Mohon tunggu...
Ikmi Nur Oktavianti
Ikmi Nur Oktavianti Mohon Tunggu... -

Pembelajar Linguistik yang menyukai bahasa Melayu, membaca sejarah, dan mengagumi masa lalu.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Motivasi Penutur dan Kaitannya dalam Kegiatan Berbahasa (Pemroduksian Konstruksi Lingual)

23 Maret 2012   11:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:35 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Tulisan sederhana berikut adalah bagian kecil dalam tesis saya, yakni salah satu subbab dari bab ikhwal faktor-faktor yang menjelaskan "mengapa" kuasi-kopula (copular verb) hadir dalam Bahasa Inggris. Sejatinya terdapat dua faktor yang memicu kemunculannya: faktor internal bahasa (melalui analisis linguistik) dan faktor eksternal bahasa (analisis linguistik dikaitkan dengan bidang keilmuan lainnya). Kali ini akan saya tayangkan salah satu faktor eksternal bahasa pemicu munculnya kuasi-kopula, yakni "motivasi penutur". Selain berperan sebagai pemicu munculnya komponen lingual yang saya teliti (kuasi-kopula), motivasi penutur juga berkaitan dengan banyak aspek unit lingual lainnya (tidak terbatas). Motivasi penutur juga dapat dihubungkan dengan struktur informasi (pementingan informasi) dalam penyusunan konstruksi lingual. Oleh sebab itu, barangkali ada yang membutuhkan informasi terkait, berikut saya terbitkan tulisan saya tersebut (dengan sedikit perubahan tanpa mengurangi esensi tulisan).

Semoga bermanfaat :)



Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu (KBBI:756). Melihat definisi tersebut, dapat dinyatakan bahwa motivasi berkaitan dengan tujuan tertentu. Hal ini juga hadir dalam kegiatan berbahasa. Penutur bahasa ingin mengutarakan maksud tertentu (pesan atau informasi) dengan jelas dan tidak berlebihan (Pavey, 2010:311). Seorang penutur melakukan pemilihan sedemikian rupa dalam menyusun konstruksi dengan tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Pemilihan semacam ini dinamakan pemilihan sintaksis (syntactic choice). Menurut Creswell (2004:1) pemilihan sintaksis berkaitan dengan pemilihan pengemasan informasi oleh penutur atau penulis sebagai makhluk bebas. Seseorang memiliki hak untuk menentukan konstruksi seperti apa dan bagaimana yang digunakannya untuk menyampaikan pesan tanpa melupakan tujuan tertentu yang ingin dicapai si penutur. Tujuan tertentu tersebut berkaitan dengan informasi apa yang ingin dipentingkan oleh penutur, informasi baru apa yang diperkenalkan atau efek-efek tertentu yang ingin diberikan kepada lawan tutur.

Untuk mencapai tujuannya, pemilihan konstruksi dilakukan sedemikian rupa. Salah satunya adalah dengan memilih partisipan yang terlibat dan yang ingin kita tekankan. Pemilihan ini mempengaruhi bentuk konstruksi klausa atau kalimat yang dituturkan. Melalui pemilihan tersebut, partisipan-partisipan yang disertakan turut menyusun makna keseluruhan konstruksi (Pustejovsky via Van Sterkenburg, 2008: 74). Hal ini dilandaskan pada asumsi bahwa makna yang diekspresikan adalah makna dari bagian-bagiannya dan bagaimana bagian-bagian tersebut dikonstruksikan secara sintaksis (Partee via van Sterkenburg, 2008:74). Meskipun asumsi ini tidak dapat selalu diterapkan, tetapi dalam penelitian ini asumsi tersebut akan tetap dipertahankan. Pemertahanan asumsi tersebut akan dapat dijelaskan lebih lanjut jika dikaitkan dengan valensi verba atau struktur argumen.

Menurut Fillmore (1976) via Payne (2011:51) verba megaktifkan adegan pada pikiran pengguna bahasa. Setiap verba memicu satu atau lebih adegan dalam discourse world penutur bahasa dan muncul dalam struktur argumen. Bingkai (frame) dari struktur argumen menggambarkan cara penutur memandang situasi dari perspektif yang berbeda-beda. Perspektif yang berbeda-beda tersebut terkait dengan valensi dari verba dalam konstruksi. Dicontohkan oleh Fillmore (1967:50) semisal  verba run mempunyai bingkai [ ___A], verba remove dan open [ ____ O + A] dengan A untuk Agen dan O untuk Objek atau penderita. Kendati demikian, bingkai tersebut merupakan bingkai dasar karena masih dapat berubah sesuai konstruksinya, misalnya verba open dapat menciptakan bingkai [__ A + O] atau [___A + O + I]. Kalimat (a) berikut menghasilkan bingkai verba open [___ A + O] dan kalimat (b) menghasilkan bingkai [___ A + O + I].

John opened the door.

John opened the door with chisel.

Dari penjelasan singkat tersebut dapat dilihat bahwa verba memang menghadirkan sejumlah bingkai tertentu yang nantinya diisi oleh partisipan yang memainkan peran sesuai ketentuan. Perhatikan contoh berikut.

John kisses Mary.



Verba kiss merupakan verba bervalensi dua yang menuntut kehadiran dua argumen (internal dan eksternal) yang menggambarkan siapa yang mencium (John) dan siapa yang dicium (Mary). Pada konstruksi tersebut, penutur mementingkan kedua argumen atau partisipan (John dan Mary) dalam kalimat yang dituturkannya. Selain itu, posisi kedua nomina (subjek dan objek) juga berperan penting. Jika diubah menjadi

Mary kisses John.

Dalam kalimat tersebut pelaku bukan lagi John, melainkan Mary. John pada kalimat di atas merupakan penderita (patient). Meskipun demikian, baik John kisses Mary maupun Mary kisses John mempunyai valensi verba yang sama karena yang berbeda adalah peristiwa yang diceritakan. Bandingkan dengan:

Mary was kissed (by John).

Verba kiss pada konstruksi di atas tetap bervalensi dua. Adapun keberadaan argumen John bersifat opsional dan dapat dilesapkan karena dengan penyusunan demikian penutur ingin mementingkan si penderita (Mary). Oleh sebab itu, perihal siapa pelaku penciuman terhadap Mary tidak dipentingkan. Secara sederhana, konstruksi Mary was kissed di atas merupakan konstruksi alternatif yang hadir jika si penutur lebih mementingkan penderita daripada pelaku.

Demikian halnya dengan verba yang bersifat kausatif dalam bahasa Inggris. Verba kausatif mengindikasikan adanya tindakan yang mengakibatkan sesuatu terkena dampaknya. Secara kanonikal, seorang penutur dapat mengatakan

Someone slammed the door.

Slam merupakan verba kausatif karena menyebabkan pintu tertutup, atau jika direpresentasikan akan tampak seperti berikut.

[[X ACT] CAUSE [Y BECOME  ]] --> shut

X: someone, Y: the door

Konstruksi tersebut mempunyai verba slam yang bervalensi dua, yakni pelaku (siapa yang menutup) dan penderita (apa yang ditutup).

Sudah menjadi hal yang alamiah apabila hadir konstruksi non kanonikal sebagai alternatif penyampaian pesan. Konstruksi non kanonikal ini menjadi solusi bagi penutur untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya. Dari kalimat di atas, dimungkinkan lahir konstruksi non kanonikal sebagai konstruksi alternatif berikut ini.

The door slammed shut.

Konstruksi di atas merupakan konstruksi inkoatif yang menekankan pada perubahan yang dihasilkan (Saeed,2005:72). Jika direpresentasikan akan tampak seperti

[Y BECOME ] ] --> shut

Y: the door

Dalam representasi di atas, unsur penyebab tidak dihadirkan dan hanya ada unsur akibat yang ditimbulkan saja. Verba pada konstruksi tersebut mengalami pereduksian valensi menjadi hanya satu, yakni berkaitan dengan apa yang ditutup. Dengan demikian konstruksi di atas mempunyai argumen eksternal yang berupa penderita ketika berada di konstruksi kanonikal. Penderita dikedepankan untuk menonjolkan bahwa bagian tersebut yang dipentingkan oleh penutur (kondisi pintu tertutup) dan bukan pelakunya (bukan siapa yang menutup). Verba slam di atas telah mengalami alternasi dari kausatif (mengindikasikan tindakan yang menyebabkan sesuatu) menjadi inkoatif (mengindikasikan kan hasil). Dengan kata lain, konstruksi tersebut lebih mementingkan kondisi tertentu sebagai hasil dari tindakan si pelaku (identitas pelaku tidak penting).

Sejauh ini dapat disimpulkan bahwa pemilihan partisipan (jumlah dan pentingnya) yang dilakukan penutur berpengaruh terhadap valensi verba yang hadir dalam konstruksi yang disusunnya. Kehadiran adjektiva shut seolah mempertegas kondisi (penutur ingin melakukan efek penegasan) karena jika sesuatu ditutup normalnya akan tertutup. Kondisi pintu yang tertutup tersebut merupakan pernyataan resultatif atas tindakan menutup. Hal ini juga berlaku untuk beberapa konstruksi serupa yang mengandung verba bersifat kausatif. Misalnya

Someone broke the glass.

Konstruksi kanonikal di atas akan menghadirkan konstruksi non kanonikal ketika penutur ingin mementingkan kondisi sebagai akibat dari perbuatan someone broke the glass. Hasilnya adalah konstruksi seperti berikut.

The glass broke loose.

Selain dengan pembentukan konstruksi inkoatif, bahasa Inggris juga memungkinkan lahirnya konstruksi alternatif menyangkut persepsi dengan cara mengubah perspektif. Pada umumnya ketika berkaitan dengan panca indera, seseorang menggunakannya secara aktif dan dengan kesadaran. Perhatikan contoh berikut.

Someone tastes the soup.

Konstruksi di atas terlahir dari penggunaan panca indera secara kanonikal bahwa ada seseorang yang secara sadar mencicipi sup. Maka tujuan yang ingin dicapai oleh penutur adalah penggambaran peristiwa penggunaan panca indera secara menyeluruh. Terdapat argumen internal the soup yang mendapat peran tema dan someone sebagai argumen eksternal yang mendapat peran pengalam.

Bandingkan dengan:

The soup tastes salty.

Konstruksi tersebut mengindikasikan adanya perubahan perspektif si penutur. Perspektif yang diubah adalah perspektif dari peristiwa yang terjadi yang melibatkan panca indera menjadi persepsi yang dihasilkan dari tangkapan panca indera. Jika penggunaan panca indera umumnya merupakan sesuatu yang dilakukan secara sadar (deliberate), maka persepsi merupakan sesuatu yang bersifat sukarela dan tidak dikontrol. Persepsi the soup tastes salty tersebut biasanya menjadi ujaran kelanjutan dari kalimat someone tastes the soup. Hal ini dilakukan demi penambahan informasi yang ingin disampaikan oleh penutur kepada lawan tuturnya (bahwa ada seseorang yang mencicipi sup dan sup tersebut rasanya asin). Dengan perubahan perspektif yang dilakukan penutur, valensi verba yang ada juga dipengaruhi, yakni mengalami pereduksian. Taste yang semula bervalensi dua (siapa yang mencicipi dan apa yang dicicipi) menjadi bervalensi satu (apa yang dicicipi). Baik pembentukan konstruksi inkoatif dengan mengedepankan argumen penderita maupun dengan konstruksi yang mengubah perspektif verba panca indera, keduanya sama-sama berakibat pada berkurangnya valensi verba sebagai komponen inti suatu konstruksi.

Selain berkaitan dengan perubahan perspektif, pemilihan partisipan mana yang ditonjolkan tentunya tidak dapat dilepaskan dari struktur informasi. Sebagaimana dinyatakan oleh Finegan (2008:267) bahwa struktur sintaksis suatu bahasa dimotivasi oleh dua hal, yaitu yang berkaitan dengan keagenan (partisipan) dan juga berkaitan dengan struktur informasi. Bilamana berkaitan dengan struktur informasi, maka berkaitan dengan konstituen mana yang merupakan informasi lama atau informasi baru atau informasi yang dipentingkan. Struktur informasi relevan dengan alternasi argumen karena adanya kecenderungan informasi lama dikedepankan (atau didahulukan) sebelum informasi baru (Levin dan Hovav, 2005:216). Jika seorang penutur mengatakan,

The door slammed shut.

The door merupakan informasi lama yang sudah disampaikan pada tuturan sebelumnya sehingga dalam konstruksi di atas argumen the door didahulukan sebelum kondisi yang terjadi padanya yang merupakan informasi baru.

Meskipun konstruksi alternatif yang menghadirkan kuasi-kopula pada uraian di atas berhubungan dengan pereduksian valensi verba, konstruksi alternatif juga berkaitan dengan spesifikasi makna yang ingin dicapai penutur. Seperti yang dijelaskan di awal, ketika menyusun suatu konstruksi, penutur mempunyai hak atas pilihan-pilihannya agar tujuannya tercapai. Seorang penutur tentu ingin pesan yang disampaikannya terdengar jelas bagi lawan tutur. Hal tersebut dapat dicapai, salah satunya dengan spesifikasi makna. Amati kalimat berikut.

He is happy.

Kalimat di atas menunjukkan sesuatu yang statif, seolah-olah kebahagiaan itu bersifat inherent. Padahal kebahagiaan adalah sesuatu yang datang dan pergi dan bersifat relatif bagi masing-masing manusia, maka acapkali penutur memberikan spesifikasi makna dengan mengatakan

He seems happy.

Keadaan bahagia yang dialami oleh subjek dianggap sebagai sesuatu yang baru berupa dugaan (seolah-olah terlihat bahagia) karena kebahagiaan berasal dan berada dalam hati masing-masing individu sehingga tidak ada yang dapat tahu pasti takaran kebahagiaan orang lain. Dengan menggunakan seem dan bukan kopula be, seorang penutur ingin memberikan efek spesifik pada lawan tuturnya. Contoh kalimat di bawah ini juga berkaitan dengan penggunaan kuasi-kopula yang berkaitan dengan persepsi perasaan yang ditemukan dalam novel Oliver Twist.

He felt cheerful and happy

They sank deeper into Oliver’s soul

Di samping untuk menyatakan kondisi emosional, spesifikasi makna juga digunakan untuk menyatakan sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik dan kondisi mental yang cenderung lebih statis dibandingkan kondisi emosional, sesuai dengan keinginan penutur. Untuk mengungkapkan properti fisik atau mental, seorang penutur  misalnya secara sederhana dapat mengatakan,

He is handsome

He is smart

yang mengindikasikan bahwa seseorang tampan dan pintar dan kedua hal tersebut adalah fakta. Ketampanan dan kepintaran adalah dua hal yang bersifat mutlak jika dimiliki oleh seseorang. Namun, jika seorang penutur ingin memberikan efek bahwa ketampanan dan kepintaran seseorang tersebut baru berupa asumsi (barangkali baru saja saling mengenal), maka lahir lah konstruksi-konstruksi berikut.

He looks handsome.

He seems smart.

Kedua kalimat di atas dapat disebut sebagai konstruksi alternatif, dengan look dan seem sebagai kuasi-kopula, yang memberikan solusi bagi penutur untuk mengutarakan properti atau karakteristik yang sewajarnya bersifat mutlak tetapi dalam kenyataannya masih berupa asumsi bagi si penutur. Asumsi tersebut lah yang menjadi tujuan penutur yang ingin dicapainya ketika berkomunikasi dengan lawan tuturnya. Jika dilihat contohnya dalam novel Oliver Twist, terdapat kalimat

You look an honest, open-hearted man

yang diucapkan oleh seorang tokoh yang baru saja berkenalan dengan Oliver Twist dan merupakan kesan (sementara) yang diperolehnya terhadap si Oliver. Hal ini juga tidak berbeda jauh untuk kondisi fisik. Penggunaan kuasi-kopula juga dapat membantu spesifikasi makna untuk menyampaikan kondisi fisik. Sebagaimana dicontohkan dalam novel Oliver Twist,

He look so delicate and handsome

yang menyatakan impresi fisik yang ditangkap oleh salah satu tokoh wanita terhadap Oliver Twist. Dengan penggunaan look, spesifikasi makna untuk menyatakan karakteristik fisik, dapat dicapai, khususnya yang berkaitan dengan persepsi.

Uraian mengenai konstruksi alternatif yang terkait dengan pengemasan konstruksi seorang penutur dimungkinkan karena pada dasarnya penutur bahasa bersifat inovatif dan kreatif (Van Gelderen,2009:9). Kegiatan berbahasa dapat dianalogikan sebagai sebuah insting sebagaimana rasa sakit. Ketika sakit, insting seseorang menyuruhnya untuk pergi berobat. Apabila penyakitnya belum juga dapat disembuhkan, pengobatan alternatif siap melayani. Sama halnya dengan keinginan untuk sembuh, jika suatu tujuan dalam berbahasa belum dicapai oleh penutur (atau dirasa kurang memuaskan bagi penutur), maka insting penutur tersebut menuntun pada lahirnya konstruksi alternatif. Hal ini senada dengan pernyatan Van Gelderen bahwa kebutuhan seorang penutur untuk terus berinovasi dalam berbahasa (sehingga tujuannya tercapai) mungkin saja menghasilkan elemen-elemen baru yang hadir dalam suatu struktur (2009:9). Sifat alamiah penutur berupa inovatif dan kreatif tidak dapat terlepas dari hakikat manusia yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi dengan sesama. Dengan adanya kebebasan penutur untuk memilih konstruksi yang sesuai dengan penyampaian pesannya, akan mendukung terciptanya mutual intelligibility atau kesepahaman antara penutur dan lawan tutur.

************************************************************************************

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun