Mohon tunggu...
Ikmal Trianto
Ikmal Trianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Setengah mahasiswa setengah pekerja

Tukang nulis amatiran

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengenali Stres dan Gejalanya

22 Mei 2022   08:45 Diperbarui: 4 Januari 2023   22:19 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Freepik

Stres merupakan hal yang dapat dialami oleh semua orang, dari anak kecil hingga orang dewasa. Stres tidak dapat dihindari, tetapi stres dapat diatasi, tergantung pada bagaimana respon kita menghadapinya. Stres tidak bisa dihilangkan, tetapi stres bisa dikelola secara terkendali.

Stres merupakan situasi dimana otak menstimulus situasi terhadap bekerja di bawah tekanan dan memberikan respons terhadap tubuh.  Stres memicu reaksi berantai pada otak. Ketika mengalami stres, tubuh memproduksi lebih banyak kortisol, hormon yang berfungsi mengatur metabolisme, gula darah, tekanan darah, dan berbagai fungsi lainnya yang berkaitan dengan respons terhadap stres. Kadar hormon kortisol yang terlalu tinggi berdampak buruk bagi otak. Hormon ini dapat mengganggu pengiriman sinyal antarsel, membunuh sel otak, serta menyusutkan area otak yang disebut korteks prefrontal. Area yang berperan dalam ingatan dan proses belajar.

Stres berkepanjangan juga bisa memperbesar ukuran amigdala, yakni bagian otak yang mengatur respons terhadap emosi serta mengendalikan perilaku agresif. Pembesaran amigdala membuat otak lebih mudah terpengaruh oleh stres. Perilaku yang ditimbulkan akibat stres dapat berdampak pada ganggung kejiwaan yang serius. Hal ini berpengaruh pada berkurangnya kemampuan mental dan intelektual seseorang, serta pada hubungan sosialnya.

Pengelolaan stres dapat dilakukan dengan berkonsultasi bersama para ahli, seperti psikolog ataupun psikiater. Tetapi hal ini dirasa tabu, karena perkara tersebut hanya dianggap untuk orang yang disebut 'gila'. Padahal perkara mental issue menjadi sebuah trending bagi kaum milenialis saat ini. Jika berkonsultasi dengan para ahli dirasa malu, kita bisa dengan mudah mengakses berbagai informasi yang berkaitan dengan cara mengatasi stres dan lain sebagainya. Tetapi, kita mesti berhati-hati dalam mendiagnosa diri dalam isu Kesehatan mental. Terkadang, stres atau Kesehatan mental menjadi sebuah alasan kita tidak melakukan kewajiban.

Lalu apa itu stres? Secara sederhana stress sering disalahartikan sebagai tekanan. Hans Selye yang melakukan penelitian tentang stress menyebutkan bahwa stres adalah respons tidak spesifik tubuh terhadap berbagai tuntutan. Menurutunya, stres tidak selalu dan tidak otomatis buruk, situasi itu akan bergantung pada bagaimana kita menerima kondisi yang ada. Selye menambahkan stress itu bersifat otomatis, penyebabnya dapat dari hal positif maupun negatif.

Selye menambahkan stress terbagi menjadi dua, yakni eustress merupakan stress yang positif dan kuratif atau dapat menyembuhkan serta distress yaitu stress yang tidak menyenangkan dan bisa menimbulkan penyakit. Hal yang dapat menjadi masalah adalah stress berlebihan atau excessive stress yang disebut distress itu sendiri.

Stres dapat diketahui dari gejala yang timbul dan mengakibatkan perubahan-perubahan tertentu. Gejala stres dapat terjadi setiap hari, tetapi banyak yang mengabaikannya dan menganggap sebagai hal biasa. Dalam buku 'The Doctor's Guide to Instant Stress Relief: A Pyschological and Medical System' gejala stress dikelompokan ke dalam empat bagian. Pertama, gejala fisik yang melibatkan otot-otot sekitar tulang, seperti sakit kepala, wajah berkerut, gigi bergemeretak, bibir dan tangan bergetar, nyeri leher dan punggung serta bahasa tubuh agresif.

Kedua, gejala fisik yang mengakibatkan sistem saraf otonom, meliputi sakit kelapa migraine, peningkatan sensitifitas terhadap cahaya dan suara, pusing, bunyi dengung di telinga, wajah memerah dan lainna. Ketiga, gejala yang berkaitan dengan mental seperti perasaan gelisah, khawatir, peningkatan rasa marah dan frustasi, moody, depresi, sulit konstrasi, mudah lupa, kesepian. Keempat, gejala perilaku stress meliputi tidak peduli pada cara berpakaian, keterlambatan yang meningkat, meningkatnya rasa frustasi dan kejengkelan, perfeksionis, sikap defensif dan penuh curiga, merokok, rasa Lelah terus menerus.

"Melakukan sesuatu yang produktif adalah cara yang bagus untuk mengurangi tekanan emosional. Gunakan pikiranmu untuk melakukannya." (Ziggy Marley)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun