Saya lihat, langit masih cerah.
Di musim penghujan gini, kalau traveling saya juga memerhatikan cuaca. Kalau sudah hujan, alamat deh wassalamualaikum. Mendingan tidur, ya kan?
Seusai puas menikmati candi mungil bernama Candi Bangkal di Mojokerto, saya pun mantap akan menuju candi-candi di Sidoarjo. Saat saya naik bus menuju Surabaya. Di tengah jalan saya kok melihat ada plang bertuliskan nama candi. Setelah tanya mbah gugel, ternyata Kabupaten Sidoarjo juga menyimpan aneka rupa situs bersejarah. Makanya, saya ingin sekali ke sana.
Ada dua candi yang akan saya datangi, yakni Candi Pari dan Candi Sumur. Kedua candi ini hanya terpisah sejauh 50 meter. Gokil kan? Saya bisa dapat dua candi sekaligus. Nah, bicara masalah letaknya, kedua candi ini bisa dibilang cukup strategis. Berada di dekat jalan raya Surabaya-Malang. Dari Mojokerto, saya kembali ke kampung halaman diva dangdut Inul Daratista, pertigaan Kejapanan, Gempol, Pasuruan.
Sedikit info, kalau dari Malang/Mojokerto, kita tidak boleh sembarangan putar balik gitu. Ada pembatas jalan besar yang membatasi kedua sisi jalan. Kalau mau putar jalan, kita harus putar dulu di jalan arteri baru Porong, yang dibangun pasca bencana semburan Lumpur Lapindo. Nah, candi yang akan saya temui berada tak jauh dari jalan arteri tadi. Jadi, sekalian putar jalan gitu.
Ini pertama kali saya lewat jalan raya arteri Porong. Agak deg-degan sih karena saya takut nyasar masuk jalan tol. Yang ada saya malah bertemu mas-mas sopir kontainer, duh. Atau, dicegat Silup lalu SIM dan diminta SIM plus STNK. Gak asyik kan?
Makanya, saya hati-hati sekali. Singkat cerita, saya sudah sampai di persimpangan jalan menuju candi. Pemkab Sidoarjo saya beri dua jempol. Plang jalan bertuliskan arah ke candi sama besarnya dengan tulisan kalau mau ke Surabaya. Selepas mengikuti arah jalan, saya dimanjakan dengan aktivitas warga Porong yang berlalu lalang. Padahal, bahaya besar sedang mengancam. Apalagi, kalau semburan Lumpur Lapindo.
Mencari candi ini tak sulit. Lagi-lagi, Pemkab Sidoarjo memberikan banyak informasi. Jadi, saya tinggal mengikuti arah ke mana saya harus berjalan. Hanya sekira 2 Km dari arteri Porong, candi ini sudah tampak. Berada di tepi jalan, candi yang berbentuk persegi ini sudah menyapa saya.
Candi setinggi 13 meter ini juga memiliki 'hiasan' atap yang unik. Biasanya, candi-candi di Jawa Timur itu berhiaskan Bathara Kala. Nah Candi Pari ini berhiaskan relief segitiga sama sisi. Untuk menuju ke dalam candinya sendiri, kita harus hati-hati karena tangganya sudah mulai goyah. Di dalamnya terdapat arca yang sudah tak utuh dan tempat pemujaan.
Menurut cerita yang saya baca, Candi Sumur ini juga dibangun atas kepergian anak Prabu Brawijaya yang menolak untuk tinggal di istana. Artinya, kedua candi ini dibangun dalam waktu yang hampir bersamaan. Seusai puas mendalami Candi Sumur, saya kembali turun. Berbincang dengan kedua bapak tadi yang sangat senang dengan adanya pengunjung. Beliau bertanya asal saya dan cukup kaget, kok ada orang Malang yang jauh-jauh ke Porong untuk lihat candi. Padahal, sekarang kan daerah Porong itu berasa kota mati. Ngapain juga ke sana?
Porong menjadi lalu lintas perdagangan dan sangat berjaya pada masa Kerajaan Majapahit. Dua candi ini adalah salah satu bukti sejarah yang masih tersisa. Sejarahpun bergulir dengan pembangunan tiada henti pasca kemerdekaan RI. Aneka perumahan, pabrik, dan segala fasilitas ada di Porong. Porong menjadi ikon kemajuan Sidoarjo, sang penyangga Surabaya. Porong menjadi pintu gerbang kemajuan Kawasan Arek yang menyumbang sebagian besar perekonomian Jawa Timur.
Hingga akhirnya, bencana pada pertengahan 2006 itu kini mengubah segalanya. Kejayaan Porong hilang seketika. Yang tersisa adalah sedikit asa dari segala ketidakpastian. Perlahan, masyarakat Porong bangkit, membangun lagi daerahnya. Dua candi yang saya kunjungi menandakan semangat itu. Bangkit dari dunia pariwisata. Meskipun itu masih perlu banyak upaya lagi.Â
Nah, bagi anda yang sedang jalan-jalan ke Surabaya atau Malang bolehlah main ke sini. Hitung-hitung, ikut membantu mendobrak perekonomian warga Porong kan yang baru saja hancur kena lumpur.
Sumber tulisan: Wikipedia
Gambar: Dokpri.
*) Silup: Bahasa Malangan untuk kata Polisi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H