Mohon tunggu...
Ikmi Nur Oktavianti
Ikmi Nur Oktavianti Mohon Tunggu... -

Pembelajar Linguistik yang menyukai bahasa Melayu, membaca sejarah, dan mengagumi masa lalu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hujan dan Pertemuan Terencana

23 Maret 2012   10:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:35 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Betapa kami mengagumi hujan,

Pecinta di atas bumi,

Dengan senyum mengembang dari wajah peresih,

Kami sambut setiap tetes yang mengenai kulit ari

Seperti belaian lembut yang menyeka tiap peluh kehidupan yang terperi

Dan mengenai helai-helai rambut kami

Bak seorang bayi dilangir seorang inang yang penuh kasih

Dan tetesnya yang mengenai bumi, beriringan,

Seperti para biduan yang mendendangkan lagu-lagu, beranggap-anggapan

Ah, kami mulai paham

Seperti telah terjadi persekutuan hati, langit dan bumi

Seperti ada pertemuan terencana, atau juga janji keduanya.

Maka lagi malam ini kami menelusur jejak hidup, menelusur perjumpaan terencana malam ini

Dengan temaram lampu kota di kanan kiri

Angin mulai digagahkan, dingin mulai diselimutkan di selingkup atmosfer

Supaya beroleh rintikmu mengunjungi bumi

Padahal baru kemarin kalian berbagi sapa, lewat pesan rahasia

Dan hujan yang tiada kunjung reda

Ketika kecup tulusmu menyentuhnya,

Bumi berkata: “lekas engkau datang!”

Meski masygul rasa hati

Karena petrichor yang tersesap masuk ke lubang hidung

Menyeruak dari pori-pori tanah bagaikan bunga selasih kayalnya

Memabukkan

Suatu perasaan yang tidak mungkin dinafikkan

Dan kami ini,

Para pecinta di atas bumi

Turut bersuka atas cinta yang tersampaikan, atas rindu yang tersalurkan, meresap hingga ke dalam

Hingga nyaris tengah malam,

“Telanjuran”, kata bumi

Memang benar adanya

Percumbuan yang berlangsung begitu lama, mesra

Malam pun merasa tersakiti, dikhianati oleh bumi yang tiada mau peduli

Memohon bulan berhadir, pula bintang lekas melepaskan diri

Hingga terdengar oleh keduanya,

Pertanda percakapan hati harus diakhiri

“Esok aku akan kembali” kecup lembut hujan pada bumi, membawa pesan terakhir langit hari ini

Perlahan… kecup cinta dilepaskannya dari bumi, ditariknya

Meski berat, tetap ditariknya.. sembari mengempaskan segala rasa..

Dan hujan pun undur diri, menyibak kumpulan awan,

Bulan bintang terlepas dari himpitan, bercahaya menawan.

Dan kami ini,

Para pecinta di atas bumi

Menjadi bagian dari percintaan, tengah malam ini,

Tak peduli dingin yang menggerayangi persendian

Karena hujan mampu menerjemahkan perasaan,

Dari langit untuk bumi yang belum tersampaikan

Karena setiap tetesnya sarat makna perjumpaan teramat sayang untuk ditumangkan,

terlebih diabaikan

Tiap tetesan yang membawa pesan cinta tersembunyi

Yang hanya mampu dipahami bumi

Sleman, 21 Maret 2012

19:21

**********************************************************************************

Sejujurnya, saya tidak berbakat menulis puisi. Puisi berikut hanyalah hasil keisengan saya beberapa hari lalu. Karena malu (tidak PD), tulisan ini sempat mengendap saja di folder laptop. Lama-lama saya pikir tidak ada salahnya saya tayangkan di Kompasiana. Kalau tidak suka, abaikan saja, ya. ^___^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun