Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

What a (dandy?) Man You Are!

25 Mei 2014   02:57 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:08 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya saya sungkan nulis ini, tapi daripada jadi tompel eh bisul mending saya tulis saja. Suatu hari, saya mengurus dokumen di Kantor Kecamatan. Setelah pengurusan dokumen selesai, saya tiba-tiba ingin sekali ke belakang. Maunya saya tahan untuk beberapa menit ke depan untuk melaksanakannya di rumah. Namun, saya tak mau menyetir dengan kondisi “tak stabil” seperti itu, berbahaya, kata Pak Polisi. Lalu saya menuju tolet (satu-satunya?) di Kantor Kecamatan itu.

Apesnya saya, di toilet itu ada orang yang masih menggunakannya. Saya menunggu di depan toilet sambil berlinang air mata menahan keinginan saya. Lama sekali. Saya menempelkan telinga ke pintu. Sepertinya tak ada aktivitas air yang mengalir. Tapi saya yakin ada orang karena pintunya terkunci. Mungkin ada seorang wanita yang sedang membenarkan hijabnya. Saya pun maklum. Tapi lama-lama tak keluar juga. Akhirnya saya ketuk pintunya. Dan…. Jreng jreng jreng…..

Munculah seorang pria muda dengan rambut Mohawk seperti Taeyang  Big Bang. Dengan semerbak harum parfum lelaki yang  menyeruak hingga ke seluruh pelosok tanah air dan membasahi setiap relung di jiwa. Singkat kata : lebay. Saya melongo dan segera masuk. Tak peduli lagi dengan mas tadi. Yang penting keinginan saya segera terpenuhi. Alhamdulillah akhirnya tuntas juga. Saat saya membuka pintu, masnya tadi masih di depan pintu. Lah, mau ngapain lagi. Dengan melempar senyum dia masuk kembali namun tak mengunci pintunya. Dia menaikkan-naikkan rambutnya lagi. Lha perasaan tadi sudah setinggi Burj Khalifa (gedung tertinggi di dunia milik Dubai). Saya melihat dengan tatapan nanar, lalu beranjak pergi.

Pada hari lain, saya berniat memotong rambut yang sudah hampir sebahu (sudah ada yang sewot soalnya, hehe). Karena saya tak memiliki langganan, saya asal menepikan motor di sebuah pangkas rambut pria. Rupanya pangkas rambut ini berbeda dari pangkas rambut pria kebanyakan. Di sini selain menyediakan servis potong rambut, juga ada servis lain seperti keramas,  cuci muka (facial), pijat muka, smoothing, catok, rebonding, dan servis-servis lainnya. Lah, saya berpikir, kalau pria diservis seperti itu apa gak rugi ya, kan paling-paling rambutnya paling panjang sebahu. Sambil antre, saya mengamati keadaan sekitar yang ramai oleh pelanggan. Ada seorang pria dengan kekasihnya yang akan potong rambut. Sang pria “berkonsultasi” dulu kepada pacarnya mau dipotong model apa. Pacarnya sibuk memilih-milih model rambut di katalog. Mereka galau, bagaikan akan menuju singgasana. Akhirnya pria tadi sepakat akan dipotong model spike tapi sedikit diberi “ornamen” di bagian belakangnya (jangan dibayangkan). Tapi, di sela-sela sesi potong rambut, si mbak tadi terus memprotes tukang cukurnya. Kurang pendeklah, terlalu chubbylah. Ini sebenarnya yang mau potong rambut siapa sih? Saya lagi-lagi melongo dan berharap semoga adegan sinetron kejar tayang ini segera berakhir.

Pada hari lain lagi (semoga gak bosan dengan cerita saya ya), saya berniat mejeng beserta teman-teman geng pria. Kami sepakat hang out ke Mall. Saya berangkat bersama seorang teman. Saat di parkiran, saya menyelonong saja menuju pintu masuk. Saya kira teman tadi sudah di belakang saya. Tapi ternyata tidak. Setelah cukup lama menunggu di pintu masuk, dia tak jua muncul. Saya kembali lagi ke parkiran dan menemukannya masih di sana. Apa yang dia perbuat? Dia kembali menata puing-puing rambut mohawknya yang awalnya setinggi gedung WTC namun terkena hantaman pesawat 911 alias helm. Dia berkaca di lensa spionnya yang membentuk bayangan maya, tegak, dan diperkecil. Ya salam. Di Mall itu pula saya menyaksikan betapa ramainya wastafel toilet pria (yang ada kacanya). Segala aktivitas mulai dari cuci muka, membenarkan “tower” rambut, senyam-senyum berkaca, menyemperotkan parfum, hingga sekedar selfie saya temukan. Ya Tuhan ampunilah saya.

[caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="Model rambut Taeyang Big Bang yang cukup digemari kaum adam (forevervip-bigbang.blogspot.com)"][/caption]

Tiga ilustrasi tadi cukup menggambarkan betapa kaum pria saat ini sangat gemar bersolek. Secara pribadi sebagai pria, saya cukup risih melihatnya. Prinsip saya begini, sebagai seorang lelaki memang kita harus tetap tampil menawan. Menawan di sini dalam artian masih patut untuk dilihat. Bisa diartikan banyak hal, rapi, kece,  atau bersihan. Tak bagus juga sih kalau tampil ala kadarnya, atau jorok. Tapi, benar-benar menjaga penampilan yang berlebihan adalah sesuatu yang memiriskan hati.

Bukan kodrat kita sebagai kaum pria untuk bersolek berlebihan. Biarlah itu sudah kodrat kaum wanita yang memang begitu takdirnya. Seorang teman fitness saya  mengkritik “pesolek pria” yang menyemprotkan parfum satu botol sebelum fitness. Jadinya, bau parfum bercampur dengan bau keringat dan itu cukup mengganggu ketertiban umum di sekitarnya. Kata teman saya tadi, macho itu bukan hanya dari penampilan yang “lakik” tapi juga dari berbagai aspek. Sama seperti Miss Universe, ada 3B, beauty, behaviour, and brain. Buat apa keren, cakep, ganteng, tapi tak bisa membedakan tulisan “pull” dan “push” seperti pada iklan budaya gemar membaca. Buat apa tampil bak artis Korea  yang “unyu-unyu” tapi kalau lagi sebel sama cewek misuh-misuh di depan cewek tersebut.

Jadi pria itu sebenarnya sebuah anugerah luar biasa lho. Kita diberi banyak  “kelonggaran”  yang tak diberikan Tuhan pada wanita. Kelonggaran ini sepantasnya kita gunakan untuk mengerjakan hal-hal lain yang lebih penting dan manfaat. Ingat iklan obat menstruasi dengan tagline “untung cuma kita” ? iklan ini sebenarnya menyiratkan sebenarnya kaum pria harus bersyukur lho memiliki anugerah ini. Rasa syukur ini bisa dilakukan dengan banyak hal. Menjaga tubuh yang sewajarnya, terus belajar mengenai kehidupan, terus berpikir positif untuk bisa tahan banting dalam kondisi sesulit apapun, dan yang paling penting memuliakan kaum wanita.

Semua memang terserah anda, wahai para pria. Tapi, yang terpenting jangan sampai kegemaran “berdandan” anda mengganggu orang-orang di sekitar anda. Terutama bagi pihak yang amat sangat ingin menunaikan hajatnya. Sekian. Mohon maaf jika ada kesalahan. Salam. Selamat berakhir pekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun