Kasus Pembunuhan dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi makanan pokok rasanya. Di belahan dunia mana pun, pembunuhan terjadi dengan berbagai latar belakang yang menjadi motif pelaku untuk beraksi.
Pada umumnya pelaku dalam kasus Pembunuhan adalah orang dewasa. Seseorang yang memiliki kehidupan pelik dengan tujuan yang jahat. Namun, rupanya maraknya kasus pembunuhan zaman sekarang tidak hanya sekedar menjerat orang dengan umur dewasa saja. Anak remaja yang masih duduk di bangku sekolah pun memungkinkan menjadi seorang pelaku.
Globalisasi yang semakin maju menjadikan semua orang terkena dampak akan hal itu. Terutama pada kalangan remaja yang seolah menjadi target dari efek modernisasi ini. Perubahan yang terjadi di era semakin canggih ini ternyata tidak hanya merujuk pada hal yang baik saja. Terkadang pengaruh-pengaruh negatif bisa menjadi pendukung untuk melakukan tindak kejahatan.
Kemudahan dalam mengakses internet bukan tidak mungkin untuk anak dapat berselancar di dalamnya dengan bebas. Kesalahpahaman yang bisa menimbulkan konflik hingga timbul kebencian. Kenekatan dan labil yang terdapat pada remaja menjadikannya bisa dengan mudah terserang efek negatif modernisasi ini. Kalau sudah begini, tindak kekerasan serta kejahatan bisa terjadi walaupun mereka dalam posisi di bawah umur.
Apakah umur menjadi patokan seseorang untuk dapat melakukan hal ekstrem seperti kejahatan pembunuhan? Dikutip dari kejarmimpi.id kedewasaan tidak dapat dilihat dari segi usia, karena yang menjadi tolak ukur sebuah kedewasaan adalah kemampuan untuk memiliki pola pikir yang matang. Jadi bukan tidak mungkin tindak kejahatan seperti pembunuhan dapat dilakukan oleh anak di bawah umur.
Selanjutnya apakah anak remaja mendapat sanksi setelah kriminalitas dilakukan? Dilansir dari indonesiabaik.id dalam Pasal 71 UU SPAA menyebut bahwa pidana bagi anak adalah berupa peringatan, pembinaan di luar lembaga dan pelayanan masyarakat. Dapat juga berupa pengawasan hingga pembinaan dalam lembaga penjara. Terkhusus bagi anak yang telah berumur 14 tahun, akan diancam penjara selama 7 tahun atau lebih.
Jika dipandang dari kehidupan sekarang, penetapan pidana pada anak-anak rasanya sangat tidak adil. Tindakan sadis dan brutalisme yang menjamur dengan signifikan tentu tak melupakan korban yang dirugikan. Seperti penculikan dan pembunuhan yang terjadi pada bocah 11 tahun di Makassar. Namun, naasnya pelaku dari kasus ini adalah dua remaja yang masing-masing berusia 17 tahun dan 14 tahun.
Menurut Kompas.com motif dari para pelaku melakukan tindak kejahatan adalah tergiur terhadap penjualan organ manusia yang bernilai tinggi. Sehingga mereka nekat menculik dan membunuh bocah 11 tahun tersebut. Yang mana setelahnya organ korban tersebut hendak mereka jual di situs gelap.
Akibat perbuatan tersebut, kedua pelaku dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dan UU Perlindungan Anak. Dengan dijerat Pidana mati atau Penjara paling lama 20 tahun. Namun sangat disayangkan karena kedua pelaku tersebut masih dibawa umur, sehingga hukuman dikurangi setengah. Seperti yang telah ditegaskan oleh Polrestabes Makassar pada wartawan.
Tindak pidana yang berat sudah seharusnya menjadi balasan yang setimpal atas kejahatan kriminal yang dilakukan. Terlepas sang pelaku di bawah umur, keadilan harus tetap ditegakkan untuk menjaga dan melindungi masyarakat agar kejadian tersebut tidak terulang kembali. Walaupun memang masa depan dari sang pelaku akan terancam, terdapat catatan kriminal yang menandai langkah kesuksesannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H