Mohon tunggu...
ahmad suhijriah
ahmad suhijriah Mohon Tunggu... -

Selalu mencoba untuk belajar dari segala pengalaman yang dijalani oleh diri sendiri dan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cincin Ibu Negara Bertahtakan 21 Berlian

7 November 2014   17:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:23 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapapun bagi yang memiliki status ekonomi elit mampu membeli benda apapun yang berkelas. Siapapun dia mulai dari pengusaha besar kelas lokal dan nasional hingga pejabat negara. Apalagi dia seorang istri pejabat yang sekarang menjadi Ibu Negara. Anda pun saya yakin kalau hanya membeli cincin bertahtakan berlian 3 biji atau satu biji saja bisa dikatakan mampu meskipun itu dicicil.

Ada yang asik untuk disimak terlepas dari permasalahan cincin berlian Ibu Negara yang hilang dan sudah ditemukan kembali.  Karena kalau membicarakan cincin berlian yang dimiliki ibu Negara akan banyak menjadi pernyataan pro dan kontra bahkan mungkin saya akan di bully oleh oknum pembaca kompasiana yang sangat pokoke dengan alasan apapun Sang Pemimpin yang sederhana itu harus di bela. Mereka tidak segan segan membela dengan kata kata kasar dan tidak sopan. Namun kita maklumi saja mereka yang melakukan itu tidak ada bedanya dengan seorang pengecut.

Yang asik untuk disimak adalah sang penemu cincin itu. Dia adalah seorang pensiunan satuan polisi pamong praja (SatPol PP) bernama Hudi. Dia menemukan cincin itu ketika parade pawai rakyat mengantar Jokowi menuju Istana Negara. Hudi yang menemukan cincin itu langsung memperbaiki dan akan mengembalikan cincin itu langsung ketemua dengan Presiden Jokowi. beberapa Media massa langsung memberitakan tentang sosok Hudi dengan berbagai judul yang seolah olah 'menyentuh' persaan para pembaca. Bahkan ada media membuat judul Hudi ingin mencium tangan Jokowi. Judul lainnya versi klenik sebelum menemukan cincin itu "Hudi bermimpi bertemu dengan ayahnya dan di kasih uang".

Judul tentang Hudi ingin bertemua dan mencium tangan Jokowi akan memunculkan berbagai tafsir. salah satu tafsir yang paling dekat adalah judul itu lebay atau sengaja dibuat agar jika Presiden baca maka presiden akan menerimanya dan menjadi sorotan media massa. Hal inipun pernah terjadi dengan kasus MA yang menghina Presiden dengan menyebarkan gambar rekayasa persetubuhan Jokowi. Akhir dari cerita MA adalah MA dikembalikan ke orang tuanya yang sudah nyembah nyembah dan sujud berkali kali yang diliput media televisi agar anaknya diampuni oleh Jokowi. Selain itu Presien Jokowi dan ibu negara datang kerumah MA untuk memaafkan dan memberi modal kerja. Tentunya  publik memiliki kesan tersendiri tentang kejadian ini.

Bagaimanakah akhir cerita dari media masa tentang kisah Hudi sang penemu cincin berlian ibu negara? seperti biasanya pasti deh media ramai dan memberitakan dengan lebay banget jika presiden Jokowi mau datang ke Hudi atau Hudi dipanggil ke Istana untuk menyerahkan cincin berlian ibu negara. Dan pra produser sinetron mungkin saja akan membuat sintron dengn judul "Cincin Berlian Ibu Negara", "Sang Penemu Cincin Berlian" atau "Kembalinya Cincin Berlian di Jari Ibu Negara"...hahahah... Semoga akhir dari berita kejadian ini tentunya publik bisa menerima dari kedua sisi positif atau negatif. Jika publik menyekuai dan sangat mencintai presidennya apapun selalu benar dan positif. Namun jika publik tidak senang dengan Presiden Jokowi maka segala hal akan terlintas dengan berbagai pernyataan miring, negatif dan kritis.

Apabila publik mempermasalahkan tentang cincin berlian yang dimiliki Ibu Negara sebagai bentuk gaya kehidupan sosialita kelas atas dan serba wow, maka publik akan mengetahui telah terjadi hal yang bertolak belakang dari apa yang selama ini dikenal dengan kesederhanaan. Namun pihak tertentu yang membela dengan berbagai rekayasa mungkin saja akan diklarifikasi bahwa cincin itu hanya cincin murah dengan tahta kristal zycron.

Apapun tulisan ini hanyalah sebuah bacaan untuk teman teman kompasiana yang saya hormati dan kagumi. Salam Hormat selalu dari saya.... :-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun