Jika anda mengadakan perjalanan udara ke daerah Kalimantan atau melewati langit Kalimantan bersama keluarga bahkan putra dan putri tercinta, maka jangan kaget jika mereka komentar, “Bulan..bulan… ada di bawah!!!”
Benar saja, begitu menyedihkan ketika menemukan kondisi topografi Pulau Kalimanta (re: pulau terluas yang kini kita miliki) penuh lubang. Zambrud yang tadinya membentang indah yang menjadi indikasi begitu asrinya Borneo, kini perlahan terkikis oleh lubang-lubang menganga hitam, gundul dan tampak tak ada reklamasi, pembaruan atau apapun sejenisnya. Iya, apalagi kalau bukan karena aktivitas tambang di Kalimantan yang semakin menjadi bahkan mungkin menggila.
Pemerintah daerah di Kalimantan begitu mengancam jika banyak pengusaha tambang yang cuci tangan tanpa mengindahkan analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang mereka tinggalkan di lahan bekas tambang. Banyak ilmuwan yang menyayangkan jika tanah borneo yang juga menjadi salah satu pusat paru dunia menjadi berubah perlahan akibat sisa-sisa tambang yang mencorat-coret predikat tersebut.
Tanah bekas tambang semisal batu-bara saja, jika tidak dengan cepat dilakukan reklamasi dan pengolahan yang baik akan menjadi sarang berkembang-biaknya bakteri-bakteri pengoksidasi sulfur yang disebabkan meningkatnya keasaman tanah. Jika hal ini terjadi, maka lahan subur Borneo akan berubah menjadi ancaman bagi kehidupan aneka tanaman indah, zambrud-zambrud Kalimantan. Jangan sampai kelak di masa depan, kita tak butuh lagi teropong bulan untuk melihat permukaan bulan, kita cukup terbang di langit Kalimantan untuk bisa melihat muka bulan. Menyedihkan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H