Saya menjadwal ulang program intensif try out bimbingan belajar yang saya kelola.
Meminta anak-anak belajar di minggu pagi menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Apalagi, try outhari pertama adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia. Rasa malas dan enggan mungkin menyerang mereka. Untunglah, hampir semua siswa masuk pada waktu yang telah saya tentukan. Tak biasanya saya memberikan bimbingan di hari minggu pagi. Semua saya lakukan karena rasa rindu bersua dengan rekan --rekan Bolang (Blogger Kompasiana Malang). Ya, saya selalu menunggu acara kopdar yang mereka lakukan.
Namun, kali ini kopdar yang kami lakukan sangat spesial. Menginap bersama di sebuah hostel di Kota Malang. Saya sempat kaget, hostel mana ya? Sebagai orang yang (mengaku) hostel mania, seharusnya saya paham hostel mana saja yang tersebar di Kota Malang. Tapi tidak untuk kali ini. Saya mengingat kembali apakah pernah mendengar nama hostel tersebut. Dan, ingatan saya gagal karena belum pernah menemukan hostel ini sebelumnya.
Rupanya, hostel ini adalah hostel yang baru dibangun. Terletak di bilangan Jalan MGR. Sugiyopranoto nomor 3, saya masih ingat bahwa tempat ini dulunya adalah deretan ruko lawas yang tak terlalu ramai meski di tengah kota. Hostel bernama Woodlot Hostel ini adalah salah satu hostel yang baru dibangun dan dibuka sejak akhir 2017 lalu. Mengusung konsep kapsul, hostel yang bertema kayu ini bak tiba-tiba saja jatuh dari langit. Jujur, kesibukan saya di dunia nyata membuat saya tak terlalu memerhatikan keberadaannya sebelumnya. Apalagi, saya sering bolak-balik Malang-Jogja untuk keperluan kerja.
Pukul 4 sore, saya tiba di hostel. Saya cukup dikejutkan dengan ruangan lobi yang cukup luas, tak seperti kebanyakan hostel yang sering saya singgahi. Setelah menyelesaikan urusan check in, petugas hostel meminta saya untuk memakai sandal jepit yang telah disediakan. Dia lalu memandu saya menaiki lantai 3 tempat bed saya berada. Hostel ini sendiri memiliki 3 lantai. Bed untuk tamu berada di lantai 2 dan 3. Lantai dasar digunakan untuk lobi dan ruang santai.
Rasa takjub langsung menghampiri saya. Ternyata, jarak antara bed atas dengan bed bawah cukup lebar. Malah terlalu lebar. Saya membandingkan dengan beberapa hostel yang pernah saya tempati di Yogyakarta, Semarang, Bandung, dan Surabaya. Rata-rata, saya harus menunduk dengan sudut kemiringan kepala cukup signifikan untuk bisa masuk ke bed tempat saya tidur.Â
Namun, di Woodlot Hostel ini jarak antara kedua bed yang bersusun cukup jauh. Saya pun dengan mudah masuk ke bilik dan mulai menyelonjorkan kaki. Pandangan saya lalu tertuju kepada lampu dan colokan listrik. Bisanya, saya mendapatkan lampu hostel kapsul berada tepat di atas kepala. Kali ini, lampu bed dan colokan listrik tepat berada di pojok kanan yang berdekatan dengan posisi kepala. Saya menduga bahwa posisi kedua piranti listrik tersebut akan memudahkan tamu yang ingin bermain gawai sambil tiduran.
Satu jepretan cukup untuk mengabadikan momen langka ini. Biasanya, saya harus naik ke atas jembatan penyeberangan di dekat Kantor Tekom Basuki Rahmad untuk bisa mengabadikan gereja yang dibangun pada tahun 1905 tersebut.