“Tagadi gading dang tagadi gudang. Tagadi gading dang tagadi gudang…”
Suara backsound itu mengalun harmonis dan repetitif dengan suara alat musik seperti seruling. Atau apakah alat musik itu bernama sordam, alat musik tiup tradisional Batak Toba yang terbuat dari bambu? Entahlah, yang jelas, alunan tersebut membuat saya kecanduan, sambil menikmati scene demi scene The Heart Beat of Toba.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mempersembahkan The Heart Beat of Toba yang merupakan edisi perdana konten serial pendek tentang keindahan alam, budaya, tradisi dan daya tarik lainnya di destinasi super prioritas (DSP) Toba di penghujung tahun 2020. Karya yang disutradarai oleh Ivan Handoyo ini membuat detak jantung saya naik turun. Di scene awal, aura Danau Toba begitu agung dan magis. Detak jantung perlahan naik ketika saya melihat dua orang melakukan paralayang di Huta Ginjang, Tapanuli Utara. Detak jantung semakin terpompa ketika menyaksikan seseorang bersepeda begitu cepat dan tangkas di Bukit Holbung, Samosir. Hingga puncaknya, saya berdecak kagum saat seseorang mengarungi derasnya sungai Asahan, lalu di scene lain ia terjun dengan alat arung jeramnya di air terjun Katasa, Simalungun.
“Kita menunjukkan disini bahwa Toba bisa mulai dari yang sangat leisure, sampai yang sangat ekstrem dalam berkegiatan wisata olahraga,” ujar Rizki Handayani Mustafa, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaran Kegiatan Kemenparekraf dalam sebuah video story behind the lenses The Heart Beat of Toba.
Pengembangan Kawasan Danau Toba
Gara-gara serial pendek itu, saya makin penasaran dengan DSP Toba. Saya lantas menemukan informasi di laman Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) mengenai masterplan pengembangan pariwisata di kawasan danau yang diperkirakan tercipta dari sebuah letusan gunung berapi berpuluh-puluh ribu tahun silam. Saya rasa mempelajari DSP Toba dimulai dari masterplan merupakan langkah yang tepat karena pada prinsipnya masterplan memuat rancangan induk pengembangan suatu daerah.
BPODT sendiri didirikan untuk melaksanakan pengembangan Kawasan Pariwisata Danau Toba berdasarkan PP No 49 tahun 2016. Dalam Permenpar No 13 tahun 2016, disebutkan bahwa BPODT bertugas: (1) melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi perencanaan, pengembangan, pembangunan dan pengendalian di Kawasan Pariwisata Danau Toba, (2) melakukan perencanaan, pengembangan, pembangunan, pengelolaan dan pengendalian di Zona Otorita Pariwisata Danau Toba.
Merujuk pada dokumen Integrated Tourism Masterplan for Lake Toba yang disusun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), tercantum enam key tourism area (KTA) di kawasan Danau Toba berikut dengan tema pengembangan masing-masing, yaitu Parapat bertema Meeting, Incentive, Convention and Exhibition (MICE) dan rekreasi, Simanindo bertema budaya, Pangururan bertema geowisata, Balige bertema kota sejarah, Muara bertema budaya dan geologi serta Merek bertema ekowisata. Selain itu, di dalam masterplan ini telah disusun mapping potensi pengembangan wisata dan distribusi ruang serta pentahapan infrastruktur di tiap-tiap KTA.