Suka cita pergantian tahun menjadi harapan baru bagi banyak orang. Harapan baru untuk terus membangun asa demi kehidupan yang lebih baik. Salah satu pondasi untuk menata kehidupan yang lebih baik adalah melalui pendidikan. Jika berbicara masalah pendidikan, maka hal itu tak lepas dari peran guru yang menjadi motor jalannya pendidikan tersebut.
Potret guru di negeri ini sepanjang tahun 2017 cukup berwarna. Ada kalanya menggembirakan dan tak jarang pula terselip kisah miris di dalamnya. Aneka kisah dan renungan tentang para guru serta cerita di balik profesinya terangkum apik dalam tulisan-tulisan para Kompasianer pada edisi hari guru di tahun 2017 ini.
Dimulai dari gegap gempita puncak peringatan Hari Guru Nasional (HGN) yang dipusatkan di Kota Bekasi, Jawa Barat, cerita unik dituangkan oleh Kompasianer Ratu Nandi, salah seorang Guru SD di kota tersebut. Dalam tulisannya, terkisah bahwa Pidato Presiden Jokowi disambut meriah oleh guru-guru se-Indonesia. Sambutan meriah ini diinisiasi oleh momen membungkukkan badan sang Presiden sebelum beliau memulai pidatonya. Menurut Jokowi, peran guru tak akan tergantikan oleh mesin-mesin maupun robot yang sudah canggih seperti pada dunia industri. Maka dari itu, pendidikan tetaplah harus dijalankan oleh para guru yang berdedikasi tinggi.
Jokowi juga berjanji akan tetap meneruskan program sertifikasi bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik. Nantinya, kekurangan guru di daerah akan didistribusikan secara bertahap. Guru di daerah tertinggal akan lebih diprioritaskan. Jokowi juga berharap tugas guru lebih berfokus pada mencerdaskan siswa-siswinya dan akan berusaha menyederhanakan kegiatan administrasi di luar kegiatan mengajar. Niat pemerintah dalam menata pendidikan yang bertumpu pada hari guru ini patutlah diapresiasi dan didukung sepenuhnya.
Apresiasi dan dukungan itu sangat penting karena generasi muda kita masih membutuhkan guru untuk belajar seperti yang dipaparkan oleh Kompasianer sekaligus seorang wartawan Endro S Efendi. Menurutnya, apapun bentuk belajarnya, peran guru masihlah penting. Di zaman modern seperti sekarang ini, memang telah banyak model pembelajaran online yang bisa dilakukan tanpa guru. Namun, interaksi antara guru dengan murid masih sangat bernilai. Adanya guru bisa memberikan saran dan koreksi kepada muridnya. Tak hanya itu, ada banyak hal di luar keilmuan yang bisa dipelajari dari interaksi ini seperti pembelajaran karakter.Â
Peran guru yang hebat akan menempa kualitas pribadi muridnya sehingga membuatnya semakin berkilau dan bersinar. Pemikiran para siswa pun akan semakin tajam dan berbobot. Generasi berkualitas yang akan membawa kejayaan bangsa pun akan tercetak. Para guru itulah yang berperan sebagai tukang asah atau tukang gosok. Namun sebenarnya, para guru juga akan semakin terasah ketika menajamkan pisau yang diasahnya.
Maka dari itu, bagi seorang guru sejatinya dengan mengajar sebenarnya ia akan lebih banyak belajar. Analogi ini sesuai dengan tulisan Kompasianer Rinsan Tobing yang merupakan seorang konsultan. Ketika ada kewajiban untuk memberikan yang terbaik saat mengajar, maka sang pengajar tersebut akan mencari terus referensi dalam proses pembelajaran selanjutnya. Tak hanya itu, dengan memberi pengajaran berulang suatu pemahaman, maka akan menumbuhkan pemahaman yang lebih bagus sekaligus memperkuat ingatan sang pengajar. Ketika mengajar, otak akan senantiasa akan belajar untuk mencari cara pemecahan masalah baru meski permasalahan yang dihadapi adalah sama. Dengan mengajar pula, maka sang pengajar akan sering berinteraksi dengan satu persoalan dan akan semakin baik menyelesaikannya. Â
Inilah keasyikan tersendiri bagi para pengajar dalam menyalurkan pengetahuannya. Ada rasa kepuasan yang tak ternilai harganya. Kepuasan inilah yang menyebabkan para guru honorer tetap bertahan dengan profesinya meski mendapatkan gaji yang minim. Memang, para guru tersebut tidak mengharapkan penghargaan berupa tanda jasa, tapi tidak berarti kita tak bisa memberi penghargaan yang layak dan memperjuangkan nasib mereka. Hal ini dikemukakan oleh Kompasianer Anwar Abbas, seorang statistisi di Badan Pusat Statistik. Ia menilai, kesejahteraan guru yang telah berstatus PNS di Indonesia sudah cukup baik, namun hal itu tak berlaku bagi guru yang masih berstatus honorer. Â Â
Dari data Kemendikbud, setidaknya ada sekitar 732.833 guru honorer di Indonesia. Yang membuat miris, hampir separuh diantaranya tidak memenuhi syarat untuk diangkat sebagai PNS. Menurut Anwar Abbas, pemerintah dapat mengambil opsi untuk mengangkat guru honorer menjadi ASN atau dengan skema Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (P3K) untuk ditempatkan di daerah terdepan, terluar dan terpencil. Bagi yang belum memenuhi syarat, pemerintah meningkatkan kualitas mereka dengan berbagai cara karena telah memiliki pengalaman mengajar. Sebagai langkah yang bisa ditempuh dalam waktu dekat, pemerintah harus memulai memikirkan untuk menetapkan standar upah yang layak bagi para guru honorer ini. Saat ini, gaji guru honorer di Indonesia memang masih jauh dari kata layak.
Dari hasilhitung-hitungan gaji guru honorer yang dilakukan oleh penulis, masalah utama penggajian guru honorer adalah minimnya dana BOS yang diterima. Dana BOS menjadi satu-satunya sumber penggajian guru honorer, terutama bagi sekolah negeri. Jumlah siswa yang sedikit ditambah banyaknya jumlah guru honorer yang harus digaji membuat banyak gaji guru honorer yang tak sampai 1/3 dari UMR regional. Masalah menjadi rumit tatkala sekolah juga membutuhkan dana untuk keperluan lainnya.
Meski banyak masalah seputar guru hingga tahun 2017, namun masih ada asa agar profesi yang mulia ini bisa berkarya lebih baik lagi. Harapan ini dikemukakan oleh Didno, salah seorang Kompasianer yang juga merupakan guru PNS pada ulasannya di momen peringatan hari guru nasional. Harapannya antara lain adanya upah yang sesuai terutama bagi rekan guru honorer agar dapat memberikan penghidupan yang layak. Jam mengajar yang wajar juga menjadi harapan bagi seorang guru agar pembelajaran bisa berlangsung efektif mengingat mengajar juga membutuhkan energi yang ekstra.