Malam itu Rei sugguh sulit untuk memejamkan mata, fikirnya terus tertuju pada satu titik terang yang membuatnya terus meresah menanti jam menunjukkan pukul 04.00 am. Dini hari ini telah sampai pada pukul 02.30, setidaknya kurang lebih selama empat jam Rei mencoba memejamkan mata, namun tetap tak dapat terlelap. kesederhanaannya dirinya, kehidupannya, wajahnya yang cukup cantik, serta mimpi itu membaur menjadi satu, berputar mengikuti rotasi putaran bumi yang semakin cepat merasuki hati dan fikirannya, wajah yang dulu tak mampu dipandangnya kini telah tampak semakin jelas walaupun masih samar-samar. Semua itu terus mengusik hati dan fikiran Rei.
Tak disangka Cinta itu ternyata telah terlahir untuknya, rasa takut kehilangannya, rasa membutuhkannya,rasa ingin menjaga dan melindunginya, rasa kecemasan, rasa ingin bertemu semakin mencuat padanya, ini pertanda bahwa rasa sayang itu telah tumbuh beriring setiap bertambahnya detik-detik waktu. saat ini tak ada alasan lagi untuknya tidak menyayanginya, dia telah mampu membunuh kekosongan jiwa Rei selama ini. menentramkan hati disaat bersamanya, ketika memandangnya, dan bercakap dengannya walaupun itu hanya lewat telepon.
Besok ia akan kembali ke Paris Van Java menyelesaikan sisa-sisa waktu pendidikannya di IPDN yang tak kurang dari Tiga bulan. begitu cepat rasanya waktu berlalu, sekali lagi waktu menguji kesabarannya menanti ia kembali. Sedih, bangga, tak rela tengah berkolaborasi di dalam jiwanya melahirkan irama hati yang kacau.***
Tak ada yang berubah, sejak dahulu hingga saat ini ternya waktu tak pernah dapat di ajak kompromi, Dia pun bergegas bangun dan bersiap menuju bandara internasional Hasanuddin hanya untuk melihat kekasih hatinya pergi. Kekasih yang bukan berati memiliki status, bagi Rei kekasih hati adalah wanita yang ia sayangi dan cintai walaupun itu tak terbalas. Selama ia masih menyayangi dan mencintainya, ia akan tetap menjadi kekasih hatinya..***
Ternyata kedatangannya juga telah sia-sia, kekasih hatinya pun tak sempat ia pandangi walau sedetik, sms nya telah terkirim ke Rei bahwa sekarang ia telah berada di pesawat yang akan mengantarkannya dengan selamat kejakarta, Insya Allah.. Tatapannya kosong membayangkan kekasih hatinya berada dalam jarak yang begitu jauh, hati pun bertanya. “Entah kapan lagi aku bisa menikmati Teh Buatannya??, apakah teh itu dapat ia suguhkan tiap pagi hari untukku??” biarkan waktu yang menjawabnya!!.
Perlahan Rei menenangkan diri dan menarik nafas yang begitu dalam, tiap nafas ini kembali lagi menyebut kebesaran Allah yang tadi sempat terhenti karena rasa kecewa tak sempat menemuinya. Niat untuk Menyaksikan Cinta Pergi akhirnya gagal, yang ada hanya menyaksikan sisa banyangan dan jejak langkah cinta yang tak jelas lagi untuk pergi.
Saat ini pesawat yang ditumpanginya telah melayang di hamparan awan yang masih terlihat jelas, kini hanya Doa yang mampu ia panjatkan untuk keselamatannya dan kesehatannya karena ia sadar bahwa sekarang tak mampu berbuat apa-apa lagi.*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H