Karena tidak memiliki kendaraan pribadi, kadang-kadang saya menggunakan jasa becak, di samping kendaraan umum yang lain, untuk sampai ke rumah saya, di sebuah wilayah Kabupaten Bandung.
Sesekali saya menyempatkan diri untuk sekadar bercakap-cakap singkat dengan para pengemudi becak tersebut. Sebagian dari mereka mengeluhkan pendapatan yang berkurang sejak maraknya sepeda motor yang kini begitu mudah dimiliki. Dengan kata lain, banyak pengguna jasa becak yang beralih menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi.
Pada pihak lain, pendapatan tukang becak pada umumnya kecil. Saya pernah membaca tulisan seorang teman yang juga bersimpati kepada tukang beca bahwa pendapatan seorang tukang becak yang diwawancarainya setara dengan biaya kos kamar mahasiswa di Bandung. Pernah juga seorang tukang becak berkata bahwa sayalah penumpang pertamanya hari itu padahal saat itu seingat saya hari sudah siang. Banyak di antara pengemudi becak ini yang merupakan kepala keluarga yang harus mencari nafkah bagi keluarganya.
Mengingat kesulitan yang dialami para tukang becak tersebut, yang saya rasa tidak hanya terjadi di tempat saya, saya menganjurkan para Kompasiana untuk mempersering naik becak di wilayahnya masing-masing setidaknya sesekali, misalnya ketika pergi ke pasar atau pusat perbelanjaan di dekat rumah, atau ketika sedang mendapatkan banyak rezeki seperti gaji atau bonus dari tempat kerja. Laki-laki yang terkesan lebih jarang menumpang becak daripada perempuan juga saya anjurkan untuk setidaknya iseng-iseng mencoba alat transportasi ini setidaknya sekadar untuk fun alias bersenang-senang setelah biasanya mengendarai kendaraan milik sendiri, terutama ketika tidak sedang terburu-buru.
Dengan semakin sering menaiki becak, mudah-mudahan kita bisa sedikit membantu meringankan beban ekonomi para pengemudi becak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H