Mohon tunggu...
Welly Eru
Welly Eru Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Nama Pena: Ikko Williams (Penulis novel Amin yang Sama dan Sujudku Karena Cinta)

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadan Run: Kilometer Ketakwaan dan Kesehatan

29 Maret 2024   05:42 Diperbarui: 29 Maret 2024   05:48 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Setiap Ramadan membawa kisah yang unik dalam perjalanan spiritual dan fisikku. Bulan suci ini tak hanya waktu untuk pemurnian jiwa melalui ibadah dan puasa, tapi juga momen spesial di mana aku menyelaraskan kesehatan jasmani dengan rutinitas olahraga. Di antara doa dan refleksi, olahraga menjadi salah satu babak dalam cerita Ramadan yang aku tulis setiap tahun.

Menjelang waktu berbuka puasa, langit mulai memamerkan palet oranye-ungu yang menawan, memberi sinyal bagi aktivitas favoritku selama bulan suci ini; jogging santai selama satu jam. Ada sesuatu yang sangat menyegarkan tentang berlari di saat-saat terakhir menahan dahaga dan lapar---merupakan pengingat bagi diri sendiri tentang ketahanan dan komitmen terhadap pengendalian diri.

Pemandangan yang menyertai latihan olahragaku adalah garis siluet gunung-gunung yang agung dan jalanan pedesaan yang asri, merupakan pengganti latar yang sempurna. Ketenangan alam sekitar, dan kehangatan sinar senja yang lembut menjadi pendamping setia lari sore hari. Rasanya setiap langkah kaki ini bukan hanya mengukir aspal, tapi juga menggoreskan makna baru atas kesederhanaan dan syukur.

Meski berolahraga selama puasa membutuhkan keseimbangan dan perhatian ekstra, aku selalu mengatur intensitas latihan agar tetap terjaga dalam batas aman. Kunci dari pengalamanku adalah memastikan bahwa esok hari aku masih bisa menjalankan ibadah puasa tanpa rasa lelah yang berlebihan. Oleh karena itu, aku memilih untuk berlari menjelang buka daripada sahur, agar energi yang terpakai dapat segera tergantikan oleh hidrasi dan asupan makan yang bergizi.

Komitmenku pada olahraga Ramadan ini tidak terlepas dari keinginan untuk menjaga kesehatan secara holistik. Setelah azan maghrib berkumandang dan aku mengucapkan doa berbuka, segelas air putih menjadi hadiah pertama yang kuserahkan pada tubuh. Air menjadi simbol kesegaran dan pembaharuan, memberikan hidrasi yang sangat dibutuhkan setelah berjam-jam menanti. Dan dengan setiap tegukan, aku merasa seluruh sistem dalam diri ini disucikan lagi, serupa dengan jiwa yang diharapkan terpulihkan melalui bulan suci ini.

Puasa di bulan Ramadan bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, namun juga waktu untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan rohani. Ketika malam menjelang, aku akan merenung dan bersyukur atas apa yang telah diberikan hari itu: keseimbangan, ketenangan, dan juga kekuatan. Dalam diam, aku yakin bahwa rutinitas olahragaku, yang sejalan dengan ibadahku, adalah salah satu dari sekian banyak cara untuk menunjukkan rasa terima kasihku atas kesehatan yang telah dianugerahkan.

Di akhir hari, cerita Ramadan ini akan menjadi bagian dari perjalanan hidupku, menambahkan lembaran penuh warna pada memori yang akan senantiasa kuingat. Sebuah narasi tentang pertemuan iman, kekuatan, dan keindahan alam; semua dilebur dalam rentang waktu antara azan Ashar dan magrib, di mana aku menjadi satu dengan suasana dan semangat Ramadan.

Ikko Williams
Magelang, 29 Maret 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun