Puncak perayaan HUT RI ke-69 di kampung saya berakhir sudah pada Minggu (24/08/2014) kemarin.
Ditandai dengan digelarnya karnaval oleh pengurus RW tempat saya tinggal. Karnaval ini sebenarnya menjadi tradisi rutin yang diselenggarakan dari tahun ke tahun seminggu setelah tanggal 17 Agustus. Namun, berhubung beberapa tahun belakangan ini perayaan HUT RI bersamaan dengan bulan puasa dan Idul Fitri, maka karnaval pun tidak digelar. Untuk kali pertama setelah vakum beberapa tahun, even ini digelar kembali.
Setiap RT diwajibkan mengirim delegasi untuk karnaval. Tak hanya itu, tema untuk pertunjukan yang ditampilkan telah ditentukan, yakni keanekaragaman budaya di Indonesia. Peserta karnaval diwajibkan mengikuti tema tersebut. Meskipun ada juga beberapa RT yang keluar dari tema, namun demi meramaikan acara ini, pihak panitia pun memakluminya. Hanya saja pastinya akan ada pengurangan nilai dalam penilaian.
Berbagai persiapan pun dilakukan oleh para peserta, termasuk RT saya. Berbagai masukan dikemukakan oleh warga. Banyak yang menginginkan untuk melakukan “flash mob” upacara sekaten. Ide yang cukup seru dan masuk tema. Tapi, melihat minimnya waktu untuk persiapan, ide ini terpaksa diurungkan. Perlu waktu lama untuk membuat properti yang mendukung upacara sekaten KW2, seperti pembuatan gunungan dan mencari kostum para prajurit keraton. Hingga akhirnya munculah ide untuk menampilkan topeng Malangan.
Ide untuk menampilkan topeng Malangan rasanya lebih realistis. Selain mengusung kekayaan budaya tempat saya tinggal (Kota Malang), berbagai perlengkapan yang mendukung juga lebih mudah didapat. Untuk kostum, seorang warga berkenan membuat kaos bagi warga yang ikut karnaval maupun yang bertindak sebagai panitia. Perlengkapan kostum lainnya juga ada warga yang berkenan menyewakan baju dengan cuma-cuma, seperti jarik, selendang dan aksesoris di badan. Masalah muncul ketika mencari topeng beserta tutup kepala yang digunakan. Awalnya ada ide untuk membuat topeng dari fiberglass sendiri. Lagi-lagi, mengingat mepetnya waktu pelaksanaan, ide tersebut terpaksa dibatalkan.
Panitia RT pun mencari sanggar topeng Malangan yang berkenan menyewakan topeng dan perlengkapannya. Hingga akhirnya ditemukan sebuah sanggar di kawasan Pakisaji, Kabupaten Malang yang telah malang melintang dalam pertunjukan topeng Malangan. Pengasuh sanggar tersebut tidak berkeberatan untuk menyewakan topengnya, asalkan segera dikembalikan seusai acara karena akan digunakan untuk pengambilan gambar sebuah acara di TV swasta nasional. Hanya saja mereka tidak memiliki tutup kepala yang cukup, jadi panitia harus membuat sendiri. Panitia RT pun setuju. Bahkan, pengasuh sanggar memberi sedikit arahan mengenai gerakan tarian saat berada di jalan sepanjang rute karnaval. Ternyata gerakan tariannya cukup rumit. Banyak gerakan yang memerlukan kecakapan tangan dan kepala. Perlu latihan yang cukup sebelum tampil.
[caption id="attachment_321274" align="aligncenter" width="560" caption="Sanggar tempat menyewa topeng."]
Setelah mendapat topeng, persiapan pun segera dilakukan. Panitia mendaftar siapa saja yang ingin ikut. Ternyata, warga sangat antusias. Sebanyak 60 warga (belum termasuk anak-anak) memutuskan bersedia tampil. Latihan menari pun segera dilakukan selepas shalat isya. Meskipun cukup kesulitan, namun semangat mereka untuk bisa menari dengan baik sangat tinggi.
[caption id="attachment_321273" align="aligncenter" width="560" caption="Peserta karnaval sedang berlatih menari Topeng Malangan"]
Persiapan juga dilakukan dengan pembuatan tutup kepala yang akan digunakan. Untuk kesekian kalinya, panitia kesulitan mencari cara untuk membuatnya. Akhirnya ada warga yang mengusulkan untuk membuatnya dari karton yang dilapisi kertas banner yang sudah dicetak pola tutup kepala. Di kanan dan kiri tutup kepala akan diberi aksesoris berupa manik-manik dan sedotan. Dan, kerja bakti membuat tutup kepala pun dilakukan hingga tengah malam.
[caption id="attachment_321272" align="aligncenter" width="420" caption="Membuat tutup kepala"]
Akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Warga yang mengikuti karnaval bersiap-siap di tempat yang sduah ditentukan. Di sana telah banyak berkumpul warga dari RT lain yang juga telah siap dengan kostumnya masing-masing. Karnaval kali ini memang menjadi ajang berkumpul warga satu RW yang setiap hari disibukkan dengan aktivitas rutin masyarakat perkotaan.
[caption id="attachment_321268" align="aligncenter" width="560" caption="Peserta dari RT lain yang menggunakan kostum daur ulang"]
[caption id="attachment_321269" align="aligncenter" width="560" caption="Ibu-ibu peserta karnaval dari RT lain siap menari pendet"]
Karnaval pun dimulai. Peserta berjalan dengan menari dan diiringi musik gendang tarian topeng Malangan. Sesekali, mereka juga berjoged dalam iringan lagu Malang Awe-awe. Mengajak warga yang melihat untuk tetap melestarikan budaya asli Kota Malang dan tetap semangat dalam menjalankan aktivitas di Kota Malang yang sangat dinamis. Selain dua iringan musik tadi, lagu Malang Pancen Rame juga diperdengarkan untuk menunjukkan berbagai tempat wisata di Malang yang patut untuk dikunjungi.
[caption id="attachment_321270" align="aligncenter" width="560" caption="Warga yang mengikuti karnaval menari topeng Malangan"]
Tarian topeng ini sebenarnya menceritakan mengenai cerita Grebeg Bolo Sewu. Cerita perjalanan Prabu Klono Garudo Lelono menuju Kerajaan Kediri untuk melamar sang Putri, Dewi Sekartaji. Dalam perjalannnya, ia membawa banyak rombongan, antara lain para pandita, dayang, dan prajurit buto. Rombongan yang dibawa inilah yang digambarkan pada karakter topeng yang dipakai peserta karnaval.
[caption id="attachment_321271" align="aligncenter" width="560" caption="Salah satu karakter buto pengawal raja"]
Tak terasa perjalanan karnaval berakhir. Semua warga sangat senang dengan even kali ini. Meski mengeluarkan biaya tak sedikit, namun demi kekompakan warga rasanya biaya tersebut tak sebanding dengan rasa bahagia yang didapat. Apalagi, banyak warga yang memiliki pendapat bahwa dengan cara inilah mereka bisa menghargai jasa para pahlawan yang guugur di medan perang. Juga, kapan lagi mereka bisa ikut turut serta melestarikan budaya daerah yang semakin terkikis oleh perkembangan zaman.
[caption id="attachment_321275" align="aligncenter" width="560" caption="Pawai ogoh-ogoh peserta dari RT lain"]
Demikian rangkain reportase mengenai acara peringatan HUT RI ke-69 di kampung saya. Terimakasih atas perhatiannya. Mohon maaf jika ada kesalahan. Sekian. Salam.
Gambar: Dokumen Pribadi. Copy-paste diizinkan dengan menyertakan sumber tautan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H