Bukan gambar sang walikota. Bukan pula gambar Tengku Wisnu dan Strudelnya. Apalagi, bukan pula gambar saya.
Namun, sesosok pahatan wanita cantik akan menyambut kita tatkala  memasuki salah satu kota yang kini sedang meroket dunia pariwisatanya.  Kota bernama Malang ini akan menyambut orang-orang yang mengunjunginya  dengan sesosok wanita cantik. Lebih cantik dari Raisya ataupun Isyana.  Dia adalah sosok yang bisa disebut sebagai "ibu" bagi masyarakat Malang.  Sosok yang begitu dikagumi karena telah melahirkan generasi penguasa  sejarah. Tak hanya di Malang, namun juga di nusantara. Ia adalah Ken  Dedes, sang Ratu Singosari yang melegenda itu.
Pemilihan Ken Dedes sebagai sosok pembuka pintu gerbang Kota Malang dari  arah utara bukanlah kebetulan semata. Jejaknya sudah diketahui banyak  orang bahwa ia adalah istri dari Tunggul Ametung, akuwu kerajaan kecil  bernama Tumapel dan kemudian direbut dan dipersunting oleh Ken Arok,  sosok "penjahat" yang  ternyata dipuja banyak warga Malang sebagai  "pahlawan". Namun, banyak yang belum tahu, tak jauh dari patung Ken  Dedes yang seakan memberi ucapan selamat datang di Kota Malang ini, ia  benar-benar terekam jejak sejarahnya. Sang Putri Jelita Singosari itu lahir dan besar di sebuah tempat bernama  Polowijen. Saat ini, Polowijen merupakan salah satu kelurahan di ujung  utara Kota Malang. Persisnya, di sebelah barat fly over Arjosari yang kini sudah tampak indah dengan cat warna-warninya.
Nah, Mpu Purwa inilah yang merupakan ayah dari Ken Dedes. Ia disebut sebagai seorang boddhastapaka yang berarti pendiri patung, pemimpin upacara agama, dan pemimpin  penjaga candi yang kini belum diketahui keberadaanya. Maka, peran Mpu  Purwa di masyarakat sangatlah besar dan dihormati.
Kisah Mpu Purwa dengan anaknya bernama Ken Dedes ini terkutip petikan paro pertama Pararaton yang berbunyi :
"Kemudian adalah seorang bhujangga pemeluk agama Buddha (bhujangga  boddhastapaka), menganut aliran Mahayana, bertugas di ksatrenya orang  Panawijen, bernama Pu Purwa. Ia mempunyai seorang anak perempuan  tunggal, pada waktu itu ia belum menjadi pendeta Mahayana. Anak  perempuan itu luar biasa cantik molek bernama Ken Dedes. Dikabarkan  bahwa ia ayu, tak ada yang menyamai kecantikannya. Termasyhur di sebelah  timur Gunung Kawi sampai Tumapel."
Dari petikan Pararaton tersebut, tanpa diviralkan di Instagram, Ken  Dedes sudah terkenal akan kecantikannya. Tanpa dihebohkan dengan vlog di  Youtube, Ken Dedes sudah eksis dan menjadi primadona seantero bagian  timur Pulau Jawa. Laki-laki mana yang tak kepincut dengan Ken Dedes.  Cantik, baik tingkah lakunya, anak pembesar pula. Laki-laki mana juga  yang tak kuasa melihat seorang bidadari yang begitu anggun.
Dan akhirnya, memori yang lebih mengerikan dari patah hati nasional  sejatinya sudah terjadi di abad ke-13. Suatu hari, seorang akuwu Tumapel  bernama Tunggul Ametung singgah di rumah Ken Dedes untuk menemui sang  ayah dan bermaksud meminangnya. Saat itu, Mpu Purwa sedang pergi ke  hutan. Oleh Ken Dedes, sang akuwu disuruh menunggu hingga ayahnya tiba.  Sayang, Tunggul Ametung tak tahan melihat kecantikan Ken Dedes. Ia  lantas membawa pulang paksa Ken Dedes untuk dinikahi.