp group saya dipenuhi berita mengenai penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Mungkin, dari sekian teman yang antusias mengikuti berita tersebut, saya adalah salah satu orang yang tidak terlalu antusias. Apatis lebih menyibukkan di dunia yang saya tekuni.
Selain memang tak ada minat untuk ikut tes CPNS, ada satu hal di dalam dunia per-PNS-an yang tidak sesuai dengan prinsip dan hati nurani saya.
Memang, pilihan orang berbeda-beda dan saya sangat menghargai rekan yang benar-benar ingin mengabdi menjadi PNS. Lantas, apa yang menjadi ganjalan utama saya untuk tak ambil bagian dari perhelatan akbar ini? Satu hal itu adalah Sasaran Kerja Pegawai (SKP).
Sama halnya dengan pekerjaan lain yang membutuhkan penilaian kerja, menjadi PNS juga dinilai dalam bentuk SKP. Hal ini termuat dalam PP Nomor 46/2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS dan Perka BKN Nomor 1/2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 46/2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS.
Ketentuan-ketentuan tersebut memberi amanat bahwa setiap PNS harus menyusun SKP setiap awal tahunnya. Tujuannya, tak lain sebagai bahan evaluasi yang obyektif mengenai target dan rencana kerja yang bisa diukur dalam kurun waktu tertentu, dalam hal ini satu tahun penilaian.
SKP yang merupakan penyempurnaan dari DP3 ini sebenarnya menjadi acuan bagi aparatur negara untuk mengukur tingkat profesionalitasnya di dalam dunia kerja.
Secara umum, penilaian prestasi kerja PNS terbagi menjadi 2, yakni SKP (dengan bobot 60%) dan perilaku kerja/DP3 (dengan bobot 40%). Akumulasi dari kedua unsur itulah yang akan menentukan nilai kinerja PNS dalam satu tahun.
Dengan adanya SKP, sistem penilaian pekerjaan menyempurnakan sistem pada era sebelumnya sebagaimana diatur dalam PP Nomor 10 tahun 1979Â yang memiliki kelemahan yaitu mengutamakan penilaian perilaku. Penilaian seperti ini sangat terlihat unsur subjektivitasnya. Dengan adanya SKP, diharapkan penilaian kerja PNS bisa objektif karena memuat bukti fisik yang harus dipenuhi.
Penilaian prestasi kerja itu akhirnya menjadi sekedar pengugur kewajiban yang harus dilaksanakan setiap tahun. Menjadi dokumen pelengkap kala pemberkasan penting seperti kenaikan pangkat.