Mohon tunggu...
Ikmal Trianto
Ikmal Trianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Setengah mahasiswa setengah pekerja

Tukang nulis amatiran

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

The Turning Point - Titik Balik Perjalanan Manusia Mencari Makna

3 Desember 2022   13:27 Diperbarui: 3 Desember 2022   17:13 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Wallpaperbetter.com

Kejadian apa yang Anda alami, sehingga kemudian membuat Anda mengubah seluruh cara pandang tentang hidup berbeda atau Anda menempuh jalan yang tidak pernah dilakukan sebelumnya? Hal dan kejadian itu yang 'memaksa' kita untuk berubah menjadi seseorang yang berbeda. Perubahan yang terjadi memang selalu mengarah pada sisi yang lebih baik, tetapi bukan tidak mungkin bahwa dampak dari kejadian itu membawa kita pada sisi yang sebaliknya. perubahan terbesar yang dialami ialah kondisi yang menekan psikologis kita, sehingga peristiwa yang terjadi mempengaruhi sebagian besar kondisi diri kita, terutama cara pandang kita terhadap sesuatu.

Kejadian itu saya sebut sebagai turning point. Kejadian yang membuat kita menilai sesuatu dengan cara yang tidak sama lagi seperti sebelumnya. Turning point merupakan kondisi titik balik, dimana kita memaknai makna hidup dengan cara bagaimana kita mengkondisikan sesuatu didasari oleh hal menyentuh psikologi dan logika kita. Turning point itu bisa saja terjadi karena kondisi yang tidak menyenangkan. Pada setiap orang yang mengalami bentuk turning point itu berangkat dari rasa sakit hati yang didapat dari perlakuan orang lain, misalnya akibat patah hati, bullying, atau rasa kebingungan mencari jalan keluar dari permasalahan psikologis. Hal-hal yang membuat kita harus mengerti bagaimana roda kehidupan itu beputar, tanpa mengenali bagaimana makna yang terdapat di dalamnya.

Matt Haig pernah menuliskan dalam bukunya, bahwa hidup itu seperti roti panggang. Kita tidak perlu menanyakan bagaimana prosesnya, terkadang kita hanya perlu menelannya. Namun, semakin saya berusaha untuk menelannya, semakin saya tidak terbiasa dengan hal tersebut dan justru menanyakan lebih banyak hal lagi tentang hidup itu sendiri. Pertanyaan yang tidak pernah selesai adalah mempertanyakan hidup. Kita memaknai turning point sebagai sebuah langkah awal memulai kembali langkah. Jika kita maknai hidup sebagai sebuah perjalanan, maka kita perlu mengetahui bahwa kita harus selalu bergerak, tak peduli situasi apapun mengganggu kita. Namun jika kita memaknai hidup adalah sebuah persinggahan, kita harus menyadari bahwa kita berhenti di satu tempat tanpa perlu bertanya mengapa kita perlu singgah. Cara pandang kita mempengaruhi bagaimana kita menerima makna hidup itu sendiri.

Yang mungkin akan menjadi pertanyaan lainnya yakni apakah turning point ini akan terjadi secara berulang? Sebagian orang akan mengaitkan turning point ini dengan quarter life crises. Memang tidak salah, tetapi saya menganggap kedua hal itu kondisi yang berbebeda. Peristiwa yang kita alami akan selalu memiliki dampak tersendiri terhadap kondisi psikologis. Kembali pada pertanyaan di awal, saya membagi turning point ini ke dalam dua bagian. Pertama, ia bisa saja terjadi secara berulang kali. Bukankah turning point itu bagian dari pengalaman hidup, dan pengalaman konon adalah guru terbaik. Jadi pengalaman-pengalaman yang terjadi dari masa kecil sampai kita dewasa akan memberi timbal balik terhadap bagaimana kita akan memaknai makna-makna itu. Kedua, kita akan mendapati sebuah fase dimana turning point bertransformasi sebagai sebuah klimaks yang akan mengubah segalanya. Masa quarter life crises mungkin menjadi salah satu trigger pada masa turning point nantinya. Meskipun life crises itu tidak hanya terjadi di masa usia quarter life phases.

Fase menjadi dewasa akan memberikan semacam realitas bahwa hidup adalah suatu kenyataan yang harus sungguh-sungguh kita jalani. Banyak yang mengeluhkan bahwa menjadi dewasa adalah sesuatu yang melelahkan, jika memungkinkan mereka akan lebih memilih menjadi anak kecil saja. Tetapi, yang perlu kita sadari adalah bagaimanapun hidup itu harus kita jalani. Mungkin akan menjadi bias, jika kita beranggapan bahwa hidup ini sudah ditentukan. Semua asumsi kita hanya sebatas perdebatan dalam diri dan menjadi bagian akumulasi atas pertanyaan tentang hidup. Seolah turning point adalah takdir yang perlu kita tentukan atau kita dapat memilih tidak melakukannya, sebagai perlawanan atas takdir itu sendiri. Namun, perlahan kita akan menyadari bahwa kita hanya perlu mengenali konsep hidup, sebuah dilematika abstraksi. Mengapa kita meyakini logika, jika keberadaannya tidak pernah kita ketahui. Begitupun dengan konsep meyakini pilihan hidup. Kita yang menentukan jalan hidup kita sendiri. Dengan menyadari tujuan kita hidup, kita akan mendapati perspektif tentang bagaimana fase hidup ini beranjak memberikan pelajaran bagi kita untuk hidup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun