Ilustrasi foto :© shekobagus - http://www.shekobagus.com
Sauqi menikmati hangat teh dari balkon apartemennya, seruput penuh nikmat dengan hangat mentari jam 07:30 pagi. Pandangannya mengitari rindang pohon musim semi dan beberapa mobil yang berlalu lalang. "Alhamdulillah", gumamnya penuh syukur.
Tiba-tiba sorot matanya tertuju pada seorang pemuda yang sedang merangkul perempuan tua membantu dan menuntunnya menyebrangi jalan. setelah sampai di sebrang jalan pemuda itu memberikan sobekan kertas warna kuning pada perempuan tua itu yang ternyata adalah ibunya. "Aku akan kembali bu, nanti berikan kertas ini pada orang yang datang" ia berusaha meyakinkan ibunya. "Tapi ibu takut nak, di sini sendirian dan ibu tidak tahu kapan kamu akan kembali" dengan penuh keraguan sang ibu keberatan. "Percayalah bu aku akan kembali tidak akan lama kok" "ya sudah anakku berhati-hatilah di jalan, ibu mencemaskanmu" "iya bu saya pamit" Pemuda itu kemudian mengecup kening ibunya dan meninggakannya di kursi panjang tempat orang2 menunggu kendaraan. Wajah cemas ibu tua ini tampak semakin jelas saat tatapannya terus mengikuti langkah buah hatinya yang semakin lama semakin jauh, buram, dan kemudian menghilang karena kejauhan. Sauqi sudah turun dari apartemennya dan bersiap berangkat kerja, ia kemudia masuk ke dalam mobilnya. Dari jendela mobil yang kacanya terbuka separuh,hatinya penuh tanya siapa perempuan tua itu, dan siapa pemuda yang tadi memberikannya sobekan kertas itu, ada selintas fikiran ingin mendekati perempuan itu, namun ia kemudian cuek dan beranjak memacu gas mobilnya khawatir terlambat kerja. *** Mentari mulai menyengat di kulit, sekitar jam setengah sebelas siang ibu itu masih tulus setia menunggu kedatangan anaknya, dan menunggu orang yang katanya akan mengambil sobekan kertas itu, berjam-jampun ia menunggu penuh sabar sambil terus melindungi wajahnya dari sinar matahari yang semakin panas. Di keriput wajahnya yang sudah sangat tua itu ia tetap tersenyum, sabar dan setia menunggu. Terus menunggu. Kemudian tiba-tiba ada tiga anak berlarian bermain mengitari tempat itu. "Eh, kamu anak manis sini ajak temannya yang lain" ia berusaha ingin memecah kesunyian, panggilnya penuh senyum dan ramah. "Kamu siapa namamu nak, benar-benar cakep" sambil ia usap kepala salah satu anak itu "Nama saya Amir nek" "Saya nadia nek" salah satu dari anak itu nyeletuk. "Saya Dzarif nek" kemudian yang terakhir menutupnya. "Nama-nama yang sangat bagus dan indah, ini hadiah dari nenek , ambillah..." ibu itu membagikan premen pada mereka yang baru saja ia ambil dari kantongnya, mungkin premen itu untuk menjaganya dari kehausan,namun malah ia berikan untuk anak-anak itu. Hanya sebentar saja mereka bertiga menghibur hatinya yang sepi, karena setelah itu mereka lalu pergi, teriakan dan ketawa mereka saat bermaian tadi kini hilang bersama suara kendaraan dan deru kalakson. Hatinya kembali merasa kesepian dan terus menunggu anaknya akan datang, tapi tak juga datang. Ada beberapa orang berlalu lalang kadang dari kejauhan ia berharap-harap cemas semoga yang datang adalah anaknya, atau orang yang akan menanyakan kertas itu. Namun ternyata bukan. *** Kini Jarum jam sudah menunujukkan jam lima sore, Sauqi terjebak macet di jalanan, dari kantong jasnya suara Handponnya berbunyi, kemudian ia angkat. "ia sayang aku baik2 saja, bentar lagi juga sampai rumah kok, hanya macet aja ini" Ternyata istrinya menelponnya karena biasanya jam segini ia sudah sampai di rumah, ia melintasi jalanan yang penuh dengan kendaraan orang-orang yg juga pulang dari kerja, tiba-tiba dalam benaknya muncul bayangan perempuan tua yang tadi pagi ia lihat duduk di kursi dan teka teki dalam otaknya tentang kertas itu. Kini sedikit kesal di hatinya mulai hilang karena sudah melewati jalanan macet, namun fikirannya kemudian bergelut seputar perempuan tadi, entah apa yang akan terjadi namun ia benar-benar merasa sangat aneh dengan pemandangan itu. Namun ternyata belum sempat ia tuntas dengan fikiran anehnya itu , ia sudah hampir sampai rumahnya. Dan anehnya perempuan itu masih persis sama posisinya dengan yang ia lihat tadi sebelum berangkat kerja. Kemudian pelan-pelan ia menghentikan mobilnya pas di dekat kursi itu. "maaf bu....." sapanya lirih "ia nak... " ibu itu sedikit kaget, dalam hatinya berharap semoga pemuda inilah yang dimaksud dalam sobekan kertas itu. "Maaf bu, kalo tidak salah ibu sejak tadi pagi duduk di sini?" "Iya betul. kamu kok tahu?" suaranya gemetaran dan sangat lemas, wajahnya pucat tapi ia masih ingin terlihat tegar. "Saya tinggal dekat sini bu. Minum dulu bu.." Sambil memberikan air botol gede yang isinya 1 liter setengahan. "Makasih nak. Kamu sangat baik" ia kemudian minum air itu sangat terlihat haus dan lengannya gemetar memegang, satu botol air itu hanya tinggal garis batas paling bawah. Sauqi berusaha tenang melihat ibu ini, entah darimana ia akan memulai pertanyaan yang sejatinya ia hanya ingin tahu siapa laki-laki yang membantunya menyebrangi jalan dan kenapa kemudian memberikannya kertas. "Mmm... ibu kenapa bisa ada di sini dan seharian duduk di tempat ini ?" ia gugup dan merasa tidak nyaman melontarkan pertanyaan itu. Kemudian Perempuan ini mulai bercerita. Masih dengan suaranya yang lemas gemetar. "Tadi pagi saya bersama anak saya, dia tinggal di kontarakan dekat daerah sini, tapi saya tidak faham kenapa saya disuruh nunggu di tempat ini. Padahal Saya jauh datang dari kampung nak, tidak tahu betul jalanan kota ini. Sekitar15 tahun yang lalu dia meninggalkan ibu di kampung dengan alasan ingin mencari kerja, dan sejak saat itu tak pernah sekalipun ada kabarnya sampai akhirnya ibu memutuskan untuk menyusul dia ke kota, melalui alamat yg di berikan orang. Kata orang dia sudah menikah tapi setiap kali saya minta untuk di kenalkan dengan istrinya dia menolak”Ibu itu terus bercerita sangat panjang. “Ibu punya foto dia” Sauqi mencoba cari tahu. “Barangkali saya mengenalnya bu” lanjutnya.. Ibu itu kemudian mengambil sesuatu dari dalam dompet kusamnya, kemudian menyerahkan gambar yg warnanya sudah kusut, dan ternyata foto itu sudah sangat lama. “Terus selain ini apa yang ibu simpan ? barangkali ada nomer telpon dia, biar saya telpon” “Ini nak … saya tidak tahu apa isinya barangkali nomor telpon dia , karena dia menyuruh ibu agar jangan membuka kertas ini. Dan ibu menjaga amanat itu” Sauqi menerima sobekan kertas warna kuning yang terlipat tidak teratur, hatinya penasaran bercampur sedih sangat mendalam, tanpa ia sadar buliran air matanya jatuh menetes merasa sangat kasihan dengan cerita ibu itu, dan kenapa sang anak menelantarkannya di tempat seperti ini. Kemudian ia tanpa ragu membuka kertas itu, matanya berkaca-kaca hampir tak percaya melihat tulisan itu, dadanya berdegup kencang, nafasnya terisak tidak kuat menahan amarah, wajahnya memerah terlihat emosi . Sejatinya emosi bercampur sedih luar biasa. Ia tak percaya, iya kembali mangulangi bacaan dalam kertas itu dalam hatinya. Suaranya tertahan. “Siapapun anda yang menemukan perempuan ini, segeralah bawa ke rumah sakit jiwa”itulah tulisan dalam kertas itu. Ikrom S. Cairo 25-07-12. 00 :41
Dari sebuah inspirasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H