Mohon tunggu...
muminah
muminah Mohon Tunggu... Perawat - Ibu dengan 2 anak laki2 yang ngegemesin....

bekerja sebagai perawat di rumah sakit

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Got Mati yang Menghidupkan

10 Desember 2020   12:03 Diperbarui: 10 Desember 2020   12:10 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Got....satu kata yang hanya terdiri dari satu suku dan 3 huruf dijalanan depan rumahku, dibuat oleh tukang suruhan kami sekitar tahun 2015 yang lalu. Dengan penolakan dari suami pada awal mulanya, namun akhirnya mau juga. Alasan ketidakmauannya karena menambah biaya pengerjaan, bahan-bahan dan kesulitan membuang tanah galian. Memang secara tidak langsung menambah beban pengeluaran kami dalam merapihkan rumah yang akan kami tempati.

Kenapa akhirnya suami mau membantu mewujudkan keinginanku tersebut, ada beberapa alasan yang akhirnya bisa meluluhkan ketidakmauannya itu. Akan saya ceritakan satu persatu alasannya. Yang pertama kondisi lingkungan kami yang belum ada program pembuatan got dari pemerintah, dimana posisi lahan rumah kami lebih rendah dari sekitarnya yang apabila hujan datang , air akan menggenang di jalanan depan rumah. Setiap ada kendaraan lewat akan terciprat ke pagar rumah. Dan saat airnya tiris menyisakan lumpur yang mana pejalan kaki yang melintas akan mendapat oleh-oleh dibawah sandalnya. Dan hal tersebut berpengaruh terhadap kebersihan pagar terdekatnya, termasuk pagarku,,,🤭

Alasan kedua ini ingin membersihkan harta yang sebelum-sebelumnya didapat mungkin dengan cara yang tidak sehat, ada unsur riba dan yang mungkin bukan seharusnya jadi milik kami baik itu disengaja maupun tidak disengaja akhirnya berpindah ke tangan kami. Dan harta-harta seperti ini tidak boleh di sedekahkan, infak maupun zakat, layaknya untuk membangun fasilitas umum seperti jalanan, toilet umum atau yang lainnya namun bukan tempat ibadah.

Alasan ketiga yaitu perbuatan kami. jika mencuci motor diteras, air bekas cucian akan mengalir ke jalanan di depan rumah kami ini. Saya berpikir ini tidak baik karena mengganggu haknya pengguna jalan, jalanan menjadi basah dan becek dan pejalan berusaha menghindari genangan air tersebut.

Dari usaha kami mencoba membuat got mati tanpa sambungan ini ( karena hanya ada didepan rumah kami) qodarullooh banyak sekali manfaatnya jalanan lebih cepat kering saat hujan datang karena air yang biasa menggenang mengalir ke got mati tersebut, juga air bekas cucian motor kami. Dan juga tukang bakso yang sering lewat depan rumah buang bekas cucian mangkoknya disitu. Dengan kata lain got mati ini secara tidak kami sadari menjadi tempat resapan air yang lumayan bisa menampung debit air yang cukup banyak saat hujan, yang Alhamdulillah dimana tetangga pada kehabisan air saat musim kemarau, kami tidak mengalami hal tersebut. Inilah got yang menghidupkan sumber air kami.

Dan setiap tahun saat musim kemarau kami bisa memanen tanah humus dan kumpulan sampah terbawa aliran yang masuk didalamnya saat membersihkan. Tanah humus itu kita manfaatkan untuk tanaman di teras rumah dan sampahnya kita buang. Disisi lain kami harus rajin memunguti sampah-sampah plastik bekas jajanan anak-anak yangdibuang sembarangan dan terbawa arus juga di got tersebut. Namun tidak mengapa, saya ambil sisi positifnya karena saat hujanlah bisa kami punguti sampah tersebut tanpa mengangkat penutup besi, jadi bisa bermain air hujan dengan dalih memungut sampah tersebut.

Itulah beberapa alasan yang bisa saya tuliskan disini, dan dampak manfaat yang kami dapatkan dari pembuatan got mati yang menghidupkan ini. Setelah sekian lama berkeinginan berbagi pengalaman ini untuk semua yang mengalami kondisi dan situasi seperti saya. Semoga bermanfaat dan menjadi inspirasi jika kondisi rumah yang dimiliki seperti yang kami punyai.

Salam dari saya

Mu’minah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun