Mohon tunggu...
Ikmal Trianto
Ikmal Trianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Setengah mahasiswa setengah pekerja

Tukang nulis amatiran

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Berpikir Ideal Tidak Akan Selalu Menjadi Ideal

10 Mei 2022   06:37 Diperbarui: 4 Januari 2023   22:29 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mungkin akan selalu mendengar kata ideal pada beragam hal yang kita hadapi. Entah itu pekerjaan atau karir, pasangan, Pendidikan, bahkan konsep tentang bagaimana hidup yang ideal. 

Tapi apa sebenarnya ideal itu? "Gadis itu sangat ideal untuk menjadi seorang model". Konsep ideal pada kalimat itu menyatakan bahwa ideal adalah alat ukur yang digunakan untuk memberikan penilaian tertentu pada objek tertentu. Ideal adalah hasil berpikir manusia yang telah terpatri untuk menentukan sesuatu.

Konsep ideal berasal dari salahsatu aliran filosofi idealisme. Aliran ini menurut Plato berasal dari kata ide yang berartiadalah dunia di dalam jiwa, maka dalam yang lebih ditekankan adalah hal-hal bersifat ide atau gagasan.

Dalam kerangka berpikir ideal, kita mengenal suatu yang dinamai sebagai standar, hal yang paling umum yang menjadi cara berpikir kita tentang standar hidup ideal adalah lulus sekolah tepat waktu, mendapatkan pekerjaan layak yang layak, segera menikah, mempunyai anak, rumah, kendaraan dan lain sebagainya.

Konsep ideal yang dimaksud secara tidak langsung bersifat konvensional, yang mana orang-orang memiliki cara berpikir yang sama. Tapi apakah benar yang kita anggap ideal itu benar-benar ideal?

Ideal merupakan bentuk kata sifat, maka hakikatnya akan selalu menjadi relatif dan memiliki proporsi yang berbeda diantara satu dengan lainnya. Jika ideal itu mutlak, mengapa kita mengenal istilah "rumput tetangga lebih hijau"? Sehingga ideal bisa dikatakan sebagai suatu cara berpikir tentang kesesuaian dari apa yang kita cita-citakan atau inginkan dan atau dihendaki.

Ideal terkadang identik dengan bentuk kesempurnaan. Kita akan sempurna jika seperti ini dan itu. Tapi sebetulnya pada situasi saat kita merasakan kesempurnaan itu, kita akan melihat sesuatu yang lain, yang mungkin kita anggap lebih ideal lagi. Dan begitu seterusnya, ideal yang muncul sebatas pikiran yang kita anggap lebih baik serta dapat memicu ketidakpuasan terhadap apa yang kita miliki saat itu.

Dalam istilah lain, ideal seringkali dihubungkan dengan insecure atau perasaan gelisah dan tidak nyaman. Jika kita tidak begini, maka kita tidak bisa begitu. 

Merasa diri tidak mampu karena tidak bisa mendapati standar yang telah ditetapkan oleh pikiran kita sendiri dan atau dari orang lain. Situasi tersebut memaksa diri untuk menghindari pergaulan sosial. Dalam hal itu kita terjebak pada sebuah segmentasi yang memaksakan realitas pada diri terbawa ke dalam kerangka berpikir tertentu.

Leon Blum mengatakan "You can not seek for the ideal outside the realm of reality". Kita tidak dapat mencari yang ideal di luar ranah realitas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun