Pernahkah anda melihat iklan televisi dari Thailand berikut ini?
Mungkin ada sesuatu hal yang terlintas di benak anda. Mengapa pria di dalam iklan tersebut begitu murah hati? Mendermakan apapun yang ia punya meskipun ia tahu bahwa ia sendiri cukup kekurangan. Memang, video tersebut hanya menampilkan iklan dan tentu saja rekaan semata. Namun, sosok-sosok seperti itu di dunia ini masihlah ada. Terlebih, jika apa yang telah diperbuat pria tersebut memiliki dampak luar biasa yakni pendidikan seorang anak pengemis. Tentu, rasa haru dan tak percaya akan langsung menyeruak di hati kita.
Lalu, dengan kondisi berbeda, pernahkan anda mendengar kata Jagal Jombang? Kalau anda lupa, Jagal Jombang adalah sebutan yang disematkan kepada Very Idam Henyansyah alias Ryan, seorang psikopat yang tega membunuh sekitar 10 nyawa manusia, memutilasi, dan menguburnya dalam tempat yang berdekatan di sekitar rumahnya.
Begidig dan tak percaya. Itulah rasa yang mungkin tersemat pada pikiran dan hati kita. Bagaimana mungkin seseorang bisa sebegitu kejam membunuh dan memutilasi orang-orang yang ia kenal dekat bahkan beberapa diantaranya merupakan sahabat yang ia kenal lama?
Dari dua ilustrasi tersebut, sebenarnya apa yang melandasi seseorang bisa menjadi altruis ekstrem sehingga rela mengorbankan apa yang ia punya? Dan sebaliknya, mengapa seseorang bisa menjadi psikopat ekstrem yang dengan mudah mengorbankan orang-orang di sekitarnya demi tujuan pribadinya?Â
Beberapa tahun terakhir, para peneliti mempelajari banyak faktor yang menyebabkan kedua perilaku ekstrem tersebut bisa terdapat pada pribadi sesorang. Mengapa seseorang bisa berperilaku "mendekati malaikat" atau sebaliknya "mendekati setan".
Menurut hipotesis para peneliti, faktor utama yang memicu seseorang untuk bertindak baik maupun buruk sebenarnya disebabkan oleh adanya proses adaptasi manusia agar bisa tetap hidup. Ada kalanya, di dalam suatu adaptasi, seseorang harus melakukan kompetisi dengan yang lain. Kompetisi ini kadangkala membuat solidaritas dengan sesamanya semakin erat agar ia bisa melewati masa-masa sulit.
Namun tak jarang di dalam kompetisi tersebut, manusia juga bisa merusak, menciderai, atau bahkan membunuh sesamanya. Kita tentu pernah mendengar bahwa sebenarnya manusia adalah makhluk paling ganas di muka bumi ini. Apapun akan dimakan dan digunakan oleh manusia untuk keperluan hidupnya. Maka sejatinya, manusia memang dikodratkan memiliki dua sisi layaknya mata uang yang telah diajarkan oleh berbagai ajaran agama dan kepercayaan.
Di balik itu, tahukah anda bahwa secara ilmiah telah dilakukan penelitian mengenai kecenderungan seseorang untuk menjadi "dominan baik" atau "dominan buruk"? Kecenderungan ini disebabkan oleh sifat penting di dalam manusia, yakni empati. Sifat empati merupakan sifat untuk merasa dan atau mengalami perasaan orang lain/hal di sekitarnya. Sebenarnya, sifat ini sudah mulai tumbuh pada manusia sebelum berusia 1 tahun. Banyak bayi berusia 8 bulan yang sudah mulai menunjukkan sifat empati.
Para peneliti akhirnya menemukan bahwa sesungguhnya empati manusia bisa diukur secara eksak melalui spektrum empati. Spektrum ini merupakan salah satu hasil pengukuran dari tes kecerdasan emosional (EQ). Pribadi yang diuji akan diberi pertanyaan yang bertujuan menentukan besarnya minat pada perasaan dan pikiran orang lain. Pertanyaan ini akan mengukur kadar empati seseorang yang mengarah kepada tipe spektrum empati seseorang.
Setidaknya, ada empat macam pribadi seseorang berdasarkan spektrum ini, yakni altruis ekstrem, profesional humaniora, profesional sains, dan psikopat. Kebanyakan orang berada pada bagian antara profesional humaniora atau sains. Artinya, kadar empati kebanyakan orang bisa dianggap cukup.Â