Pada suatu hari, saya berkesempatan mengunjungi Delta Plaza Surabaya di suatu siang. Sesampainya di sana, saya menjelajahi ruang demi ruang di bekas Rumah Sakit Simpang (Centrale Burgerlijke Ziekenhuis) ini. Bangunan bekas rumah sakit yang ternyata pernah menjadi tempat berkumpulnya gerilyawan republik pada masa revolusi fisik (1945-1949) ini terasa memberi aura positif bagi saya. Aura itu membuat saya tiba-tiba ingin melakukan ritual makan siang.Â
Alhasil, mampirlah saya ke kedai Soto Betawi di lantai dasar. Di sini, saya dibuat bingung karena ada sebuah cermin berukuran besar yang menipu mata saya. Saya kira, kedai itu memiliki luas yang cukup sehingga saya bisa memilih kursi yang cukup jauh dengan pengunjung lain. Tapi, begitu saya mendekati cermin besar itu, otak saya kembali sadar. Kedai itu tak sebesar yang saya duga sebelumnya.
Cermin-cermin di foodcourt itu membuat saya bingung di manakah pintu masuk menuju foodcourt yang katanya murah itu. Maksud hati, saya hanya ingin membeli segelas es teh untuk dibawa jalan-jalan. Tapi, karena saya masih kebingungan, niat itu saya urungkan. Saya kembali memasuki pintu barat mall ini.
Ketika saya melwati beberapa tempat dengan kombinasi dari dua cermin itu, saya kembali pusing lagi. Apalagi, saya memakai kacamata berlensa cekung yang juga menghasilkan bayangan maya, tegak, dan diperkecil. Sesekali, mata saya dibuat panik dan sering menerka ke manakah langkah kaki saya harus berjalan untuk menuju tenant yang akan saya datangi. Cermin yang terpasang cukup banyak sehingga menghasilkan jumlah bayangan yang banyak pula seperti yang diajarkan di Kelas XI dulu.
Pertanyaannya, mengapa mall ini memasang banyak sekali cermin?
Jawabannya bisa beragam. Dari beberapa sumber yang saya baca, terutama dari literasi ilmu mengenai desain ruangan dan fengshui, adanya cermin yang banyak membuat pencahayaan ruangan menjadi bagus. Jika pencahayaan ruangan bagus, maka orang yang berada di dalamnya juga akan betah. Tak hanya itu, akibat refleksi yang dihasilkan oleh cermin-cermin itu, maka ruangan menjadi terasa lebih luas.
Tak hanya itu, ternyata ada juga efek psikologis yang ada akibat penggunaan permukaan reflektif di bangunan mall. Apa itu?
Pertama, ada sebuah teknik atau sugesti psikologi pada otak yang disebut dengan Pacing and Leading. Bagaimana cara kerja teknik ini? Coba perhatikan pada cermin yang dipasang di depan toko baju ini. Di situ saya berdiri di depan sebuah maneken yang mengenakan baju hitam yang cukup bagus.Â
Saat saya melihat potret diri saya di depan cermin, maka di dalam otak saya timbul impuls untuk menjadi sama dengan model di maneken tadi. Timbul keinginan dalam diri saya untuk menenakan baju tersebut karena saya memiliki bayangan akan diri saya yang "kece" jika memakai baju seperti model itu.Â