Betapa kami mengagumi hujan,
Pecinta di atas bumi,
Dengan senyum mengembang dari wajah peresih,
Kami sambut setiap tetes yang mengenai kulit ari
Seperti belaian lembut yang menyeka tiap peluh kehidupan yang terperi
Dan mengenai helai-helai rambut kami
Bak seorang bayi dilangir seorang inang yang penuh kasih
Dan tetesnya yang mengenai bumi, beriringan,
Seperti para biduan yang mendendangkan lagu-lagu, beranggap-anggapan
Ah, kami mulai paham
Seperti telah terjadi persekutuan hati, langit dan bumi
Seperti ada pertemuan terencana, atau juga janji keduanya.
Maka lagi malam ini kami menelusur jejak hidup, menelusur perjumpaan terencana malam ini
Dengan temaram lampu kota di kanan kiri
Angin mulai digagahkan, dingin mulai diselimutkan di selingkup atmosfer
Supaya beroleh rintikmu mengunjungi bumi
Padahal baru kemarin kalian berbagi sapa, lewat pesan rahasia
Dan hujan yang tiada kunjung reda
Ketika kecup tulusmu menyentuhnya,
Bumi berkata: “lekas engkau datang!”
Meski masygul rasa hati
Karena petrichor yang tersesap masuk ke lubang hidung
Menyeruak dari pori-pori tanah bagaikan bunga selasih kayalnya
Memabukkan
Suatu perasaan yang tidak mungkin dinafikkan
Dan kami ini,
Para pecinta di atas bumi
Turut bersuka atas cinta yang tersampaikan, atas rindu yang tersalurkan, meresap hingga ke dalam
Hingga nyaris tengah malam,
“Telanjuran”, kata bumi
Memang benar adanya
Percumbuan yang berlangsung begitu lama, mesra
Malam pun merasa tersakiti, dikhianati oleh bumi yang tiada mau peduli
Memohon bulan berhadir, pula bintang lekas melepaskan diri
Hingga terdengar oleh keduanya,
Pertanda percakapan hati harus diakhiri
“Esok aku akan kembali” kecup lembut hujan pada bumi, membawa pesan terakhir langit hari ini
Perlahan… kecup cinta dilepaskannya dari bumi, ditariknya
Meski berat, tetap ditariknya.. sembari mengempaskan segala rasa..
Dan hujan pun undur diri, menyibak kumpulan awan,
Bulan bintang terlepas dari himpitan, bercahaya menawan.
Dan kami ini,
Para pecinta di atas bumi
Menjadi bagian dari percintaan, tengah malam ini,
Tak peduli dingin yang menggerayangi persendian
Karena hujan mampu menerjemahkan perasaan,
Dari langit untuk bumi yang belum tersampaikan
Karena setiap tetesnya sarat makna perjumpaan teramat sayang untuk ditumangkan,
terlebih diabaikan
Tiap tetesan yang membawa pesan cinta tersembunyi
Yang hanya mampu dipahami bumi
Sleman, 21 Maret 2012
19:21
**********************************************************************************
Sejujurnya, saya tidak berbakat menulis puisi. Puisi berikut hanyalah hasil keisengan saya beberapa hari lalu. Karena malu (tidak PD), tulisan ini sempat mengendap saja di folder laptop. Lama-lama saya pikir tidak ada salahnya saya tayangkan di Kompasiana. Kalau tidak suka, abaikan saja, ya. ^___^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H